Ini cerita Pengalaman (pertamaku) berkunjung ke Rumah Lembang menjumpai Ahok dan Djarot.
Disclaimer : Jangan begitu aja percaya semua hal dalam tulisan ini, kecuali Anda juga (sudah) mengalami langsung atau melihat dengan mata kepala sendiri.
Kemarin, untuk pertamakalinya saya datang ke Rumah Lembang, tempat Ahok Djarot setiap harinya menerima para warga dan sosialisasi program selama masa kampanye Pilkada DKI . Sebagai warga DKI , yang telah merasakan sendiri banyak perubahan dan pembaruan di Jakarta selama dipimpin Ahok dan Djarot, kedatangan saya ke Rumah Lembang terutama karena ingin menyampaikan rasa terima kasih dan rasa syukur mendalam.
Saya sampai di Rumah Lembang yang terletak pas di depan Situ Lembang, sekitar jam 7 pagi. Tapi sepagi itu suasana sekitar Rumah Lembang sudah begitu padat oleh kerumunan orang dan juga para pedagang makanan dan berbagai merchandise Ahok – Djarot. Setelah menulis nama di bagian registrasi depan, saya mendapatkan nomer antrian, yang sudah mencapai nomer ratusan.
Ternyata nomer itu berguna untuk mendapatkan giliran berfoto grup dengan Pak Ahok dan Djarot. Menurut bagian registrasi, setiap harinya ada sekitar seribuan orang datang ke Rumah Lembang untuk memberikan dukungan kepada Ahok Djarot, atau sekedar ingin menyampaikan aspirasi. Panitia di Rumah Lembang juga menyediakan sarapan bubur dan lontong untuk sekitar 100 porsi setiap harinya. Saat saya datang, gerobak bubur dan lontong sudah tutup, gak ada lagi persediaan tersisa.
Begitu saya masuk ke bagian dalam rumah, sudah begitu penuh sesak orang. Sekitar 500an kursi yang disediakan panitia juga semua sudah terisi. Saya menyaksikan sendiri, disana begitu beragam warga yang hadir, dari kalangan anak muda hingga para jompo, termasuk para penyandang disabilitas yang datang menggunakan kursi roda, juga para kalangan artis.
Warga dari beragam suku, etnis, hingga agama terlihat disana. Ada sebagian orang yang hadir dengan pakaian simbol kedaerahan, banyak yang hadir dengan baju koko dan berpeci, bahkan ada juga yang mengenakan kostum Sinterklas. Menarik sekali. Semua bergabung melebur menjadi satu di sana. Saya sebenarnaya terharu melihat pemandangan”campur sari” di sana, seperti melihat wujud Bhineka Tunggal Ika dalam wujud sesungguhnya.
Sesuai jadwal, setiap harinya acara resmi di Rumah Lembang akan dimulai jam 8.30pg-12.00. Selama menunggu Ahok dan Djarot datang, panggung diisi oleh berbagai hiburan, juga beragam testimoni oleh warga yang menyampaikan rasa terima kasih kepada Ahok Djarot. Di pagi hari itu, saya merasakan energi positif yang begitu tinggi di Rumah Lembang, karena begitu banyaknya orang yang hadir dengan perasaan gembira dan rasa syukur yang mendalam.
Sekitar jam 8.30, akhirnya acara pun dibuka begitu Ahok tiba di lokasi, sambil disambut lagu perjuangan “Maju Tak Gentar yang dinyanykan secara kompak oleh para warga yang hadir disana. Acara dimulai dengan pidato oleh Pak Djarot, dan disusul oleh Ahok yang mensosialisasikan program “Kartu Jakarta One” yang memberikan kemudahan fasilitas layanan publik dalam satu kartu.
Setelah itu dilanjutkan beberapa perwakilan dari warga yang menyampaikan aspirasi atau testimoni langsung kepada Ahok Djarot. Sesi sosialisasi program dan testimoni warga berlangsung sekitar satu setengah jam saja, setelah itu acara dilanjutkan dengan sesi foto warga dengan Ahok Djarot yang dipanggil secara bergiliran per grup nomer sesuai antrian.
Dari beberapa testimoni warga yang berbicara di panggung, saya sangat terkensan dengan testimoni dari seorang nenek berusia 65 tahun bernama Ummi Nurul dari Cempaka Putih. Di atas panggung, ia bercerita dengan sangat mengharukan betapa dirinya dan warga di lingkungannya merasakan langsung begitu banyak perubahan beberapa tahun belakangan ini, setelah Jakarta dipimpin Ahok. Ummi Nurul yang juga seorang Ustadzah itu, juga menyampaikan sudut pandangnya tentang kasus yang menimpa Ahok dari segi hukum Islam dan hukum negara. Di akhir testimoninya, ia mengajak semua warga yang hadir untuk sama sama mendoakan yang terbaik untuk Jakarta dan juga persatuan Indonesia.