Lihat ke Halaman Asli

Ira Oemar

TERVERIFIKASI

Suasana Kebatinan Warga Banten dan Tumpuan Harap pada KPK

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13811014441261603180

[caption id="attachment_283614" align="aligncenter" width="366" caption="foto : dok.pribadi"][/caption]

Kalau boleh dibilang suasana kebatinan sebagian masyarakat Banten 3-4 hari belakangan ini mirip dengan kondisi saat menjelang (atau lebih tepat disebut menanti?) saat-saat runtuhnya kekuasaan Soeharto dan Orde Baru-nya. Bukan hanya demo mahasiswa dan penggiat anti korupsi yang makin marak dan kian berani menyuarakan tuntutannya, tapi juga obrolan di tempat-tempat kerja, warung makan, tukang sayur, yang melibatkan emak-emak alias kaum ibu rumah tangga yang sebelumnya tak terlalu tertarik – bahkan cenderung anti – membahas kabar politik dan korupsi.

Sejak kabar ditangkapnya Tubagus Chaery Wardana alias Wawan, adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, tersebar di media online, kota Serang tak pernah sepi dari aksi unjuk rasa. Kamis siang, hanya beberapa jam pasca penangkapan Wawan, elemen mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se-Banten, menggelar demo sujud syukur. Sore harinya, tersiar kabar KPK resmi menetapkan status tersangka pada 6 orang termasuk Wawan, sejumlah penggiat anti korupsi pun melakukan aksi menggunduli rambut. Kamis jelang tengah malam, kabar soal penetapan cekal atas Ratu Atut oleh KPK segera meruak. Esok paginya, Jumat, mahasiswa kembali berdemo hendak mencegat Atut yang seharusnya menghadiri sidang paripurna istimewa HUT Banten ke-13. Mereka menuntut Atut mundur dari jabatannya karena sudah dicekal KPK. Sabtu, ternyata tak membuat Serang libur dari demo. Sekelompok mahasiswa kembali berdemo, kali ini menuntut KPK segera menetapkan Atut jadi tersangka. Sejumlah spanduk yang diusung menuliskan kasus korupsi yang diduga melibatkan Gubernur Banten itu.

[caption id="attachment_283615" align="aligncenter" width="434" caption="foto : www.tempo.co"]

13811015451433684761

[/caption]

Sabtu pagi, seperti biasa penulis lari-lari kecil di area jogging track di Krakatau Junction. Setiap weekend, lokasi ini dipadati para penjual makanan, produk fashion dan aneka kebutuhan rumah tangga, baik yang dadakan maupun penjual profesional yang pindah lokasi sementara. Usai berolah raga, penulis kerap mencoba beberapa jajanan sambil ngobrol dengan penjualnya dan pengunjung. Kali ini penulis mampir di lapak penjual risoles langganan. Pemiliknya seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari memproduksi risoles beku untuk dijual matang maupun mentahan. Hanya weekend saja dia buka lapak dadakan dan selalu ramai pengunjung, utamanya kaum ibu. Ini tempat yang cocok untuk mendengarkan rumpian warga, pikir penulis.

Benar saja, baru saja duduk di bangku plastik, si ibu penjual langsung menyapa penulis : “Eh, merdeka, ya!” katanya sambil tersenyum lebar. Penulis tahu kemana arah pembicaraannya. Benar saja, issu tentang dicekalnya ibu gubernur sampai menghilangnya keluarga ini dari pantauan publik, jadi obrolan hangat di sela-sela melayani pembeli. Bahkan asisten-nya yang membantu menggoreng pun ikut terlibat obrolan itu. Tampaknya masyarakat Banten memang sudah geregetan dengan ulah keluarga besar ini yang secara sistematis menguasai hampir semua posisi eksekutif dan legislatif di seantero Banten. Kaum ibu yang mengaku selama ini tak tertarik mengikuti berita politik dan kasus yang ditangani KPK, kini seolah bersemangat menyimak perkembangan kasus ini. Bukan soal Akil Mochtar, tapi soal Wawan dan Atut, lalu adakah yang lain setelah ini?

[caption id="attachment_283616" align="aligncenter" width="448" caption="foto : rohilonline.com"]

13811017711909506094

[/caption]

Banyak curhatan khas ibu-ibu dan cerita dari mulut ke mulut yang selama ini seolah hanya dipendam dalam hati sebagian warga Banten, kini dengan bebas diobrolkan. “Saya lagi gak punya duit lho, tapi saya bahagia banget denger kabar ini. Jadi kayak jaman Soeharto mo jatuh dulu” kata si ibu yang disambut tawa yang lain. Yang mengejutkan penulis, ibu-ibu yang selama ini hanya sibuk di dapur dan antar jemput anak sekolah, bukan seorang netter, kini jadi ikut semangat membaca berita di internet untuk mendapatkan berita paling updated. Bukan hanya situs portal berita yang mereka ikuti, juga blog-blog yang membincangkan “kiprah” Ratu Atut dan keluarga besarnya, juga turut mereka kunjungi. Salah satu yang menarik adalah blog bernama Mari Menjarah Banten yang sebagian besar isinya dibenarkan warga. Termasuk kisah riwayat hidup Chasan Sochib, Abah-nya Atut.Cerita tentang “kedigdayaan” Abahnya Atut sebagai dedengkot jawara dan kiprah bisnisnya melalui CV. Sinar Ciomas (SC) yang banyak menangani proyek-proyek dari dana APBD, sebenarnya sejak lama sudah jadi issu di tengah masyarakat kelas menengah dan bawah.

Warga banyak yang sudah mafhum bahwa Wawan, adik kandung Atut, meski tak menduduki posisi di eksekutif maupun legislatif, tapi dialah sang “Gubernur the facto”. Apalagi Metro TV ikut mempopulerkan istilah “Gubernur Jendral” – julukan untuk Wawan – yang semula hanya digunakan kalangan terbatas. Fenomena obrolan warga ini tak hanya dijumpai di sekitar tempat tinggal penulis saja. Teman penulis yang tinggal di daerah Serang bercerita : obrolan ibu-ibu seputar dicekal dan menghilangnya Ratu Atut juga jadi trending topic saat belanja di tukang sayur.

[caption id="attachment_283617" align="aligncenter" width="454" caption="Tampilan blog Mari Menjarah Banten bergambar foto wajah Ratu Atut (screenshoot dok.pri)"]

13811020681381064671

[/caption]

Beragam dugaan pun meruak. Ada yang mengira sang ratu sedang bersembunyi di daerah asal kekuasaan Abahnya. Bahkan –seolah lebih cepat dari wartawan – kaum ibu sudah mendengar kabar bahwa bukan hanya Ratu Atut saja yang menghilang, adik kandungnya Ratu Tatu (Wakil Bupati Serang) dan adik tirinya Chaerul Jaman (Walikota Serang) kabarnya juga sudah tak lagi muncul di kantornya. Umumnya warga Banten sudah geregetan dan tak sabar menunggu KPK menetapkan Atut jadi tersangka dan menangkapnya seperti adiknya.

Sebagian lagi ada yang khawatir dan ikut mendoakan agar para pimpinan KPK bisa bertahan, secara fisik tidak kelelahan dan juga mampu bertahan dari gempuran metafisik seandainya ada. Kekhawatiran khas ibu-ibu – yang bukan tak beralasan –karena mereka mengenal sosio kultural daerah setempat, termasuk sejarah keluarga ini dalam membangun “dinasti kerajaan” Banten yang kerap menggunakan kekuatan jawara. Kisah perseteruan Atut vs Marissa Haque pada Pilgub 2006 lalu pun kembali jadi rumpian hangat ibu-ibu. Kabarnya, di beberapa daerah perolehan suara Marissa mengungguli Atut. Kepopuleran Marissa sebagai artis cantik dengan mudah merebut simpati kaum ibu. Tapi konon, banyak teror kemudian menimpa warga di sana.

