Dunia pendidikan merupakan faktor paling utama dalam membangun sebuah bangsa. Sebuah bangsa sejatinya akan dipandang sebagai bangsa yang dihormati, disegani dan diperhitungkan bahkan cenderung untuk ditakuti diantara bangsa-bangsa lainnya di dunia apabila bangsa tersebut memiliki sistem pendidikan yang jauh lebih maju dan lebih canggih daripada bangsa-bangsa lain. Intinya, membangun sebuah peradaban bangsa untuk mampu menaklukkan dan menguasai dunia mutlak berawal dari sebuah sistem pendidikan yang mumpuni.
Menurut pengertiannya, pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan atau proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Apa dan bagaimanapun penyebutannya, serta frase apapun yang dipakai untuk bersanding dengannya, kata ‘pendidikan’ akan tetap memiliki sebuah peran yang positif dan penting dalam peri kehidupan. Dunia pendidikan harus dijalankan orang orang-orang yang berdedikasi penuh dan bersih, memiliki harga diri serta berwibawa tinggi. Sistem pendidikan yang diterapkan juga harus tetap sejalan dengan perkembangan kemajuan bangsa. Penataan kualitas pendidikan juga harus mampu mewujudkan karakter bangsa yang berkualitas sebagai cita-cita Negara Indonesia yang berbudaya tinggi dan mertabat. Demikianlah sekelumit manajemen makna pendidikan nasional yang menyerap beberapa penggunaan kata ‘pendidikan’ dalam momentum kekinian yang patut dijadikan domain utama terhadap peningkatan kualitas bangsa.
Tapi sayangnya, justru kini kita lebih banyak menyaksikan makna pendidikan itu terkungkung oleh derasnya arus zaman. Acap kali juga kemuliaan dan niat tulus dunia pendidikan itu disakiti kini. Silaunya lembaran rupiah dan berbagai bual janji manis telah menyandera aspek pendidikan tersebut menuju arah yang kronis. Tak cukup sulit bagi kita kini mencari beberapa kisah dan kejadian yang menggambarkan betapa mirisnya kondisi pendidikan kini. Maraknya plagiat, kasus-kasus ijazah palsu hingga praktek jual beli jalur masuk perguruan tinggi/sekolah favorit hingga masalah berbagai penggelapan dana bagi kemajuan dunia pendidikan itu sendiri menjadi persoalan penambah carut marutnya seluruh sistem di negeri ini.
Pragmatismenya kekuasaan yang dibumbui aroma korupsi, kolusi dan nepotisme juga menjadi faktor dominan perilaku menyimpang tersebut. Akhirnya yang terjadi belakangan ini sungguh semakin memperihatinkan. Banyak lulusan PT/PTS yang minim kualitas, kedaulatan penulis asli skripsi, karya ilmiah, tesis bahkan hingga disertasi yang telah dihasilkan dengan jalan panjang dan bersusah payah, diplagiat, dijiplak dengan semudah membalik telapak tangan. Sungguh miris.
Dengan pendidikan sebenarnya yang telah menciptakan para pejabat di birokrak dan parlemen itu mampu duduk di kursinya. Semua manusia yang terlahir berusaha untuk menuntut dan mengejar semua nilai dan makna positif yang terkandung dalam pendidikan di sebuah ruang kelas. Jadi, bukankah sebenarnya para oknum (mafia) yang bermain mata dan menghalalkan segala cara untuk meraup materi sebanyak-banyaknya yang patut untuk diberi gelar haram, misalnya pajabat haram?
Masih untung ada teman-teman pers dan media yang tetap eksis untuk menyuarakan beberapa keganjilan dan ketidak adilan itu. Terlebih bagi masyarakat menengah kebawah yang ingin bersekolah di sekolah negeri. Tentu siapapun orangnya tidak pernah ingin mendapat perlakuan yang tidak adil. Siapapun orangnya sama-sama memiliki hak untuk bersekolah di sekolah negeri favorit selama sanggup memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Kita menyadari tidak segampang membalik telapak tangan untuk mengurus peliknya masalah pendidikan di negeri ini. Tapi tentu dengan keyakinan yang berpegang teguh dengan tuntunan iman dan agama, moralitas akan sanggup jadi faktor positif tanpa pamrih. Kuasa sudah ada di tangan anda, mari kita tuntun para generasi muda bangsa ini dalam mencapai cita-citanya dengan jalan yang paling terhormat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H