Lihat ke Halaman Asli

Irawan Wibisono

Penikmat Suasana

Rudy, Raja Tanpa Takhta (bagian 1)

Diperbarui: 10 Februari 2021   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wali Kota Surakarta FX. Hadi Rudyatmo akan segera mengakhiri masa jabatannya. (dok. pribadi)

Bulan ini menjadi detik-detik akhir masa jabatan F.X. Hadi Rudyatmo sebagai Wali Kota Solo. Pria yang akrab disapa Rudy ini telah menjalankan tugasnya selama dua periode. Selama masa kepemimpinannya, Kota Solo mengalami banyak perubahan positif pada beberapa sektor, khususnya pendidikan dan kesehatan. Tanpa saya bercerita panjang lebar, masyarakat Solo pasti sudah merasakan kebijakan yang ditelorkan politisi PDIP ini. 

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, saya sangat mengapresiasi sosok wali kota seperti dia. Selama lima tahun berinteraksi, saya melihat hampir seluruh aktivitas Pak Rudy didasari filosofi Jawa.

Di banyak kesempatan dia selalu menegaskan bahwa dirinya hanya nunut alias ngontrak sebagai wali kota. "saya jadi wali kota hanya lima tahun, maksimal dua periode 10 tahun. Yang punya rumah kan ASN-ASN itu," katanya. 

"Kalau selama ngontrak ini saya petantang-petenteng, nanti pas nggak jadi wali kota nggak ada rakyat yang mau kenal. Ketemu di jalan pun mlengos," tambahnya. 

Kata-kata itu dikuatkan lagi dengan filosofi Jawa yang juga selalu disampaikan di banyak kesempatan. "Pangkat Jabatan mung sampiran, Bandha mung titipan, Nyawa mung gaduhan," tegasnya.

Maknanya adalah segala macam yang ada di dunia ini bukanlah milik kita. Tidak kekal. Berangkat dari falsafah itulah Rudy menggunakan kekuasaannya dengan tidak semena-mena. Paling tidak dalam urusan yang bersifat umum. 

Satu hal yang paling sederhana adalah dia bersedia menemui siapapun, tanpa kecuali. Pintu Balai Kota, rumah dinas maupun rumah pribadinya selalu terbuka. Pengusaha kelas kakap datang, diterima. Masyarakat tanpa pangkat datang, tidak ditolak.

Ini bukan hanya basa basi. Beberapa kepala daerah secara pribadi menyatakan pintunya terbuka tetapi tetap dijaga barikade. Misalnya satpam, satpol pp hingga ajudan yang bermodal "maaf, sudah bikin janji?".

Di Solo tidak demikian. Satpol PP berjaga di depan kantor wali kota setiap hari. Tamu yang datang hanya diminta mengisi buku presensi, setelah itu antre untuk dipersilahkan masuk. 

Tak ayal sebagai orang yang dianggap sebagai Bapaknya Wong Solo, Rudy harus mengurus seluruh hajat hidup masyarakat mulai dari lahir sampai mati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline