Tidak ada satu orang pun yang memimpikan perceraian ketika memulai kehidupan pernikahannya. Semua menginginkan 'happily ever after,' bahagia selamanya, sampai kakek-nenek, atau sering kita bilang "growing old together."
Sayangnya, yang namanya kehidupan, tidak selalu mulus. Bukan seperti jalan-jalan di taman bunga, yang indah dan penuh warna juga harum semerbak. Layaknya musim yang silih berganti. Suka-duka datang dan pergi dalam kehidupan rumah tangga, bagaikan ujian untuk kekuatan cinta yang dikukuhkan dalam sebuah pernikahan.
Beberapa faktor ujian dalam pernikahan:
Kehadiaran Anak
Buat sebagian pasangan, kehadiran anak begitu didamba. Sementara yang lain, memilih "child free." Semuanya kembali kepada bagaimana kesepakatan di antara pasangan.
Tentu saja, kehadiran anak mengubah kehidupan pasangan suami-isteri. Diperlukan kematangan dan kekompakan pasangan untuk mengasuh dan mendidik anak. Bukan hal yang mudah beradaptasi dari kehidupan hanya berdua, yang bisa ke mana-mana berdua, menjadi kehidupan bertiga, berempat, berlima, dan seterusnya sesuai jumlah anak.
Ada kebutuhan lain yang harus dipenuhi, karena anak adalah kepercayaan, tanggung jawab, dan milikNya. Kebutuhan lahir batin. Bukan hanya kebutuhan fisik, melainkan juga kebutuhan emosionalnya. Semuanya memerlukan kecakapan pengaturan.
Pengaturan keuangan, waktu, dan emosional orang tua.
Pengaturan keuangan untuk memenuhi kebutuhan:
- Pemenuhan asupan gizi yang baik untuk tumbuh kembang seorang anak melalui makanan dan minuman yang bergizi. Orangtua yang bertanggung jawab, akan mengusahakan makanan, minuman yang berkualitas untuk anak-anaknya. Tidak selalu harus mahal, tapi juga tidak asal.
- Kontrol tumbuh kembang anak, termasuk memastikan imunisasi yang harus didapatkan seorang anak.
- Kebutuhan sandang yang harus dipenuhi, karena seiring bertambahnya usia, bertambah pula ukuran baju, sepatu, dan kebutuhan di usia akil balik.
- Pendidikan. Ini jelas memerlukan perencanaan secermat mungkin untuk dapat memberikan pendidikan terbaik bagi masa depan anak.
Pengaturan bersama anak dan berduaan dengan pasangan
Seringkali, keriweuhan mengurus anak, euphoria kehadiran anak, menggerus waktu berduaan dengan pasangan. Maka, penting hukumnya, mengatur keseimbangan antara waktu bersama anak dengan waktu hanya berdua dengan pasangan. Bukan berarti mengabaikan anak, juga bukan berarti mengabaikan pasangan.
Pengaturan emosional
Anak baru lahir, orang tua baru pun lahir. Semua beradaptasi. Waktu tidur yang mungkin berkurang, ritme kehidupan berubah. Bayi dan anak yang bahasa lisannya masih terbatas, lebih banyak melalui tangisan, juga mungkin tantrum, ini bisa menguras emosi jiwa kedua orang tua baru. Bikin gila kalau dua-duanya semaput. Maka, diperlukan sudut pandang tersendiri untuk melihat semuanya adalah berkat Tuhan. Baik adanya.
Orang Tua vs Mertua
Menghormati orang tua memang wajib hukumnya. Sekalipun kita sudah tua, kita tetaplah anak dari orangtua kita. Tapi, dalam beberapa kasus, orang tua/mertua menjadi penyebab kisruhnya rumah tangga. Diperlukan kebijakan dan kesabaran luar biasa memang menghadapi masalah ini.
Tantangannya adalah: mengubah orangtua itu sulit dan hampir mustahil, bikin frustrasi. Maka, diperlukan strategi jitu bersama pasangan untuk mengatasinya tanpa menjadi anak durhaka.