Entah sejauh mana kebenarannya, namun rumpian semacam ini sebenarnya bukan hal baru, sudah beberapa kali penulis mendengarnya. Menurut salah seorang teman penulis, ketika Marissa berniat menggugat Atut terkait dugaan ijazah palsunya, salah satu koran lokal kemudian memuat karikatur bergambar golok. Tak heran jika kini di grup-grup BBM pun beredar gambar lucu tentang Atut, misalnya foto Atut yang sedang menelpon lalu diberi dialog seolah ia sedang mengadu pada Abahnya dan minta segera dikirimkan golok.

[caption id="attachment_283618" align="aligncenter" width="333" caption="Gambar yang beredar di grup BBM (foto dari grup BBM)"]

13811022141029326493

[/caption]

Tak hanya foto olok-olok, di BBM beredar pula broadcast message tentang gurita politik keluarga Atut yang menguasai kursi eksekutif dan legislatif baik semua linii, mulai tingkat Kabupaten sampai DPR dan DPD RI. Sebenarnya broadcast semacam ini bukan hal baru. Sekitar 2 tahun lalu ketika Chasan Sochib meninggal, ucapan seolah “turut berduka cita” pun dibumbui dengan sarkasme “sukses” keluarga ini membangun dinasti di Banten. Hanya saja, broadcast kali ini jadi lebih relevan dan aktual, karena dilengkapi nama-nama baru yang akan berlaga atau nama-nama lama yang akan kembali berlaga di 2014 nanti. Ada hikmahnya juga broadcast macam ini, sebab bisa jadi cara yang lumayan efektif untuk memberitahu masyarakat agar pada 2014 nanti jangan lagi pilih anggota keluarga ini. Apalagi BBM kini sudah jadi sarana komunikasi yang populer, sampai di kampung-kampung di Lebak dan Pandeglang pun orang sudah punya BB dan bisa BBM-an. Semoga saja ini bisa sekaligus jadi pencerahan bagi masyarakat dan pendidikan politik agar hati-hati memilih pemimpin dan wakil rakyat, tak melulu mengandalkan popularitas lewat baliho dan bagi-bagi sembako.

Itulah fenomena yang penulis tangkap. Begitu besar harapan warga agar KPK mampu bergerak cepat. Apalagi ada berita di detik.com bahwa pada Jumat sore di rumah Wawan datang sebuah taksi berwarna biru yang kemudian salah seorang security yang bekerja di rumah Wawan pergi naik taksi entah kemana, sambil membawa koper hitam besar yang dimasukan ke dalam bagasi taksi. Bahkan, Kompas.com memberitakan putri kedua Atut sudah mengangkuti 2 koper besar dari rumah Atut di Intercon. Sebelumnya dikabarkan bahwa sepanjang Sabtu rumah di komplek elite di Jakarta Barat itu ramai dikunjungi orang-orang dekatnya yang hilir mudik dengan mobil-mobil mewah berplat nomor Banten, meski hingga kini Atut tak diketahui keberadaannya. Sungguh tak masuk akal, dimana kebiasaan Atut setiap bepergian di wilayah Banten saja rombongan kawalannya sangat panjang. Mana mungkin sekarang tak satupun ajudan Atut tahu dimana majikannya berada.

[caption id="attachment_283619" align="aligncenter" width="380" caption="Security yang keluar dari rumah Wawan sambil membawa koper besar lalu pergi naik taksi (foto : detik.com)"]

1381102373347775891

[/caption]

