Lihat ke Halaman Asli

Irfan Taufik

Saya adalah mahasiswa aktif S1 program studi Pendidikan Masyarakat Universitas Pendidikan Indonesia

Urgensi Heutagogi di Era Society 5.0

Diperbarui: 1 Desember 2022   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada zaman ini, perkembangan teknologi terjadi begitu pesat. Perkembangan tersebut membawa pengaruh banyak terhadap kehidupan yang dijalani. Manusia dituntut untuk dapat beradaptasi dnegan cara memahami dan menguasai berbagai

Pada zaman ini, perkembangan teknologi terjadi begitu pesat. Perkembangan tersebut membawa pengaruh banyak terhadap kehidupan yang dijalani. Manusia dituntut untuk dapat beradaptasi dnegan cara memahami dan menguasai berbagai penggunaan teknologi yang canggih. Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, hadir sebuah konsep bernama society 5.0. 

Konsep society 5.0 ini merupakan antisipasi dari gejolak disrupsi dampak evolusi industri 4.0 dimana kehidupan manusia dipenuhi oleh digitalisasi dan artificial intelligence. Hal itu memunculkan suatu kekhawatiran hilangnya jati diri manusia yang digantikan oleh berbagai kecerdasan buatan. Oleh karena itu, konsep society 5.0 ini menjadikan manusia sebagai komponen utama. Manusia harus mampu menjadi sumber inovasi untuk berbagai pemecahan masalah sosial.

 Dalam bidang pendidikan, menghadapi era society 5.0 ini dapat dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran heutagogi. Heutagogi merupakan kerangka belajar dan kelanjutan dari pedagogi dan andragogi. Heutagogi (berdasarkan bahasa Yunani artinya untuk "diri") didefinisikan oleh Hase dan Kenyon pada tahun 2000 sebagai studi tentang pembelajaran yang ditentukan sendiri (self-determined learning). Pendekatan ini memiliki prioritas utama yaitu kemandirian peserta didik dalam berprestasi belajar, menentukan strategi belajar mereka sendiri, serta lebih mengembangkan bahan ajar mereka sendiri secara otonom.

Perbedaan heutagogi dengan pedagogi dan andragogi terletak pada peran peserta didik dan pendidik. Dalam pedagogi, pembelajaran bergantung pada pendidik yang bertugas untuk mendesain pembelajaran dan mengolah sumber-sumber belajar kemudian diajarkan pada peserta didik. Sedangkan dalam andragogi, pendidik lebih berperan sebagai fasilitator untuk mendorong peserta didik mencapai tujuan pendidikan. Andragogi ini sering disebut dengan pembelajaran secara mandiri. Adapun heutagogi, merupakan pembelajaran yang ditentukan oleh diri sendiri. Jika dalam andragogi pengaturan kurikulum, penilaian, ditentukan oleh pendidikan selaku fasilitator, maka dalam heutagogi peserta didik sendiri yang menentukan program pembelajaran, kurikulum, dan penilaiannya. 

Peran pendidik dalam heutagogi adalah sebagai pendorong untuk menyatukan peluang dan kompleksitas agar tercipta kolaborasi dan keingintahuan peserta didik. Hal ini sejalan dengan tuntutan kemampuan yang harus dimiliki pada era society 5.0 yaitu kemampuan literasi data, kemampuan berpikir tingkat HOTS, dan pemahaman terhadap perkembangan teknologi di era revolusi industri 4.0. Dengan adanya heutagogi yang membebaskan peserta didik untuk merancang cara belajarnya sendiri, dapat menumbuhkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan di era society 5.0.

Di indonesia sendiri, implementasi dari heutagogi sudah dilaksanakan salah satunya dalam program merdeka belajar. Namun, pada kenyataannya program ini masih perlu dibenahi. Merdeka belajar merupakan sebuah metode bagi peserta didik untuk dapat belajar secara merdeka tanpa adanya batasan kurikulum yang baku dan menghambat kreativitas baik dari pendidik maupun peserta didik. Kesuksesan dari penerapan heutagogi akan maksimal jika target belajarnya memiliki tingkat kemandirian dan kematangan belajar yang cukup seperti memiliki pemahaman yang baik tentang gaya belajar yang dimiliki. 

Namun, ada banyak generasi muda Indonesia saat ini yang masih belum mengetahui dan menentukan apa yang ingin dicapai di masa depan. Kurangnya kemampuan dan kesadaran dalam memahami tujuan hidup, kecenderungan belajar, dan gaya belajar dapat menghambat pengembangan diri baik dari segi kompetensi serta kapasitas dan kapabilitas diri. Kendala lainnya adalah belum ditemukannya formula yang tepat untuk menerapkan heutagogi dari jenjang awal. Sedangkan kemampuan pemahaman dalam merumuskan visi untuk masa depan harus diterapkan sejak jenjang awal.

Oleh karena itu, dalam pelaksanaan heutagogi, perlu diperhatikan beberapa prinsip diantaranya ; 1) Melibatkan peserta didik dalam mendesain pembelajaran mereka sendiri; 2) Membuat proses kurikulum yang fleksibel; 3)Menggunakan media social/LMS (Learning Management System); 4) Memungkinkan peserta didik untuk menginovasikan konsep, pengetahuan, dan pemahaman baru, dan masih banyak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline