Riuhnya kerancuan yang seringkali memenuhi pikiran, dengan pertanyaan-pertanyaan kapan akan bahagia?
lulus kuliah? mungkin. kamu memang di fase itu Banyak banget tugas banyak banget tuntutan.
Dan ini udah lulus, asumsi yang sebelumnya ternyata salah. hidup masih gini-gini aja. mungkin bahagia ketika sudah mendapatkan pekerjaan, bisa cari uang sendiri, menyenangkan orang-orang yang kita cintai, bisa beli ini beli itu ......
Sudah kerja, Sudah berpenghasilan, sudah bisa beli ini beli itu. tapi memang kurang lengkap tanpa adanya yang namanya pasangan, hingga diputuskan kebahagiaan ada ketika sudah menikah.
" Lo kapan nih punya momongan? biar tambah lengkap rumah tangganya. Semoga lekas diberi buah hati ya." ucapan-ucapan 7 bulan di usia pernikahanku.
Usai kudapatkan Anugerah terindahnya, yaitu seorang buah hati. senang, sangat senang. tapi sayang semakin kesini semakin banyak bebanku, mengurus rumah tangga, mengurus keluarga, mengurus pekerjaan, mengurus ini dan itu. lalu dimana letak kebahagiaanku? Kapan aku bahagia?
lulus kuliah? dapat kerjaan? sudah menikah? punya anak? sampai di titik ini asumsi-asumsi ku dipatahkan oleh ekspektasi yang tidak sesuai dengan keinginanku, tidak sesuai dengan harapanku.
Dan aku teringat sebuah kisah
Suatu ketika Al- 'Atabi berjalan menyusuri kota Basrah. dilihatnya ada seorang wanita yang sangat cantik dan bersenda Gura dengan seorang pria tua yang buruk rupa. setiap si pria tua berbicara, wanita muda itu senantiasa mendengarkan dengan menebar senyuman paling manis. Dia seolah terlihat sebagai Wanita Paling Bahagia di dunia.
Al- 'Atabi mendekati wanita itu lantas berkata,
" Maaf Mbak. apa hubungan anda dengan pria ini?"