Puisi : "Preman vs Seragam"
Aku dan engkau. Beda, karena ibu kita beda. Tapi kita Saudara. Karena cita cita kita sama. Tunjukan diri, agar tak dihina.
Aku preman. Dia berseragam. Kostum saja yang beda. Beda cerita, Tapi semua hebat dibidangnya. Dahsyat di dunianya. Dunia tipu tipu, penuh kisah merana dibaliknya.
Tapi jangan jadi preman berseragam. Memanfaatkan seragam untuk aksi preman. Lebih mulia preman bertingkah sakral. Akan lebih mulia jika sakral bukan karena seragam.
Yang berseragam, dihargai karena seragam. Dibutuhkan karena seragam. Nunut populer karena seragam. Berseragam ada masa pensiunnya, lebih baik preman sakral, terus berguna tanpa kenal pensiun.
Karena pensiun melepas seragam. Seragam itu Fana, ada batasnya. Dianggap gila, sudah pensiun terus berseragam. Ini hidup nyata, bukan hidup fiksi berdandan cosplay.
Berseragam berpangkat. Dihormati terhormat berhormat. Tapi hanya titipan sementara. Setelah pensiun, siapa mau hormat. Sudah hilang, sehebat apapun tak bisa buka kantor sendiri dirumah. Seahli apapun, akan kembali, jadi manusia biasa, jadi rakyat jelata.
Pertemuan preman vs berseragam. Dirancang Skenario Illahi. Agar sadar. Mau belajar. Sinergi saling ajar, untuk hidup bermakna tanpa berkoar.
De Huize Dongkel, 17 Februari 2023
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri Preman Sakral 4
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H