Prakiraaan Pemilu 2014: Potensi Tiga Besar, Tren Lainnya dan Prediksi
Oleh: Ireng Maulana*
Sumber data berasal dari hasil survei yang di lakukan oleh lima lembaga survei yang meriset elektabilitas partai politik (Parpol) dari medio 2013 sampai dengan Maret 2014, yakni Litbang Kompas pada 30 Mei-14 Juni 2014 dan 27 November-11 Desember 2013, Kemudian Charta Politika pada 1-8 Maret 2014, Indikator Politik Indonesia pada 18-24 Maret 2014, Lingkaran Survei Indonesia 22-26, dan Political Communication Institute 19-29 Maret 2014. Semua hasil survey dari lembaga tadi di akses melalui pemberitaan online dari kompas.com dan detikNews.com. Lima lembaga survei ini di ambil karena pertama, semuanya memakai 95 persen tingkat kepercayaan. Kemudian, jadwal pelaksanaan riset yang berbeda dari lima lembaga namun saling melengkapi ceruk waktu sehingga dapat di lihat rangkaian survei dalam satu rentang periode.
Potensi tiga besar
PDI-P, Golkar dan Gerindra memiliki peluang menjadi tiga besar terkait elektabilitas parpol pada Pemilu 2014. PDI-P memimpin persentase keterpilihan, di susul Golkar dan Gerindra. Hasil lima lembaga survei menunjukkan posisi mereka tidak banyak berubah pada ceruk waktu yang berbeda-beda.
Gambar 1 tren eletabilitas PDI-P oleh lima lembaga survei
Elektabilitas PDI-P tidak pernah di bawah 20 persen dari masa ke masa. Pada medio 2013 sampai dengan awal maret 2014, persentase elektabilitas sempat mengalami tren menurun, walaupun dapat kembali pulih dan menajam kembali pada akhir Maret 2014. Pada pertengah Maret 2014 adalah ceruk waktu keemasan bagi elektabilitas PDI-P karena mampu menembus hampir 25 persen. Meskipun elektabilitas menunjukkan konsistensi di atas 20 persen, namun posisi elektabilitas terlihat di tren turun naik yang cukup ekstrim. Sikap responden sangat cepat berubah. Diprediksi PDI-P dapat di untungkan pada Pemilu 2014 karena rata-rata elektabilitasnya hampir mencapai 23 persen.
Gambar 2 tren elektabilitas Partai Golkar oleh lima lembaga survei
Posisi elektabilitas Golkar tidak menunjukkan tren naik turun yang ekstrim, paling tidak sampai dengan 24 Maret 2014. Setelah elektabilitas sempat menajam mencapai hampir 23 persen di minggu ketiga Maret 2014, persentase keterpilihan kemudian merosot di akhir Maret 2014. Keberpihakan responden untuk memilih Golkar cukup stabil. Rata-rata elektabilitas Partai Golkar diperkiran sekitar 17 persen.
Gambar 3 tren eletabilitas Gerindra dari lima lembaga survei
Sampai dengan minggu ketiga Maret 2013, elektabilitas Gerinda oleh lima lembaga survei berada di atas 10 persen dan empat mendapatkan persentase elektabilitas tertinggi pada medio 2013. Memasuki Maret 2014, turun naik posisi elektabilitas cukup tajam. Perubahan tren keterpilihan pada Gerindra seperti tidak menentu. Partai ini beruntung rata-rata elektabilitas masih berada di sekitar 11 persen. Namun sayangnya elektabilitas turun pada persentase terendah di akhir Maret 2014, yakni sekitar 8 persen. Padahal jarak dikeluarkannya hasil survei hanya berjarah lebih kurang 10 hari terhadap waktu pemilihan di bulan April 2014.
Ramalan tren lainnya
Sepertinya mangnet Partai Demokrat (PD) sebagai partai penguasa tidak lagi menjadi daya tarik kuat bagi responden yang berpartisipasi dalam survei lima lembaga. Sempat mencapai 10 persen elektabilitas di medio 2013. Kemudian, tren keterpilihan terus menurun dan mencapai kemerosotan ke 5 persen di akhir Maret 2014. Keadaan ini tentu saja tidak menguntungkan bagi PD mendekati Pemilu 2014. Bahkan partai Demokrat yang lima tahun kebelakang mampu menempatkan jumlah anggota parlemen mayoritas di Senaya belum mampu mengejar posisi partai Gerindra yang tidak terlalu dominan lima tahun lalu. Rata-rata elektabilas PD diperkirakan sekitar 7,5 persen.
Selain itu, perkembangan tingkat elektabilitas partai yang identik dengan massa Islam atau berafiliasi dengan organisasi Islam juga tidak menggembirakan. Tren elektabilitas mereka menurun dan perubahan persentase naik turunnya tergolong ketimpangan yang cukup signifikan. Diperkirakan rata-rata elektabilitas partai-partai ini hanya berkisar antara rentang 1-6 persen. Bahkan salah satu partai hampir tidak pernah menyentuh 2 persen elektabilitas. Pencapaian terbaik terkait persentase elektabilitas untuk salah satu partai politik pada kelompok ini pernah sekali pada posisi 7 persen. Sedangkan Partai Hanura menunjukkan tren yang konsisten di porsi 4-5 persen elektabilitas sepanjang Maret 2014. Walaupun sempat menunjukkan trend positif naik dari medio 2014 (2.7%) ke akhir 2013 (6.6%). Rata-rata elektabilitas Hanura diperkirakan pada 4.5 persen.
Partai Nasdem sebagai pendatang baru menunjukkan tren menanjak yang cukup signifikan terutama pada periode survei Maret 2014. Keterpilihan partai ini dimulai dengan 2,6 persen, naik ke 3,6 persen dan terus menanjak sampai posisi terakhir di 4,5 persen. Tren positif ini menujukkan bahwa responden pada lima lembaga menaruh harapan bagi si pendatang baru, barangkali salah satu faktor yang menjadi daya tarik adalah parpol baru ini belum memiliki cacat di mata publik.
Prediksi
Melihat tren yang di tunjukkan oleh lima lembaga, maka PDI-P adalah partai politik yang paling mungkin mengusung calon presiden tanpa koalisi, walaupun harus membangun koalisi di yakini PDI-P hanya akan berkomunikasi dengan satu partai politik. Partai politik yang akan di jajaki PDI-P kemungkinan besar bukan Gerindra maupun Golkar. Sedangkan Golkar dan Gerindra diprediksi harus membangun koalisi apabila mereka akan maju mencalonkan calon presiden, karena tren elektabilitas menunjukkan kedua parpol masih harus berjuang keras untuk mencapai keterpilihan 20 persen. Fenomena tiga besar ini akan menjadi daya tarik bagi parpol selain mereka untuk menjalin komunikasi menjelang pilpres 2014, bahkan komunikasi politik akan terbangun dua arah. Partai-partai lain akan terbelah dan terbagi habis ke tiga kutub (PDI-P atau Golkar atau Gerindra) karena partai-partai yang berafiliasi dengan massa atau organisasi Islam diperkirakan tidak akan berani berkoalisi penuh. Bayang-bayang kekalahan akan menjadi preseden yang tidak baik bagi citra umat Islam nusantara, seolah-olah partai Islam bukan wadah politik utama bagi rakyat Indonesia yang mayoritas orang Islam. Meliaht tren elektabilitas tiap-tiap partai Islam, dapat dikatakan posisi mereka serba sulit dan mau tidak mau harus menarik diri mereka kedalam koalisi. Elektabilitas partai Islam seperti kehilangan momen di tahun 2014 ini. Prediksi yang lain, PD yang menyadari bahwa situasi elektabilitas mereka yang tidak tinggi dan juga tidak terlalu rendah membuat mereka harus cepat bergerak berkomunikasi kepada partai-partai yang lebih rendah elektabilitasnya. PD dapat mencoba berkomunikasi kepada Hanura sebelum Golkar atau PDI-P mengincar nya terlebih dahulu. Pilihan lain untuk PD adalah segera mengkosolidasi partai-partai Islam sebelum mereka terbagi habis oleh si tiga besar. Apabila PD lebih lincah berkomunikasi dan sempat membangun koalisi, maka prediksi pilpres 2014 yang hanya akan di meriahkan oleh tiga pasang kandidat barangkali akan berubah menjadi empat pasang calon presiden. Seandainya PD tidak bergerak cepat, maka parpol ini hanya akan menjadi pelengkap bagi koalisi yang sudah dibentuk oleh tiga kutub parpol.
Fenomena yang tidak kalah seru adalah kemunculan si pendatang baru—Partai Nasdem. Oleh karena tren elektabilitasnya terlihat positif dan signifikan, Ia seperti kembang desa yang cantik dan soleha. Nasdem diprediksi akan mudah berkomunikasi dengan PDI-P atau Gerindra, bahkan kepada Golkar sekalipun. Kehadirannya dapat memberikan image elegan bagi parpol manapun di tiga besar yang mampu mengajaknya berkoalisi. Seandainya Ia berkoalisi dengan PD, pilihan ini juga akan memperkuat posisinya sehingga daya tarik koalisi ini bisa mengimbangi koalisi tiga besar atau bahkan mampu mempengaruhi partai-partai bermerk Islam untuk mengkaji ulang pilihan koalisi mereka. Nasdem kemungkinan besar tidak akan ikut serta dalam koalisi yang didalamnya sudah terdapat Hanura.
Di salah satu media cetak, Komisi Pemiliah Umum menyatakan tingkat partisipasi masyarakat pada Pemilu 2014 bisa mencapai 72 persen. Sehingga ini akan memberikan dorongan yang lebih kuat lagi kepada semua parpol untuk mengubah prediksi survei. Parpol yang diramalkan sudah memiliki elektabilitas tinggi seharusnya konsisten menjaga posisi tersebut dengan memperkuat infrastruktur politik yang tersebar. Kemudian, prediksi parpol yang memiliki elektabilitas rendah dan memiliki tren negatif sebaiknya bergerak cepat untuk merubah ramalan ini. Oleh karena, parpol tidak harus memenangkan survei tapi memenangkan pemilu 2014. Paling tidak perolehan suara mereka cukup memberikan posisi tawar di dalam koalisi pada perhelatan pilpres yang akan datang. Selain, dapat memberikan jaminan untuk menempatkan jumlah anggota parlemen yang proporsional dari keselurahn jumlah kuota anggota dewan yang ada di Senayan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H