Lihat ke Halaman Asli

Demokrasi Setengah Hati (Tabungan Masalah Pemilu 2014)

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan calon anggota legislatif DPRD tingkat Kota/Kabupaten, DPRD tingkat Provinsi, DPD dan DPR RI telah rampung di gelar, gelaran pesta demokrasi yang menyedot perhatian dan anggaran negara yang begitu besar ini dilaksanakan serempak di 33 Provinsi se-Indonesia dengan terlebih dahulu di laksanakan di daerah pemilihan luar negeri, pemilihan anggota legislatif tahun 2014 ini tidak berjalan mulus seperti ekspektasi penyelenggara pemilu,hal ini terlihat dengan terjadinya keterlambatan pemungutan suara dan tertukarnya logistik pemilu di 35 distrik di Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua, 3 TPS di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta tertukarnya surat suara pada sejumlah TPS di beberapa daerah. Terkait persoalan tersebut, KPU RI telah menempuh langkah-langkah penyelesaian.

Untuk kasus tertundanya pemungutan suara di beberapa distrik di Kabupaten Yahukimo Provinsi Papua dan 3 TPS di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur, KPU mengambil langkah-langkah, yakni dengan memerintahkan KPU Provinsi Papua untuk melakukan supervisi kepada KPU Kabupaten setempat. Kemudian menetapkan jadwal pemungutan suara susulan dan berkoordinasi untuk memastikan distribusi logistik yang tepat waktu.

Sedangkan terhadap masalah surat suara tertukar. KPU mengambil langkah antisipasi dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 275/KPU/IV/2014 tanggal 4 April dan ditegaskan dengan Surat Edaran Nomor 306/KPU/IV/2014 yang dikeluarkan pada tanggal 9 April 2014. Problem teknis penyelenggaran pemilu ini seakan menjadi tradisi tahunan dimana KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu tidak siap, tidak tertib dan tidak mampu melakukan koordinasi dengan KPU di daerah-daerah.

Problem teknis penyelenggaraan pemilu ini hanyalah catatan kecil dari tabungan masalah yang di alamatkan kepada KPU RI, problem hangat yang menyeruak ke permukaan hari ini terkait rilis hasil quick qount (hitung cepat) yang di keluarkan oleh lembaga-lembaga survey politik yang ditentang keras oleh beberapa partai maupun kelompok kepentingan yang merasa dirugikan. dalam rilis hasil hitung cepat yang dikeluarkan oleh LSI (Lembaga Survey Indonesia) misalnya, PDIP meraup prosentase suara sebesar 19,65% diikuti Partai Golkar diposisi kedua dengan perolehan suara sebesar 14,95%, Partai Gerindra di posisi ketiga dengan perolehan suara sebesar 11,79%. Posisi ke empat ditempati oleh Partai Demokrat dengan 9,68%suara, PKB 9,3%, PAN 7,52%, Partai NasDem 6,35%, PPP 6,95%, PKS 6,46% Partai Hanura 5,21%, PBB 1,33% dan PKPI 0,97% suara.

Proses hitung cepat atau quick qount ini diatur oleh UU setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan pasal 257 ayat (2), ayat (5) dan ayat (6), pasal 291, serta pasal 317 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilleg tentang pelarangan hasil hitung cepat. Oleh karena itu lembaga survey memiliki landasan yuridis dan konstitusional untuk menggelar survey terkait hitung cepat pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden.ada beberapa catatan kritis yang dialamatkan kepada KPU dalam proses penyelenggaran pemilu ini. Pertama. KPU sebagai lembaga sah penyelenggara pemilu baru akan mengumumkan hasil pileg secara resmi pada 07-09 Mei 2014 sesuai jadwal tahapan pemilu yang ditetapkan KPU RI, maka menjadi tanggung jawab utama KPU RI untuk menekan persepsi politik yang muncul di masyarakat. Kedua, KPU sebagai lembaga independen penyelenggara pemilu tidak akan dipercaya lagi oleh masyarakat ketika hasil penetapan suara sah nasional ternyata tidak sesuai dengan hasil quick qount lembaga-lembaga survey politik. Ketiga demokrasi prosedural yang sedang berjalan akan menjadi barang dagangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan (partai politik, kelompok penekan dan lembaga tinggi negara).

Dalam wawancara dengan beberapa media cetak maupun elektronik Partai Bulan Bintang melalui BM. Wibowo selaku Sekjend PBB menyatakan bahwa hasil quick qount yang dirilis oleh lembaga-lembaga survey menyesatkan, pasalnya perolehan suara nasional yang menjadi tolak ukur masuk atau tidaknya PBB ke dalam parlemen belum secara sah dirilis oleh KPU RI. Di khawatiran hal ini akan membuat kegaduhan politik dan kekecewaan masal jika hasil dari quick qount ternyata berbeda dengan hasil penetapan suara sah nasional KPU RI. Jika hal itu terjadi maka PBB akan mengambil langkah hukum yang dialamatkan kepada KPU dan lembaga-lembaga survey terkait “tegas sekjend PBB ini”

Sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 8 Tahun 2002. Partai diikutkan dalam penentuan perolehan kursiDPR RI jika memenuhi minimal 3,5% suara sah nasional. Jika hasil quick qount pileg 2014 yang dirilis oleh lembaga-lembaga survey menjadi acuan rigid prosentase perolehan suara sah nasional maka dapat dipastikan bahwa PBB dan PKPI tidak akan lolos ambang batas parlemen (parliamentary treshold) karena perolehan suara kedua partai politik peserta pemilu tersebut tidak mencapai angka 3,5% suara.

Oleh karena itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk terus mengawal proses berjalannya demokrasi di negara ini dengan sepenuh hati. Jika kita memahami dengan sadar bahwa suara yang kita amanatkan kepada mereka yang telah kita pilih sebagai wakil adalah pilihan rasional, maka tentu kita tidak berkebaratan untuk mengawal jalannya proses penghitungan suara sampai pada hari H pengumuman dan penetapan hasil pileg yang menjadi tugas dan kewenangan KPU RI. Inilah hakikat demokrasi yang matang yang mampu menciptakan budaya politik partisipatif dimana kita sebagai warga negara menjadi ujung tombak penerapan, pengawalan dan pengawasan. Maka tak pelak demokrasi kita tidak melulu di pahami sebagai proses kontestasi politik an-sich yang hanya bertujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan, namun menjadi tiang besar penyangga penerapan ide dan gagasan yang berperadaban menuju keadilan sosial dan kemakmuran ekonomi, hanya dengan memahami persoalan mendasar dan meletakkan batang tenggorokan untuk menyuarakan keadilan dan kesejahteraan maka negara dan para penyelenggaranya dapat memahami bahwa substansi demokrasi adalah amanat rakyat atas cita-cita luhur para pendiri bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline