Saya dibesarkan di lingkungan yang hampir tidak mengenal buku. Sekolah dasar saya bisa dibilang hampir tidak pernah mengedukasi murid-murid untuk keperpustakakan dan membaca buku. terlebih memang perpustakaan yang ada di SD saya pada saat itu "tidak ada apa-apanya". Saya juga merasa perpustakaan itu eksluksif.
Pada saat di SMP dan SMA pun tidak jauh berbeda. Akses pada buku menjadi sesuatu yang sulit untuk didapatkan. Ada beberapa alasan dulu saya sulit mengakses buku.
Pertama, lingkungan keluarga dan sosial yang tidak memiliki kesadaran bahwa buku adalah hal yang penting.
Kedua, kurangnya edukasi dan persuasi dari tenaga terdidik dalam literasi (saya baru dapat persuasi ini saat SMP, tapi tidak merasa terajak).
Ketiga, kurangnya fasilitas yang disediakan sekolah dan pemerintah bagi murid dan masyarakat untuk mengakses literatur.
Keempat, harga buku yang mahal dan tidak ramah bagi kantong kalangan menengah dan menengah ke bawah.
Untungnya saya mempunyai kepribadian yang selalu ingin tahu banyak hal dan berubah. Bisa dibilang saya orangnya agak "iri-an" sekaligus mengagumi seseorang yang memiliki kesuksesan. Hal itu ternyata membuat saya sedikit-sedikit bisa mulai mengakses buku dan suka untuk membaca buku.
Sesekali saya membaca novel-novel populer karena ada teman-teman saya yang mempunyai buku itu sehingga saya meminjam bukunya.
Namun, buku itu tidak membuat saya tertarik untuk membaca lebih banyak karena isinya yang garing dan aneh. Saya juga merasa tidak ada yang bisa diambil dari buku itu.
Ketika kelas 3 SMA saya mulai membaca buku-buku yang berhubungan dengan sejarah, baik fiksi maupun nonfiksi. Buku-buku itu ternyata menjadi kunci sebuah pintu di pikiran saya untuk lebih menyukai bacaan karena buku-buku itu memberikan wawasan dan pengalaman pada diri saya yang sulit untuk dijelaskan.