Lihat ke Halaman Asli

Tempe, Makanan Keren yang Harganya Bergantung pada Pergerakan Nilai Tukar Dollar AS

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13778538511457047684

[caption id="attachment_284414" align="aligncenter" width="632" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS/Antony Lee)"][/caption] Makanan yang bernama tempe, terbuat dari kacang kedelai, merupakan makanan yang bercitra makanan masyarakat bawah, selalu ada di warung-warung makan kecil semacam warung tegal, jarang sekali tersaji di café mewah nan mahal. Bahkan ada istilah yang sangat merendahkan seperti “janganlah menjadi bangsa bermental tempe”. Padahal sejatinya makanan ini beserta temannya "tahu" mempunyai kandungan gizi yang baik dan sangat berguna bagi tubuh. Memang jauh citranya dengan roti misalnya yang berbahan tepung terigu dan gandum.

Mungkin ada yang sudah sadar maupun masih tidak sadar, kedelai sebagai bahan baku tempe tidak mampu disediakan sepenuhnya oleh produsen dalam negeri. Sebagian besar pasokan kedelai nasional berasal dari impor. Selama semester I(Jan~Jun) 2013, Indonesia mengimpor sejumlah 826,33 ribu ton dengan nilai US$ 509,4 juta.

Dari manakah import tersebut? Ternyata terbesar dari AS, yang merupakan penjual kedelai terbesar ke Indonesia, dan pasokan kedelai Indonesia memang sangat tergantung kepada AS. Sepanjang Semester I-2013, jumlah impor kedelai dari AS mencapai 792 ribu ton dengan nilai US$ 487,6 juta, atau sekitar 95% dari total impor. Saat ini harga dollar AS yang naik membuat kedelai semakin mahal, sehingga para perajin tahu tempe kelimpungan. Berkenaan dengan kondisi tersebut diberitakan di Detiknews bahwa para perajin tahu-tempe di Jabodetabek berencana melakukan aksi mogok produksi selama 3 hari sejak awal September 2013 ini. Maka bisa-bisa tempe menghilang dari pasaran. Sebenarnya ini tanggung jawab Kementrian Pertanian, mengapa swasembada pangan kedelai sampai saat ini belum pernah terjadi, atau minimal meningkatkan produksi kedelai dalam negeri untuk mengurangi impor, sehingga ujung-ujungnya masyarakatlah yang menderita terkena akibatnya. Jadi sejatinya tempe sama kerennya dengan roti dan kentang, tempe merupakan makanan impor yang harganya sangat bergantung pada pergerakan nilai tukar dollar AS. Nah, bagi para kaum pembenci AS yang selalu menyerukan pemboikotan produksi AS dan yahudi, jika konsisten perkataan dan perbuatan, berhentilah makan tempe dan tahu Jakarta, 30 Agustus 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline