Lihat ke Halaman Asli

Iradah haris

We do not need slogan anymore, we need equality in reality

Permainan Komunal di Pesisir, Nostalgia Ramadhan Masa Kecil

Diperbarui: 19 April 2021   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nostalgia Suasana Ramadhan Masa Kecil. (Dok.IH)

TUBAN. Deru angin. Lengketnya udara asin. Sensasi kehangatan air laut pagi. Nelayan dan sampan. Pantai berhias rumput dan anggur laut. Aneka biota kecil di perairan pantai yang dangkal. Berisik anak-anak dalam permainan komunal. Semua itu tentang nostalgia suasana Ramadhan masa kecil. Di kampung halaman, kampung pesisir, tepi laut.

Pantai masih luas. Anak-anak di masa kecil saya bebas bermain bersama. Kasti, bola boy, gobak sodor atau hanya sekedar main lempar pasir dan berkejaran di air laut.

Kadang kami membuat meriam dari pasir pantai yang dibulatkan. Dengan sedikit air laut, meriam pasir akan sedikit memadat. Layaknya pertempuran, dua kubu saling serang. Melempar meriam pasir ke badan lawan dan tepat sasaran adalah kemenangan. 

Bila terasa badan lengket penuh pasir, kami akan menceburkan diri ke air laut. Resikonya bila terjadi pengejaran oleh lawan saat berendam. Kita bisa kesulitan menghindar karena berlari di air laut makin berat beban badan.

Setiap Ramadhan tiba kami tidak pernah melewatkan waktu ke pantai bersama teman-teman sebaya. Sudah seperti ritual. Jadwal ke pantai dalam sehari tidak hanya sekali. Bisa dua kali, pagi dan sore hari. Kalau waktu itu sudah mengenal istilah ngabuburit,  pantai adalah tempat paling favorit.

Rasanya tidak ada waktu yang bisa kami lewatkan tanpa kebersamaan. Sejak subuh hingga bertemu tarawih lagi. Titik kumpul kami selalu di masjid jami. 

Belum usai wirid jamaah subuh saja biasanya anak-anak sebaya sudah lebih dulu menghambur keluar. Merencanakan hal-hal menyenangkan yang biasa kami lakukan sejak awal Ramadhan. 

Memulai hari dengan berjalan-jalan di pematang sawah. Bertelanjang kaki. Menapaki titik-titik embun yang menggantung di ujung rerumputan. Sambil menunggu fajar merekah. Sejuk, segar.

Beberapa teman lelaki kelompok kami selalu ada yang sangu petasan dan korek api. Kita akan membunyikannya nanti. Di tempat sunyi. Tepat di tengah-tengah sawah. Lokasi pilihan paling aman dari omelan orang-orang dewasa. Sebab hanya ada kelompok kami saja. Menikmati letusan demi letusan dengan kebahagiaan. Entah mengapa suara mercon membawa suka cita. 

Bila ada orang dewasa tetangga dekat yang mengetahui aksi ini, mereka sudah pasti akan menggadukan kepada ibu bapak kami sebagai kenakalan. Tentu kami akan saling melindungi bila sampai diinterogasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline