Lihat ke Halaman Asli

Irfan Ardiansyah

Irfan Ardiansyah

Sukses Vs Bahagia

Diperbarui: 31 Desember 2020   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Photo from unsplash @ayahya09

Arti kebahagiaan sangatlah relatif. Seseorang memiliki letak kebahagiaan yang berbeda-beda. Jika temanmu sukses, sedangkan kamu justru bisa dibilang gagal pada saat itu. Tentu sangat menyebalkan rasanya, namun itulah kenyataannya. Hal tersebut telah saya rasakan pada saat itu. Saya ingin berbagi sedikit mengenai momen tersebut.

Disaat teman-teman SMA saya pada saat itu menikmati kesuksesan dengan keberadaan warna hijau pada pengumuman SBMPTN, disitulah rasa terpuruk saya bermula. Bagaimana tidak, berbagai macam seleksi telah saya ikuti mulai sejak awal. 

Pemikiran saya setelah pengumuman saat itu hanyalah “Apakah mereka sudi menghabiskan waktu (lagi) dengan manusia setidakpenting diri ini?,” Pemikiran yang sangat menguras energi hari-hari itu. Pada minggu-minggu selanjutnya saya benar-benar seperti berlayar tanpa peta ditengah samudra.


“Tak punya tujuan bukan masalah, berlayar tanpa peta pun bukan hal yang buruk, asal aku bersamamu,” ujar Seo Dal Mi dalam Drama Korea Start-up.

Eits, namun pada saat itu, situasi memanglah tidak memikirkan tentang bersama seseorang spesial. Bagaimana tidak, teman saja seperti hilang ketika masa SMA usai. Apalagi bersama doi, bukan lagi. Back to the topic!

Tidak ada tujuan sama sekali. Iya tidak sama sekali. Saya juga berpikir bahwa teman-teman sudah lupa nama dan tempat tinggalku. Dipikiran mereka mungkin sudah terhapuskan memori tentang perjalanan kita bersama, berjuang bersama-sama hingga di titik yang berbeda. Rasanya sedih melihat diri ini gagal, namun nyatanya jauh lebih sedih melihat teman yang sukses. 

Yaa, kata-kata tersebut selalu terngiang-ngiang dalam pikiran ini. Sangat sedih rasanya, seperti ada perasaan yang tiba-tiba mendidih. Mendadak tidak ingin bertemu dengan teman tersebut. Bertanya kabar pun sungkan. Walaupun nomor telepon telah tersimpan, namun ketika ingin menelpon atau basa-basi sedikitpun takut untuk dia menolak.

Dia sudah lepas mengudara. Sedangkan diri ini masih saja ditanah tanpa bergerak sedikitpun. Diantara riuh berbagai pujian yang dialamatkan pada dirinya, saya hanya bisa memberi kata “selamat” atas pencapaiannya. Lalu, pelan sekali diri ini berdoa agar cepat menyusul. “Mudah-mudahan aku bisa segera menyusulnya!.”

Pada momen-momen tersebut diri ini seolah melupakan tiga hal yakni tentang arti sukses, tentang arti teman dan juga tentang arti bahagia. Konsepnya adalah jika temanku sukses, tentunya aku juga sukses. Aku sukses menjadi temannya. Aku sukses mensukseskannya. Dan tentunya bahagia melihat kesuksesan itu ada diantara aku dan temanku. Sesukses apapun temanku, aku akan tetap menjadi temannya kan? Akan selalu bahagia bersamanya kan?

Pada saat teringat akan tiga konsep itu, saya langsung menghubunginya. Tak bisaku tunda. Dan benar saja, dia menungguku untuk datang walaupun hanya sekadar bertanya kabar. Dipuncak suksesnya, saat banyak orang berpegangan dan memujinya, dia membutuhkan pegangan dan juga sandaran. Walaupun hanya tempat untuk bercerita, namun itu adalah hal yang sangat berarti. 

Di sukses ketinggian itu, dia takut tergelincir. Teman merupakan harapan terkahir. Dia bukan yang kebetulan sukses. Ya, Aku adalah teman suksesnya! Aku akan berdoa yang banyak untuknya, lebih banyak sebelum dia sukses. Aku juga akan berbuat baik untuk temanku dan sekitarku agar segala rintangan dapat terlewati tanpa hambatan yang berarti. Karena ujian sukses lebih mengerikan dari ujian gagal. Dan itu telah terbukti. Karena kesuksesan, sering membuat banyak orang melambung tinggi hingga lupa berpijak pada bumi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline