“Aku Butuh Hidup, Bukan Rokok,” itulah judul salah satu lukisan yang tergantung sepi di selasar ruang tunggu Poliklinik RSKN Dharmais, Jakarta.
[caption id="attachment_421497" align="aligncenter" width="300" caption="Aku butuh hidup, bukan rokok (karya Summy, Nov 2000)"][/caption]
Saya katakan tergantung sepi karena sepertinya tidak ada yang meliriknya. Kayaknya semua orang yang berada di sana, masing-masing sibuk dengan urusan penyakitnya atau mungkin karena lukisan itu sudah terpajang cukup lama.
Sayapun baru kali itu menyadari keberadaannya, padahal lukisan itu mengusung pesan yang begitu berarti.
Aku butuh hidup, bukan rokok!
Rokok, tidak mengenal usia!
Tanpa rokok, hidup tetap bersemangat!
[caption id="attachment_421499" align="aligncenter" width="300" caption="Tanpa rokok hidup tetap bersemangat (karya Romy, November 2000)"]
[/caption]
Alangkah bahagianya kalau sekiranya pesan ini bisa menyentuh seluruh generasi muda yang belum tersentuh rokok, maupun para perokok usia muda sampai lansia.
Pesan-pesan ini disampaikan oleh rekan-rekan siswa, melalui lukisan pada tahun 2000, berarti sudah lima belas tahun yang lalu.
[caption id="attachment_421500" align="aligncenter" width="300" caption="Rokok tidak mengenal usia (karya Sally E, November 2000)"]
[/caption]
Ananda bertiga, saya harap masih tetap berjuang ya!
Sayangnya, setelah lima belas tahun berlalu, kebiasaan merokok bukannya memudar malah semakin marak.
Beberapa bulan yang lalu, di jalan raya sekitar Bintaro, saya melihat anak kecil berboncengan bertiga berkendara sepeda motor, tanpa helm, dan mereka bertiga merokok pula.