Meski sudah dicekal bepergian ke luar negeri, segala kemungkinan tetap bisa terjadi. Jangan sampai KPK gigit jari karena semua barang bukti sudah “diamankan”. Apalagi sang ratu Banten ini dicekal KPK bukan saja terkait kasus suap sengketa pilkada Lebak. Berdasar surat permohonan cekal KPK, Atut dicekal terkait dugaan korupsi sengketa pilkada di seluruh wilayah Banten selama kurun waktu tahun 2011–2013. Setidaknya ada 6 sengketa pilkada yang masuk ke MK, yaitu : Pilkada Gubernur Banten (gugatan atas kemenangan Atut–Rano pada 2011), Pilkada Walikota Serang (adik tiri Atut), Pilkada Walikota Tangerang Selatan (adik ipar Atut, istri Wawan), Pilkada Tangerang, Pilkada Bupati Pandeglang dan yang terbaru Pilkada Bupati Lebak. Tentu kelengkapan dokumen sebagai barang bukti sangat penting bagi KPK. Warga Banten sebenarnya memahami kesibukan dan kesulitan KPK. Desakan agar KPK segera memeriksa Atut tak lain karena warga Banten tak ingin KPK kehilangan jejak sehingga hanya berhenti sampai di Wawan saja, hanya suap pada sengketa Pilkada Bupati Lebak saja yang terungkap.

[caption id="attachment_283624" align="aligncenter" width="468" caption="Andiara Aprilia Hikmat, putri Atut membawa pergi 2 buah koper besar (foto :kompas.com)"]

13811026681379170764

[/caption]

Semoga, langkah KPK menangkap Wawan dan mencekal Atut bisa membuat warga Banten di daerah-daerah yang selama ini sengaja dibiarkan tertinggal, tak pernah dibangun infrastrukturnya, bisa terbuka wawasannya. Bahwa deretan belasan mobil mewah di rumah Wawan itulah salah satu penyebab jalanan ke kampung mereka tak pernah dibangun. Mereka harus tahu, bahwa jika salah satu saja mobil mewah itu dijual dan dananya dikembalikan ke APBD, anak-anak mereka yang hendak sekolah tak perlu lagi bergelantungan pada seutas tali ala Indiana Jones untuk menyeberangi sungai yang deras arusnya. Bahwa biaya renovasi rumah dinas gubernur dan harga sewa rumah pribadi ibu Atut yang semua dibayari APBD, sesungguhnya bisa memperbaiki sekolah yang sudah hampir runtuh, sehingga tak perlu ada lagi sekolah ambruk sampai menewaskan siswanya seperti 2 tahun lalu.

Sudah cukup lama rakyat Banten bersabar, menahan diri dan sebagian lainnya sengaja tak diberdayakan agar tetap bisa diarahkan untuk memilih calon yang mana pada setiap ajang pemilihan kepala daerah atau pemilu legislatif. Inilah saatnya KPK berpacu dengan waktu, menunjukkan pada rakyat Banten, apa saja yang telah dilakukan Gubernurnya selama ini. Pemilu 9 April 2014 masih 6 bulan lagi. Para calon yang akan berlaga menjadi caleg atau calon DPD– termasuk banyak keluarga Atut – tentu butuh dana sangat besar untuk biaya kampanye : pasang spanduk, baliho, poster di seantero daerah pemilihan, bagi-bagi paket sembako, kaos, kerudung untuk ibu-ibu majelis taklim di kampung-kampung, sampai amplop untuk serangan fajar. KPK harus segera menghentikannya dengan mengungkap kasus-kasus yang melibatkan Atut.

[caption id="attachment_283625" align="aligncenter" width="404" caption="Deretan mobil mewah di garasi rumah Wawan (foto : news.liputan6.com)"]

13811027731292091585

[/caption]

Untuk para aktivis anti korupsi dan gerakan mahasiswa, jika berdemo dan menyampaikan aspirasi di wilayah Banten dirasa tak kondusif, sebaiknya langsung ke KPK saja, menyerahkan data yang valid demi membantu KPK mempercepat penyidikan. Selama ini sudah banyak kerja KPK yang didukung laporan masyarakat. Jangan sampai aspirasi mahasiswa dibenturkan dengan para jawara yang hanya akan jadi bentrok fisik, sudah pasti mahasiswa kalah. Selama ini, aparat kepolisian pun tak nampak berpihak pada pendemo, bisa jadi karena pengaruh Atut masih kuat. Karena itu, jangan sampai rakyat Banten diadu domba sehingga timbul bentrok horisontal. Selamat bekerja KPK, harapan rakyat tertumpu padamu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline