[caption id="attachment_328780" align="aligncenter" width="553" caption="Silinder Reaktor Fusi pada Riset NIF. Foto : Eduard Dewald/LLNL"][/caption]
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebenarnya ada dua jenis berdasarkan proses reaksinya, yaitu reaksi fisi dan reaksi fusi. Semua PLTN yang ada di dunia saat ini menggunakan reaktor fisi, sementara reaktor fusi masih dalam impian para imuwan peneliti untuk dapat diwujudkan.
Apakah perbedaan kedua jenis reaktor nuklir ini?
Perbedaan paling utama, adalah pada proses mendapatkan energi. Energi pada reaktor fisi diperoleh dari proses pemisahan nucleus (inti) pada sebuah atom, sedangkan pada reaktor fusi adalah kebalikannya, yaitu energi diperoleh dari proses penggabungan dua nucleus ke dalam sebuah atom.
Selain itu, radiasi yang dihasilkan oleh reaktor fusi sangat jauh lebih kecil daripadareaktor fisi, dan tidak seperti reaktor fisi, reaktor fusi tidak memerlukan pengiriman bahan radioaktif ke dalam atau keluar dari lokasi reaktor – bahan tsb dibuat dan diolah dalam kawasan reaktor. Selanjutnya, dan ini perbedaan yang paling penting, sementara limbah yang dihasilkan oleh fisi nuklir tetap berbahaya dengan radioaktif selama ratusan tahun, reaksi fusi tidak menghasilkan limbah radioaktif, dan unsur-unsur radioaktif yang digunakan dalam reaktor fusi memiliki umur paruh-waktu yang jauh lebih pendek – hanya 12,3 tahun. Tidak kurang pentingnya adalah reaktor fusi juga tidak menimbulkan reaksi berantai, yang pada reaksi fisi dimanfaatkan sebagai sumber energi peledakan pada bom nuklir.
Melihat segala keuntungan terhadap lingkungan dan kemanusiaan yang dihasilkan dari reaktor fusi, tentu timbul pertanyaan besar, mengapa sampai saat ini belum ada PLTN dengan reaktor fusi?
Jawabannya sederhana.
Reaksi fusi terjadi secara teratur di permukaan matahari, yang mengubah hidrogen menjadi helium, menghasilkan sebagian besar energi matahari yang juga dipancarkan sampai ke bumi. Untuk membuat hal yang sama terjadi di Bumi, dibutuhkan suhu yang sangat tinggi, sekitar 100 juta derajat celcius. Matahari adalah reaktor fusi alami, yang membuatnya mempunyai suhu paling sedikitnya 15 juta derajat dengan tekanan sangat kuat yang diciptakan oleh gravitasi inti nya. Di Bumi selama ini, jumlah energi yang diperlukan untuk menghasilkan panas atau tekanan semacam itu akan jauh lebih tinggi daripada apa yang didapatkan dari proses reaksi sebagai energi yang dapat digunakan. Inilah masalah utama yang berusaha dipecahkan para ilmuwan selama bertahun-tahun dalam menciptakan reaktor fusi.
Dan akhirnya terjadi suatu terobosan besar dalam sejarah penelitian reaktor fusi ini.
Para ilmuwan National Ignition Facility (NIF) di Lawrence Livermore National Laboratory (LLNL), California, USA, mengumumkan bahwa pada tahun lalu "untuk pertama kalinya energi yang dilepaskan melalui reaksi fusi melebihi jumlah energi yang diserap oleh bahan bakarnya."
Ini adalah suatu langkah yang sangat berpengaruh terhadap impian pemakaian sumber energi nuklir yang ramah lingkungan.
Tim riset NIF menggunakan sistem dengan 192 buah sinar laser untuk memanaskan dua isotope atom hydrogen yaitu deuterium dan tritium, yang tertahan dalam sebuah kapsul seukuran uang logam, yang ditempatkan di dalam silinder seukuran penghapus pensil yang didinginkan secara cryogenic, yaitu minus 426 derajat Fahrenheit. Silinder itu disebut sebagai "hohlraum" (bahasa Jerman untuk "ruang berongga"). Energi dari pulsa laser menyebabkan kondisi deuterium-tritium mendekati tekanan dan suhu kondisi di pusat matahari.
[caption id="attachment_328781" align="aligncenter" width="540" caption="Gambar : Courtesy of Lawrence Livermore National Laboratory"]
[/caption]
[caption id="attachment_328782" align="aligncenter" width="535" caption="Hohlraum Berisi Isotop Hidrogen. Foto : NIF"]
[/caption]
"Kami lebih dekat dari siapa pun yang mendapatkannya sebelumnya," kata Omar Hurricane, seorang fisikawan di Livermore dan peneliti utama riset."Itu menunjukkan sesuatu yang menjanjikan."
Proses ini pada akhirnya meniru proses dalam inti sebuah bintang di dalam perangkat keras laboratorium. Fusi nuklir, yang adalah kondisi sebagaimana matahari dipanaskan, menciptakan energi ketika inti atom berfusi dan membentuk atom yang lebih besar.
"Ini tidak seperti membangun jembatan," kata Hurricane kepada USA Today dalam sebuah wawancara. "Ini adalah masalah yang sangat sulit. Anda pada dasarnya mencoba untuk menghasilkan bintang, dalam skala kecil, di Bumi."
Riset ini dilakukan di Fasilitas NIF California, sebuah gedung bertingkat 10 seukuran 3 buah lapangan bola, dibangun dengan biaya US$ 3,5 miliar, dan mulai beroperasi sejak 2009. Sejak saat itu, fasilitas ini menghabiskan ratusan juta dollar AS untuk membiayai operasionalnya.
NIF sebenarnya diharapkan dapat mencapai tujuan dalam penelitian pengapian reaktor fusi pada September 2013, namun harapan itu tidak tercapai. Kritikan telah lama dialamatkan kepada NIF karena dinilai overbudget, terlambat dari jadual, dan terlalu ambisus dalam mencapai tujuan ilmiah utamanya. Bahkan dengan kemajuan terakhirnya ini, masih tidak jelas kapan tujuan itu akan tercapai.
Namun tetap saja terobosan ini disambut gembira para ilmuwan di seluruh dunia.
"Hasil ini masih jauh dari “pengapian”, tapi mereka mewakili langkah maju yang signifikan dalam penelitian reaktor fusi," kata Mark Herrmann dari Pulsed Power Sciences - Sandia National Laboratories, USA.
"Kami telah menunggu 60 tahun untuk bisa mendekati kondisi reaktor fusi yang terkontrol baik," kata Steve Cowley dari Culham Center for Fusion Energy of UK. Dia menambahkan para ilmuwan "sekarang dekat" dengan dua cara teknologi fusi, yaitu magnet dan laser. "Kita harus terus melakukannya."
Jika tujuan akhir, yaitu berdirinya PLTN dengan reaktor fusi, bisa tercapai, masih ada masalah lain dengan bahan bakarnya, yaitu isotop Helium-3. Di bumi, Helium-3 adalah produk sampingan pada proses pemeliharaan senjata nuklir, karenanya bisa disebut sebagai sumber energi terbarukan, dan dari proses tersebut hanya terdapat beberapa puluh kg saja yang berhasil dikumpulkan sampai saat ini. Namun di luar bumi, yaitu bulan, terdapat sumber alami Helium-3 yang melimpah. Batuan bulan diperkirakan menyimpan sekitar satu juta ton lebih Helium-3. Para ilmuwan memperkirakan bahwa hanya dengan sekitar 40 ton Helium-3 sudah dapat mencukupi seluruh kebutuhan energi di USA selama setahun penuh. Mengenai Helium-3 di bulan dan prospek menambangnya, dapat dibaca dalam tulisan sebelumnya.
Melihat terobosan yang diperoleh NIF ini, mengikuti sikap optimistik para peneliti reaktor fusi, mungkin dalam 3 dekade lagi kita sudah bisa memiliki listrik yang dihasilkan oleh PLTN dengan reactor fusi, suatu PLTN yang bersih dan aman, bebas dari radiasi dan kontaminasi bahan berbahaya bagi lingkungan dan manusia.
Sumber : Lawrence Livermore National Laboratory, USA Today, Popular Mechanics, Open Market.org, RT Network, Forbes, The Wall Street Journal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H