Saya mengenal Bapak I.F.X. Han Awal sudah sejak puluhan tahun silam. Awalnya hanya sebagai sesama umat Paroki Santa Perawan Maria Ratu, Blok Q, Kebayoran Baru, Jakarta.
Kemudian putri kami berteman dengan putri pak Han sebagai siswi Tarakanita.
Hubungan kekeluargaan kami menjadi lebih akrab lagi, karena kami kemudian sempat bertetangga di daerah Tulodong Bawah Kebayoran Baru.
Pak Han, demikian saya memanggilnya, memang dari dulu sangat sederhana. Dia baik hati, ramah, sangat sosial dan tutur sapanya santun, sampai akhir hayat beliau.
Sosoknya yang humble ini, membuat orang-orang yang tidak mengetahui siapa dia, pasti hanya memandangnya sebagai seorang bapak pada umumnya yang baik hati.
Padahal beliau adalah seorang Maestro, seperti yang ditulis oleh Yoris Sebastian, Creative Junkies Meet the Maestro, di majalah Intisari Edisi Mei 2012. Ya, beliau seorang arsitek yang penuh dedikasi dan ahli konservasi bangunan tua. Dari majalah Intisari tersebut saya terkesan pada pesannya, "Dalam setiap pekerjaan, kita perlu merasa dituntun oleh Roh Kudus, perlu bersikap sahaja, dan memikirkan orang lain bila mungkin.” dan “PR hidup kita tak pernah berhenti. Cobalah selalu pikirkan sesama kita.”
Menurut saya, Pak Han bukan hanya perhatian pada bangunan tua dan bersejarah, tapi juga terhadap orang-orang di sekitarnya, terhadap alam dan pepohonannya pun beliau peduli.
Buktinya, sebatang pohon besar dibiarkan tumbuh di dalam rumahnya di Jalan Kemang IV. Arsitektur rumahnya yang disesuaikan dengan pohon yang sebelumnya sudah ada di situ. Kalau saya tidak salah ingat, demikian juga dengan rumah dahulu di Jalan Tauhid, Tulodong Bawah, yang telah tergusur untuk pembangunan Kawasan SCBD (Sudirman Central Bussines District).
Mengenai karier dan kepiawaian pak Han, biarlah teman-teman lain yang menulisnya. (Baca juga Han Awal, Maestro Yang Tak Pernah Berhenti Belajar)
Bagian saya, cukup hanya berupa catatan dan sentuhan-sentuhan pribadi ini, yang rasanya cukup berharga untuk saya share disini.