Lihat ke Halaman Asli

Eko Irawan

Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Rayuan Rayu Merayu

Diperbarui: 6 Maret 2023   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi : Rayuan Rayu Merayu

(Seri Rayuan Rayu Merayu #1)



Kukenal Rayuan itu, Dari ibuku.
Agar aku menerima mainan pilihan ibu.
Bukan pilihanku. Itu pertama dirayu.

Agar aku rajin sekolah. Rajin mengaji.
Rajin bangun pagi dan ibadah.
Rajin kerjakan tugas sekolah.
Rajin bantu bantu dirumah.
Giat dan rajin, agar aku jadi orang.

Aku terus saja dirayu.
Melawan jiwa pemberontak. Yang dilarang larang. Ditertawakan sepantaran. Anak Mama.

Saat cari jati diri. Terus dirayu.
Dirayu dengan penuh kasih sayang.
Karena ibu Tahu dan pernah muda.
Karena ibu paham gejolak Remaja.

Mohon Maaf ibu. Aku melawan.
Saat doa doamu di Ijabahi Tuhan.
Babah sak karepmu Dewe.
Babah sak senengmu Dewe.
Ternyata ibu memberi Jalan bahagia.
Agar anaknya Tak Sengsara.

Kini tinggal satu doamu, Selepas Kepergian mu. Tak bisa direvisi. Tak bisa dirubah. Titah terakhir sebelum Naja'.
Titah yang Harus Dijalankan.

Rayuan Rayu Merayu.
Jika itu ibumu, patuhi. Karena Ibu tahu masa depanmu. Paham gejolakmu.
Muliakan Ibumu, Saat masih ada.
Jika Beliau pergi, tak ada lagi cinta sejati.
Selain cinta murni dari ibumu.


De Huize Dongkel, 6 Maret 2023
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri Rayuan Rayu Merayu #1

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline