Lihat ke Halaman Asli

Irawan Aja

Saya merupakan alumni Uin Raden Mas'Said Surakarta jurusan Sastra Inggris

Menjadi Bagian Buzzers

Diperbarui: 3 Maret 2024   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.id

Menjadi Bagian Buzzers

Pernah mendengar istilah Buzzer ? istilah ini sering ditujukan kepada sekelompok orang yang berperan mempengaruhi opini publik dengan maksud dan tujuan tertentu. Buzzer lahir di Indonesia bersamaan dengan masifnya penggunaan media sosial di tanah air. Buzzer yang awalnya berguna untuk strategi pemasaran dengan tujuan menaikan penjualan, berubah fungsi searah dengan berbagai kepentingan politik. Buzzer memiliki dua fungsi, menaikan popularitas melalui konten positif atau menghancurkan popularitas melalui konten negatif. Buzzer berbeda dengan Key Opinion Leader (KOL), Buzzer biasanya menggunakan akun yang tidak memiliki nama dan memanfaatkan bantuan bot, sedangkan KOL adalah seseorang yang populer di dunia maya dan dapat mempengaruhi opini publik, KOL biasanya terdiri dari influencer atau selebgram.

Ada beberapa alasan mengapa Buzzer begitu menjamur di media sosial, khususnya di Indonesia. Mahfud MD dalam acara Gerakan Literasi Digital di Mabes TNI pada bulan Juni 2023 menyebutkan angka literasi digital di Indonesia masih rendah, banyak Masyarakat menggunakan media sosial namun ternyata masih belum melek literasi digital. Disisi lain dalam riset yang dilakukan oleh Microsoft pada tahun 2021 merilis Digital Civility Index (DCI), suatu barometer untuk mengukur tingkat kesopanan Netizen di dunia saat berkomunikasi di dunia maya, Netizen Indonesia menempati peringkat ke 29 dari 32 negara yang disurvei, sekaligus menjadi negara dengan tingkat kesopanan terendah pengguna media sosial di Tingkat Asean. Sifat malas membaca dan emosional inilah yang kemudian memudahkan kelompok Buzzer untuk membentuk persepsi publik dan menjadi alasan kenapa Buzzer begitu menjamur di media sosial.

Film Budi Pekerti karya Wregas Bhanuteja, adalah film yang menggambarkan kualitas Netizen Indonesia. Film tersebut menggambarkan bagaimana Netizen kita akan habis-habisan menghakimi seseorang berdasarkan mayoritas komentar yang ada tanpa mengetahui kejadian yang sebenarnya. Kebenaran seolah-olah bersifat semu, hanya ditentukan berdasarkan banyaknya orang yang menganggap suatu hal yang sama sebagai kebenaran. Padahal lebih dari itu, seharusnya kita menggunakan akal pikiran untuk menentukan kebeneran, dan menggunakan hati nurani untuk melihat setiap kejadian.

Kita bisa menjadikan film tersebut untuk bahan refleksi diri, apakah jangan-jangan tanpa kita sadari, kita menjadi bagian dari Buzzer. Bagaimana tidak ? tanpa kita sadari, kita sering melihat beberapa teman kita atau justru diri kita sendiri memiliki Second Account di media sosial, dengan memanfaatkan akun tersebut kita berani untuk berdebat dengan orang lain di dunia maya dengan alasan identitas kita tidak diketahui oleh orang lain. Kita juga berani menyebarkan suatu hal yang viral tanpa kita ketahui dampak dan kebenarannya. Padahal sejatinya ketika kita tidak mengetahui kebenaran akan suatu hal, alangkah baiknya diri kita untuk diam. Buzzer memang bertugas membuat propaganda, tetapi ketika kita acuh akan suatu hal yang tidak kita ketahui, maka persepsi publik dan perdebatan tidak akan terjadi.

Ataupun tak jarang kita memaanfaatkan Second Account untuk stalking akun media sosial orang lain. Bahkan jangan-jangan, kita meninggalkan komentar negatif dengan Second Account agar identitas kita tidak diketahui orang lain. Hal serupa tentunya hampir sama dengan cara kerja Buzzer, menggunakan akun media sosial sebagai alat propaganda tanpa menggunakan identitas asli dan mendengarkan setiap denyut nadi Masyarakat melalui media sosial.

Apalagi ditengah pemilu seperti saat ini ketika Masyarakat disajikan dengan berita seputar politik, Masyarakat kita seolah-olah menjadi bagian dari Buzzer itu sendiri karena menyerap semua informasi layaknya spons. Banyak dari kita akan mempercayai semua hal yang diberitakan, ketika berita tersebut termuat di salah satu platform media sosial. Perdebatan isu Komunisme dan Agama setiap menjelang pemilu menjadi bukti bahwa sebenarnya diri kitalah yang menjadi bagian dari Buzzer karena ketidaktahuan sejarah yang telah terjadi.

Kita bahkan akan menemui perdebatan seputar politik di kehidupan sehari-hari, kebiasaan Masyarakat membahas sinetron atau sepak bola semua berubah ketika pemilu tiba, seolah-olah semua Masyarakat menjadi pakar di bidang politik dan saling berdebat satu dengan yang lain. Obrolan santai yang biasanya menghilangkan beban pikiran karena masalah pekerjaan ataupun perkuliahan, semua berubah menjadi debat kusir seputar politik yang tak ada ujungnya, Padahal sejatinya Masyarakat hanya mengikuti euphoria sesaat ketika pemilu tanpa mengetahui program kerja dari calon yang di dukungnya. ketidaktahuan atau bahkan kebebalan diri kitalah yang sebenarnya lebih berbahaya dari propaganda Buzzer itu sendiri.

Esai Ini Terbit di Koran Solopos pada tanggal 6 Februari 2024




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline