Lihat ke Halaman Asli

Iradah haris

We do not need slogan anymore, we need equality in reality

Kiprah Ayah dari 3 Generasi, Mengajarkan Anak Beribadah di Bulan Ramadhan

Diperbarui: 2 Mei 2021   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengajarkan anak beribadah di bulan Ramadhan. Kesempatan berjamaah dengan keluarga malam ini. Ibu sudah sehat, tampak sholat duduk di kursi. (Foto IH)

TUBAN. Ingatkah, siapa yang berkiprah dalam mengajar kita beribadah di bulan Ramadhan?Ketika kita belajar memaknai arti puasa. Mengenal dan menjalankan ibadah selama 30 hari penuh. Saat kita mulai berani mengambil keputusan dan konsekwensi dari kesanggupan kita mengucap niat puasa setengah atau sehari penuh. Jawabnya adalah ayah. Pengakuan seragam ini datang dari kami. Ibu, anak dan cucu saat berkumpul hari ini.

Menurut ibu, sosok yang paling berkesan dalam mendampingi proses latihan beribadah Ramadhan masa kanak-kanaknya adalah bapaknya, kakek saya. Sekata dengan ibu, saya dan saudara pun menempatkan ayah sebagai sosok yang berperan penting di bulan suci. Pun demikian dengan anak-anak saya.

Lantas kenapa para ayah ini justru yang terpilih memiliki kesan dalam kiprah mengajar beribadah puasa bagi kami anak-anak dari 3 generasi berbeda ini?

Bagi saya, saat Ramadhan tiba, ayah tidak hanya sebagai coach (pelatih) saja. Namun juga sebagai penjaga sekaligus sebagai alarm pengingat waktu-waktu tertentu. Waktu buka, kami duduk semeja dengan ayah dan ibu. Membaca doa sebelum berbuka. Saat saya malas karena kekenyangan, ayah pula mengingatkan kita untuk segera ke masjid, jamaah tarawih.

Anak saya, di awal puasa ini juga selalu bersama ayahnya. Mengikuti jadwal ayahnya. Sahur dibangunkan ayah. Makan dan segelas susu, disiapkan ayah. Kemudian mandi sebelum ke masjid. Berjamaah subuh dengan ayahnya atau kadang saja ikut saya di mushollah terdekat. 

Usai sholat subuh, bermain sebentar di sekitar rumah. Kemudian pulang dan tidur sejenak hingga pukul 8. Dzuhur ikut ayahnya ke masjid lagi. Ayah, ayah, ayah. Hanya tarawih saja mereka sholat di langgar pilihannya sendiri. Karena banyak teman sekolah, mengaji dan sebayanya di langgar itu.

Sedang menurut ibu, karakter kakek demikian kuat. Mengajarkan syariat agama. Saat puasa tiba, ibu dan adik-adiknya dilatih menjalankan ibadah sejak kanak-kanak. Selain mengaji, bersembahyang jamaah 5 waktu dan tarawih di langgar. Mengucap niat puasa, bangun dan makan sahur, menjalankan puasa hingga ke waktu buka.

Kakek banyak menghabiskan masa pensiunnya dengan mengajar ngaji dan menjadi imam langgar kecil. Di sebuah lingkungan tempat tinggal orang-orang asli Pulau Bawean yang merantau di daerah pelosok Tuban.

Kakek orang yang berwibawa dan kharismatik. Tidak banyak bicara. Namun sekali menegur, anak-anak satu kampung yang sedang membuat kekacauan, bisa langsung terdiam. Kakek mengajar ngaji dan menjadi imam di langgar. Jangankan murid-murid mengajinya di langgar, anak-anaknya sendiri sangat menyegani.

Karena keseganan ini, selama ramadhan ibu memilih diam dan tidur saja bila terasa sangat lapar. Sebab ia adalah anak sulung yang harus memberi contoh baik pada adik-adiknya. Biasanya rasa teramat lapar datang di detik-detik terakhir setelah sholat ashar. Mendekati buka puasa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline