Lihat ke Halaman Asli

Implementasi Sanksi Pidana Bagi Presiden atas Pelanggaran Hukum Tata Negara

Diperbarui: 23 April 2024   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Implementasi sanksi pidana bagi Presiden yang melanggar hukum tata negara merupakan isu yang kompleks. Penegakan hukum tentang hal tersebut memerlukan keadilan dan ketegasan dalam memberikan sanksi yang sepadan. Sangat penting bagi aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan advokat untuk meningkatkan kemampuan dalam menguasai teknologi informatika agar dapat mengantisipasi tindak pidana penghinaan Presiden. Selain itu, diperlukan juga sanksi yang lebih berat untuk menciptakan efek jera bagi para pelanggar hukum tata negara.

Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi sanksi pidana terhadap Presiden yang melanggar hukum tata negara antara lain:
-Kemampuan dan ketegasan aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, hakim, dan advokat, dalam melakukan penguasaan teknologi informatika untuk mengantisipasi tindak pidana penghinaan Presiden
-Peningkatan sarana dan prasarana dalam penegakan hukum, termasuk peningkatan kemampuan aparat penegak hukum
-Pemerintah harus tegas memberikan sanksi berupa hukuman lebih berat kepada setiap pelaku penghinaan Presiden, sehingga sanksi yang diberikan tersebut benar-benar bisa memberi efek jera bagi pelakunya dan dapat membuat takut bagi orang yang belum pernah melakukan hal tersebut.
Implementasi sanksi pidana terhadap Presiden yang melanggar hukum tatanegara pun ada beberapa proses yang harus dilakukan. Berikut adalah langkah-langkahnya, yaitu:
-Pengumpulan Bukti dan Penelitian: Penelitian ini dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berwenang, seperti Jaksa Penuntut Umum, Polisi, dan Hakim.
-Pengadilan: Setelah penelitian selesai, pelanggaran hukum tata negara akan dibawa ke pengadilan. Dan di pengadilan dilakukannya penilaian terhadap unsur-unsur terdakwa.
-Putusan Pengadilan: Jika pengadilan menentukan pelanggaran tersebut sesuai dengan unsur-unsur terdakwa, maka Presiden akan dijadwalkan untuk dipidana.
-Pidana: Disini Presiden akan menerima sanksi pidana sesuai dengan pasal-pasal yang dianggarkan.
-Pemberian Sanksi: Setelah dipidana, Presiden akan menerima sanksi pidana yang sesuai dengan perbuatannya. (Sanksi pidana dapat berupa hukuman atau pelepasan dari posisi sebagai Presiden).
-Pemberian Hukuman: Hukuman dapat berupa penjara, denda, atau lain-lain sesuai dengan pasal-pasal yang dianggarkan.
-Pemberian Pelepasan: Jika Presiden menerima sanksi pelepasan presiden, maka Presiden akan dilepas dari posisi sebagai Presiden.
Selain itu, terdapat pula pasal-pasal hukum tatanegara yang dapat diperberat kepada Presiden yang melanggar hukum tatanegara. Beberapa diantaranya adalah:
-Pasal 6A (1) UUD 1945: "Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden"
-Pasal 3 ayat (2) UUD 1945: "Presiden/Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat"
-Pasal 8 ayat (2): "Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden"
-Pasal 8 ayat (3): "Memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan"
-Pasal 6 (1) UUD 1945: "Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara"
-Pasal 4 (1) UUD 1945: "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan Negara menurut Undang-Undang Dasar"
-Pasal 4 (2) UUD 1945: "Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu satu orang Wakil Presiden"
-Pasal 3 ayat (2) UUD 1945: "Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak"
-Pasal 6 ayat (2) UUD 1945: "Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak"
-Pasal 6A ayat (2) UUD 1945: "Presiden dan Wakil Presiden menurut UUD setelah perubahan dipilih secara langsung oleh rakyat" .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline