Lihat ke Halaman Asli

Tersandera Kepalsuan, Buruk Muka Cermin Dijual

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini Semarang makin panas. Jam 12 waktunya istirahat, saya bersama 2 teman, ngobrol santai di bawah pohon depan kantor kami yang cukup rindang untuk berteduh. Ngalor ngidul khas ngobrolnya orang tidak pintar. Mulai dari carut marut PSSI, jembatan ambruk, pembantaian Mesuji, redenominasi rupiah, KPK tangkap Sekda Semarang sampai bu Nunun dan tak lupa juga cerita tentang PSIS Semarang, tim sepakbola kebanggaan wong Semarang yang lagi merintis lagi dari divisi utama. Sudah lama saya tidak pernah lagi menontonnya. Kangen juga rasanya dengan atmosfer Jatidiri yang penuh sesak suporter nonton bareng bersama teman – teman sambil jajan pecel Madiun dan sate keongnya mbah Yati. Pripun mbah kabaripun? Mugi seger kuwarasan. Amin.

Makin ramai sekarang televisi. Banyak tokoh yang dahulu menjabat sekarang kecam pemerintah. Banyak yang bilang pemerintah sekarang tidak melakukan apa – apa. Ada yang bilang tebang pilih soal hukum, ada yang bilang tak mampu melindungi pulau terluar, ada yang bilang juga tebar citra, ekonomi makin memburuk, banyak komentar lain yang negatif. Pusing. Negeri kita ini tersandera konflik antar anak negeri. Konflik kepalsuan. Kembali lagi ini kan budaya contoh. Budaya ketokohan. Paternalistik. Kalau yang atas saling pamer ego, ribut, dibawah bakal lebih ribut. Yang ironis itu, yang sekarang bersuara sumbang, kemarin dulu waktu diberi kesempatan memimpin negeri ya sama saja alias setali tiga uang. Katanya ajak rakyatnya hidup sederhana, ehh pesta ulang tahun ramai – ramai ke Bali. Pulang dari Bali BBM naik! Ingat? Nah lo ! Katanya pulau terluar terabaikan, kemarin dulu waktu menjabat, Sipadan dan Ligitan lepas juga. Prestasi ekonomi bagus? Ahh tidak juga, tidak ada efeknya minimal buat saya yang rakyat kecil ini. Realease and Discharge jaman itu diberikan pada konglomerat korup, pengemplang BLBI. Lha kok buruk muka, cerminnya tidak cuma dibelah tapi dijual. Maksudnya kalau mau jualan ya yang barangnya bagus to, jangan barang pecah dijual lagi.. Hehe..

Sekarang pun sebenarnya tidak semuanya buruk. Kata Fitch Ratings lembaga pemeringkat internasional, Indonesia meraih Investment Grade maksudnya negeri kita ini masuk ke dalam radar investasi jaringan global karena indeks ekonomi kita naik. Pertumbuhan ekonomi meningkat, sektor mikro dan makro ekonomi terus progresif. Bahkan kata koran – koran nasional ini terjadi setelah kita menunggu 14 tahun sejak krisis moneter 1997/1998. Ini kan prestasi. Nah, sekarang tugas pemerintah bagaimana hasil pemeringkatan ini bisa menyentuh kemudahan – kemudahan masyarakat dalam berkehidupan atau dalam berekonomi. Intinya kan disitu, wong kita juga tidak peduli dengan itu sebenarnya. Yang kita mau kan sebenarnya bagaimana semuanya terjangkau. Ada yang baik, ada kurang baiknya juga sekarang ini, agak abu – abu alias sumir. Dengan dalih mau memenuhi rasa keadilan masyarakat, pemerintah bilang lewat kementrian Hukum dan HAM, pemberian remisi untuk koruptor ditinjau ulang. Diatur biar lebih sesuai. Moratorium? Bisa iya bisa tidak katanya. Tebar pesona? Tak tahu juga, yang pasti menuai badai. DPR jadi ribut, interpelasi jawabannya. Lha kalau memang mau memenuhi rasa keadilan, kenapa dulu koruptor tidak dituntut maksimal, kemudian waktu vonis dijatuhkan juga maksimal? Atau menabur wacana lain, dimiskinkan misalnya? Pusing kan? Rakyat kecil seperti saya ini geleng – geleng kepala. Karena tidak paham. Makin tambah pusing ketika ICW bilang interpelasi itu akal – akalan DPR untuk segera dapat melihat temannya bebas dari balik terali besi. Kabar terakhir sih kebijakan itu mau ditinjau ulang lagi sama pak menteri dan wakilnya. Mana yang benar? Kata pak Mahfud - MK, pejabat nyentrik asli Madura, lebih ekstrem, bikin saja kebun koruptor, biar jera !! Ada – ada saja, hehe..

Negeri ini tersandera kepalsuan. Ada yang katanya di penjara tapi bisa beli wig buat menyamar agar bisa nonton tenis di Bali. Ada yang  katanya sakit lupa ( permanen lagi ), tapi bisa belanja ke Singapura. Begitu tertangkap dari persembunyian, tidak lupa pakai masker dan satu lagi….kerudung !! Kerudung syariah seperti yang dipakai saudari – saudari muslim kita? Saya pastikan tidak. Bukan. Kerudung palsu untuk menyembunyikan diri pastinya. Banyak lo yang pakai kerudung begitu ketahuan ngemplang duit negara. Saya yakin anda bisa sebutkan siapa saja. Ada juga penegak hukum yang katanya menghamili tahanannya sendiri. Nyata lo. Jembatan ambruk katanya dananya dikorupsi jadi spesifikasinya jadi tidak sesuai. Ingat waktu saudara kita Ruyati dipancung di Arab sana? Menlu kita kan bilang Arab Saudi minta maaf, ehhh beberapa hari kemudian Dubes Arab bilang, tidak ada permintaan maaf dari kerajaan Arab Saudi. Lebih hebat lagi, setelah itu Raja Arab dapat gelar Doktor Honoris Causa dari satu perguruan tinggi ternama di republik ini. Eeee lha dalah. Logika berpikir kita kok dibolak – balik ya rasanya. Katanya sih tidak ada hubungan antara pemancungan dengan gelar akademis kehormatan itu. Tapi kan tetap saja to, rasa kemanusiaan kita terusik. Ngapusi banget. Susah kan mengurus negeri ini? Saking susahnya sampai saya bingung ketika sepupu saya yang masih SD itu bertanya, tugas Wapres itu apa? Dia takut mungkin, keluar di ujian tapi tak bisa menjawab. Yang bingung saya lha wong saya juga tidak tahu harus jawab apa. Dulu cuma tahu wapres itu membantu tugas presiden, tapi yang dibantu apa juga tidak tahu, wong sekarang banyak Satgas - satgas dan Ad Hoc – Ad Hoc bentukan presiden. Kalau presiden membentuk itu, berarti kan perlu bantuan. Kenapa tidak berdayakan saja pak Wapres dan stafnya, kan irit. Hemat, tidak perlu ada anggaran tambahan. Ada yang tahu tugas Wakil presiden kita ( sekarang )? Bantu saya.

Kalau jalan – jalan ke Semarang, sempatkan ke kawasan Simpanglima terus ke Lawang Sewu, kemudian ke kawasan oleh – oleh Jl. Pandanaran yang sekarang terus bersolek. Semakin rapi. Pedestrian dipercantik. Ada shelter – shelter buat pedagang juga. Kalau anda penyuka kuliner, saya rekomendasikan ke Semarang. Sambil makan lesehan anda akan dihibur Koes Plus-an dan tembang – tembang lawas juga anyar tiap malam minggu, di Taman KB depan SMA Negeri 1. Lumayan anda bisa bernyanyi gratis. Salut buat Pak Wali dan jajarannya yang bikin perbedaaan. Matur nuwun. Nah di dekatnya ada Stadion Trilomba Juang, kalau nama bekennya Stadion Mugas. Memang ada apa? Menarik? Tidak juga, biasa saja seperti stadion di Indonesia pada umumnya. Cuma kalau sudah ketemu bapak penjual es di dekat lapangan tennis, saya pastikan anda akan terpaku. Sudah lama sekali saya tidak berjumpa dengannya, saya doakan semoga sehat selalu, supaya tetap bisa berjihad mencari nafkah untuk keluarga. Amin. Bapak ini punya banyak piagam tanda baktinya kepada Ibu Pertiwi dengan berjuang angkat senjata pada jaman pergerakan kemerdekaan dulu. Namun begitu cerita si bapak penjual es ini kita benturkan dengan apa yang terjadi di negeri ini sekarang, saya yakin anda pasti bisa ambil sebuah konklusi yang sangat dalam.

Butuh tokoh progresif di 2014 nanti, minimal itu keinginan saya. Yang tidak banyak rapat, tapi langsung aksi. Yang tegas kepada negeri tetangga yang nyata – nyata nyaplok wilayah kita. Yang mampu melindungi rakyatnya. Adakah? Banyak. Jangan yang stok lama kalau bisa apalagi dulu pernah menjabat. Yang baru. Baru orangnya, baru visinya. Indonesia tidak akan pernah kurang tokoh – tokoh hebat untuk memimpin negeri. Kira – kira siapa tokoh yang anda anggap mampu memberikan perbedaan ke depan?

Salam Indonesia Raya !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline