Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Seni Membaca untuk Para Penulis (Seri Ayo Nulis #3)

Diperbarui: 1 April 2024   17:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri Eko Irawan untuk seri Ayo Nulis #3 foto alun alun tugu balaikota Malang diolah dng Sketch Camera dan Lumii

Seni Membaca Untuk Para Penulis
(Seri Ayo Nulis #3)
Ditulis oleh : eko irawan

Apa benar budaya Membaca dewasa ini masih sangat rendah? Kadang kala saya share link tulisan di medsos baik melalui WhatsApp Grup, Facebook atau Instagram. Semoga itu terbaca dengan baik sehingga pesan yang tersurat dan tersirat di dalamnya sampai pada khalayak. Namun para pembaca ternyata hanya baca judul dan melihat gambar covernya saja. Mereka tidak tahu isi dari apa yang saya tulis. Bahkan mereka kebanyakan tidak buka link dimaksud dengan alasan tidak punya paket data, padahal kenyataannya mereka bisa akses game online atau channel YouTube Favoritnya hingga akses Berjam jam lamanya. Apa game atau akses video YouTube seperti demikian aksesnya tidak sedot paket data ya ?

Mereka juga tidak tahu yang saya tulis itu berbentuk puisi, prosa atau artikel. Jika judul yang saya sematkan biasa biasa saja, paling hanya kirim gambar jempol atau love saja, tanpa di komentari.
Baru ketika judulnya sensasional, baru muncul komentar, namun tidak menyinggung esensi dari tulisan yang tersaji. Baru diwaktu yang lain saat bertemu, baru bertanya, kemarin itu nulis tema apa sih? Yang dalam wujud puisi pendek 4 bait saja tak terbaca, apalagi artikel panjang sampai berlembar lembar.
Kenapa kok demikian? Apa kapasitas sebagai penulis belum layak diapresiasi? Atau kenapa? Mari kita bahas Seni Membaca untuk para penulis dan korelasi membaca sebagai kunci unlimited untuk jadi penulis. Selamat membaca semoga menginspirasi.

Membaca apa masih diperlukan?

Banyak tanggapan konyol bahwa jika sudah lulus sekolah atau kuliah, kemudian membuat statement bahwa sudah tidak butuh membaca apalagi membeli buku untuk belajar dan memperluas wawasan. Kesimpulannya :  "Tak sekolah tak butuh membaca dan memiliki buku cetak. Kan sekarang sudah ada android di genggaman, tinggal akses google maka semua beres."

Membaca menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati).
Membaca merupakan proses interaksi antara pembaca dan materi tertulis dari semua pengetahuan skematis diantara pembaca dan penulis secara kontekstual. Seni membaca untuk para penulis adalah kegiatan yang saling berkaitan, Kemampuan menulis yang baik tidak dapat diperoleh tanpa kemampuan membaca yang baik. Isi tulisan yang tidak up to date akan jadi sajian yang tidak menarik karena wawasan dan pengetahuan dari sang penulis juga tidak didukung ketrampilan membaca yang mumpuni, sehingga cenderung itu itu saja, tidak informatif, tidak peka/kritis dan terjebak dalam circle yang menunjukan miskin intelektual yang sempit dan tidak ada upaya signifikan untuk menambah wawasan.

Jadi pertanyaannya apa membaca masih diperlukan? Bagi orang awam yang malas baca, maka yang menonjol adalah kukuh pada sesuatu yang dibela mati Matian, padahal fakta terbaru sudah tersedia dan dia tidak tahu. Malu kan bilang sesuatu yang tidak up to date alias ketinggalan jaman.

Bagi para penulis seni membaca ini harus terus menerus ditingkatkan, karena mempengaruhi kualitas tulisannya kelak. Ibarat tukang kelapa, punya pisau tidak pernah diasah sehingga baru dipakai sudah patah pisaunya karena karat dan tidak terawat.

Seni Membaca untuk Para Penulis

Seni adalah cara yang jadi sebuah kewajiban yang mampu dinikmati dengan enjoy tanpa beban. Terbentuk karena kebutuhan agar kualitas diri lebih meningkat. Seni membaca dapat kita nikmati dengan cara dan tips sbb :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline