Surat Kepada Pantai
(Puisi Esai Eko Irawan #6 Seri Ayo Nulis #2)
Ditulis oleh : eko irawan
Di waktu tertentu. Bosan adalah kenyataan. Rebahan melulu, browsing hanya lihat lihat. Habisi paket data. Tanpa hasil karya baru.
Datang tak diundang. Hadir tiba tiba saat jenuh. Tak tahu mau bikin apa, cari apa, tak tahu mau kemana. Sedari tadi zonk, kosong melompong. (1)
Ternyata manusia super hanya ada di negeri dongeng. Hebat itu perlu motivasi. Motor tak jalan tanpa premium. Handphone drop tanpa di cash. Lapar butuh makan. Dan itu tak ada yang gratis. Harus beli. Harus bayar sendiri.
Jadi kepikiran Romusha. Kerja paksa tak dibayar. Motivasinya abu abu. Tak jelas. Mimpi kosong disiang bolong. Apa bisa semangat tanpa motivasi ? (2)
Jujur tiap jiwa butuh panggung. Untuk tunjukan eksistensinya siapa. Mau apa. Sebuah Tujuan besar. Sebuah baterai energi nuklir yang memotivasi dirinya bergerak. Apa selalu punya? Ternyata tidak!
Sendiri jelas terseok seok. Tapi dengan gotong royong bisa tumbuh bersama. Tapi tetap harus didengar secara personal. Tak bisa main perintah. Bisakah dijalankan dengan tunduk, seperti prajurit pada komandan? (3)
Tiap penulis ingin bebas. Lepas dari segala rumitnya hidup. Sungai sungai itu bermuara ke laut. Bahkan sungai yang penuh sampah dan limbah. Tapi kecerdasan laut mampu menampung. Tapi saat lelah laut bisa hadirkan Tsunami.
Akupun berdiri dipantai. Menikmati indahnya air. Disini aku menulis Surat Kepada Pantai. Karena pantai adalah batas kesadaran. Tepi introspeksi diri. Aku tak kuasa menyelam seperti ikan. Perlu ketrampilan berenang untuk bisa kolaborasi.
Surat kepada pantai. Makna jujur dibatas kemampuan diri. Yang terukur. Dengarkan debur ombaknya. Rasakan nyanyian air. Melukis seluas samudra itu mimpi. Tapi bisa dilakukan bersama.