Lihat ke Halaman Asli

Ira Oemar

TERVERIFIKASI

Jalan Panjang Memakzulkan Atut (bag.1) : Bukan Legislatif Tapi Legislatut

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1389086264147675332

[caption id="attachment_304550" align="aligncenter" width="624" caption="foto : kompas.com"][/caption]

DESAKAN PEMAKZULAN ATUT DI SIDANG PARIPURNA DPRD BANTEN

Senin, 6 Januari kemarin, DPRD Provinsi Banten menggelar Sidang Paripurna pembukaan masa sidang ke-3. Sayangnya, sidang yang sudah sempat molor sampai sejam itu tetap sepi, bahkan kursi Pimpinan DPRD hanya diisi oleh 2 orang Wakil Ketua saja, Asep Rahmatullah dan Eli Mulyadi, yang akhirnya memimpin rapat. Sementara Ketua DPRD Banten, Aeng Haerudin juga kedua wakilnya, Ei Nurul Khotimah dan Suparman tidak hadir dengan berbagai alasan. Sebelum rapat ditutup, Muflikhah, Sekretaris Fraksi PPP melakukan interupsi dengan mempertanyakan keabsahan Rapim yang diklaim oleh Ketua dan 4 orang Wakil Ketua Dewan. Sebab Fraksinya merasa tidak dilibatkan, padahal berdasarkan tatib dewan, rapim juga harus melibatkan unsur fraksi dan komisi.

Hasil Rapim tersebut dinilai tak mencerminkan sikap lembaga Dewan karena masih mempertahankan Atut sebagai Gubernur Banten. Menanggapi interupsi dari Sekretaris Fraksinya, Ketua Fraksi PPP Ma'mun Muzakki pun mendesakkan agar pimpinan dewan segera menggelar rapat paripurna untuk menyikapi kondisi Banten saat ini. Intinya : Fraksi PPP DPRD Banten mendesak agar Atut Chosiyah segera mundur dari jabatan karena roda pemerintahan di Pemprov Banten terganggu sejak Atut ditahan KPK. “Kami mengharapkan, Gubernur Atut bersikap legowo untuk mundur,” jelas Ma’mun Muzakki. Menurutnya, Pimpinan Dewan harus bisa menjelaskan kepada publik melalui sidang paripurna mengapa Atut tetap dipertahankan menjadi gubernur Banten.

Menurut Eli Mulyadi, dalam waktu dekat Komisi I DPRD Banten bersama seluruh Pimpinan Dewan dan Pimpinan Fraksi akan bertemu Mendagri untuk membahas kondisi Banten. Oleh karenanya Ma’mun Muzakki menegaskan bahwa rapat paripurna harus digelar sebelum berkonsultasi dengan Mendagri, karena hasil rapat paripurna itulah yang bawa ke Mendagri. Tentu saja usulan Fraksi PPP itu ditentang anggota Fraksi Golkar. Fahruroji dari Fraksi Golkar mengusulkan agar digelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) dulu, barulah nanti Bamus yang mengagendakan paripurna. Akhirnya, yang disepakati adalah usulan Fraksi PPP dibawa ke rapat Bamus dalam waktu dekat.

[caption id="attachment_304553" align="aligncenter" width="546" caption="foto : nasional.kompas.com"]

1389086827477817778

[/caption]

Memang, wacana pemakzulan Atut oleh DPRD Banten ini meski gaungnya sudah sejak Atut ditetapkan ditahan, namun hingga kini tak kunjung ada keputusan bahkan terkesan melempem. Sebenarnya inisiatif pengajuan hak angket untuk memakzulkan Atut dari jabatannya sebagai Gubernur Banten itu dilakukan oleh Agus Wisas, Anggota Fraksi PDIP yang juga Ketua Komisi I DPRD Banten. Agus Wisas yang mempelopori penandatanganan hak angket beralasan legitimasi Atut sebagai gubernur sudah cacat moral. "Sangat tidak patut dan di luar kondisi normal, seorang gubernur mengendalikan roda pemerintahan dari balik jeruji. Akan banyak keterbatasan serta kendala manakala situasi ini dipaksakan hingga berbulan-bulan”, katanya. DPRD Banten mempunyai kewajiban untuk memastikan agar kinerja kepala daerah dan perangkatnya berjalan optimal. Juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap nama baik Provinsi Banten dan pemerintah. Sebab ditinjau menggunakan standar moral dan etika apa pun, tidak ada kepantasan seorang kepala daerah memerintah dari balik jeruji penjara. Itulah antara lain alasan Agus menggagas hak angket.

Untuk memenuhi hak angket itu paling sedikit harus didukung 10 orang anggota dewan yang terdiri dari lebih dari satu fraksi. Ironisnya, inisiatif itu justru mendapat tantangan dari internal Fraksi PDI-P itu sendiri. Rekan se-fraksi Agus, Sukira, mengatakan bahwa hak angket yang diajukan Agus Wisas itu merupakan sikap individu, sedangkan sikap PDIP sebagai sebuah partai belum memerintahkan. Bahkan Fraksi PDI Perjuangan cenderung tidak mendukung langkah yang dilakukan Agus Wisas, lewat pernyataan Ketua Fraksi PDIP Tri Satriya Santosa, bahwa fraksinya lebih menyerahkan pada proses hukum di KPK dan Kemendagri untuk menonaktifkan Atut.

Pun juga sejumlah fraksi pendukung Ratu Atut Chosiyah di DPRD Banten menolak usulan hak angket untuk memakzulkan Atut. Suparman, Wakil Ketua DPRD Banten dari Fraksi Golkar menolak keras adanya hak angket. Fraksi Hanura DPRD Banten, pada 2 Januari lalu menggelar rapat internal untuk memutuskan sikap dan hasilnya : 4 anggota fraksi Hanura tidak sepakat dengan hak angket dan mengusulkan agar dilakukan hak menyatakan pendapat. Anggota Fraksi Hanura Eli Mulyadi, mengaku pihaknya menjunjung tinggi prinsip hukum yaitu asas praduga tak bersalah terhadap Atut sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. PKS pun tegas menolak adanya upaya hak angket yang digagas Agus Wisas.

[caption id="attachment_304558" align="aligncenter" width="538" caption="Tak mudah bagi staf Pemprov untuk menjenguk Atut di rutan tanpa seijin KPK (foto : news.liputan6.com)"]

1389087517559121516

[/caption]

Hanya Fraksi PPP yang menyatakan bahwa fraksinya secara bulat dan utuh mendukung sepenuhnya pengajuan hak angket, karena hak tersebut diatur undang-undang dan tata tertib dewan. Menurut Ketua Fraksi PPP : 5 anggota Fraksi PPP DPRD Banten siap menandatangani pengajuan hak angket tersebut. “Kami dukung sepenuhnya, kapan pun pengajuan itu disampaikan, akan langsung kami tandatangani," kata Ma’mun Muzakki.

Lain DPRD, lain pula sikap mahasiswa Banten. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Banten, Usep Mujani, menilai penggunaan hak angket tersebut adalah itikad baik DPRD Banten dalam rangka memulihkan kembali moral politik pemerintahan Banten. Hal itu membuktikan keseriusan DPRD dalam mengawal pemerintahan Banten. Jika Atut tetap tak mau mundur, maka tak ada niat baik Atut untuk ikhlas dan bijaksana dalam melihat persoalan di Banten, karena itu . langkah pemakzulan yang ditempuh DPRD Banten merupakan solusi terakhir apabila Atut tidak legowo mengundurkan diri. Menurutnya, mahasiswa Banten akan turut serta mendukung penuh peroses pemakzulan Atut Chosiyah hingga tuntas.

TAK ADA LAGI LEGISLATIF, YANG ADA LEGISLATUT

Alotnya proses untuk memakzulkan Atut, bukan semata karena DPRD Banten dikuasai oleh Partai Golkar. Dari uraian di atas, bisa dilihat bahwa pada umumnya anggota DPRD Banten tak ingin head to head dengan Atut. Mereka tak ingin terlibat turut serta memakzulkan Atut, meski faktanya sejumlah tugas belum didelegasikan oleh Atut kepada Wagub Banten. Metro TV membahasnya dalam tayangan Realitas, Senin (6/1) malam. Padahal, menjenguk Atut di rutan Pondok Bambu untuk meminta tanda tangan Atut dan sejumlah tugas pemerintahan lainnya, haruslah atas ijin KPK. Keluarga Atut sendiri baru mendapat ijin menjenguk Atut pada hari ke-5 setelah Atut di tahan, yaitu pada 24 Desember 2013. Artinya, tidaklah mudah menjalankan roda pemerintahan dari balik rutan. Selama bertahun-tahun Atut memimpin Banten secara langsung saja hasilnya tak bisa dinilai baik, apalagi jika dilakukan dari balik dinding lapas dengan berbagai kendalanya.

[caption id="attachment_304559" align="aligncenter" width="300" caption="Dahnil Anzar Simanjuntak (foto : jaringnews.com)"]

13890875951446794812

[/caption]

Minimnya dukungan parlemen setempat untuk memakzulkan Atut, tak lain karena DPRD Provinsi Banten memang telah “dikuasai” oleh “keluarga Atut”. Sebagaimana yang dikatakan seorang aktivis Jaringan Warga untuk Reformasi (Jawara) Banten Dahnil Anzar Simanjuntak, bahwa legislatif di Banten telah terkooptasi, yang seharusnya mengawasi jalannya pemerintahan, justru bersekongkol dengan dinasti Atut. Dahnil menyebut DPRD Banten seolah tak memiliki hakbudgetkarena semua itu diatur oleh Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, adik Atut yang kerap disebut memimpin “dinasti bisnis” keluarganya. Itulah sebabnya, meski anggaran APBD Provinsi Banten terbilang besar, namun tidak berpihak pada masyarakat Banten. Cukup masuk akal jika dalam banyak pemberitaan selalu diliput kemiskinan parah di berbagai wilayah seantero Banten, namun kehidupan keluarga Atut justru bergelimang kemewahan. Atut dikenal memiliki sejumlah rumah mewah nan luas, sedangkan Wawan diketahui memiliki koleksi sejumlah mobil mewah.

“Di Banten itu tidak ada legislatif, adanya legislatut”, pernyataan Dahnil itu untuk menggambarkan betapa Atut tidak hanya menguasai Pemerintahan di sana, namun juga mengendalikan banyak partai, tak hanya sebatas partai Golkar. Masih menurut Dahnil, banyak caleg asal parpol selain Golkar yang dulu dibiayai oleh Atut untuk nyaleg. Bahkan, meski praktik korupsi di Banten cenderung primitif atau mudah diungkap, modusnya berkisar pada potong memotong APBD, namun hal itu tetap “aman” selama bertahun-tahun, karena kinerja legislatif nyaris sunyi. "Ini semua akibat dinasti rente Atut yang bisa mengendalikan semua partai di Banten. Atut bukan hanya mengendalikan Golkar tapi semua partai di DPRD Banten di bawah genggamannya," kata Dahnil yang juga dosen di Universitas Tirtayasa, dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini, sehari pasca penahanan Atut oleh KPK. Dahnil tak ragu menyebut berbagai partai yang ada di Banten kecipratan permainan Atut selama ini, sehingga memilih diam menikmati kekuasaa orang nomor satu di Banten itu. “APBD Provinsi Banten sangat besar. Tapi ironisnnya, masyarakat Banten sangat miskin. Dan inilah fakta sosial yang dialami masyarakat Banten”, sambung Dahnil.

Dahnil menyebut aktivitas legislatif di Banten selalu mengikuti apa yang dikatakan Atut. Tampaknya apa yang dikatakan Dahnil ini tak berlebihan. Contoh nyata yang belum lama diributkan, (sekitar 1,5 bulan sebelum Atut dicekal) yaitu tentang rumah dinas Gubernur. Meski sebelumnya Atut telah mengajukan dana lebih dari Rp. 16 milyar untuk merenovasi rumah dinas, tapi faktanya rumah dinas tersebut dibengkalaikan begitu saja. Atut justru lebih memilih tinggal di rumah pribadinya, namun lucunya Atut meminta agar Pemprov Banten membayar sewa pada dirinya sebesar Rp. 250 juta per tahun, atas rumahnya sendiri yang ditinggalinya sendiri atas kemauannya sendiri. Atut kemudian mengajukan dana pembelian perabot untuk rumah dinas, yang konon – pernah diliput Metro TV dan ditanyakan pendapat warga Banten soal kepantasannya – nilainya mencapai lebih dari Rp. 6 milyar. Tentu saja semua dana itu (dana renovasi rumdin, dana sewa rumah pribadi Atut dan dana pengadaan perabot) diambil dari APBD Banten. Bagaimana bisa semua kekonyolan itu bisa terjadi tanpa “direstui” DPRD Banten?! Maka, pernyataan Dahnil sepertinya memang benar.

Maka, penolakan atas pemakzulan Atut oleh mayoritas anggota DPRD Banten bukanlah sesuatu yang patut diherankan. Pada bagian 2, akan dipaparkan bagaimana DPRD Banten mendapat  hadiah sejumlah mobil mewah dari Wawan dan bagaimana pula sesungguhnya rakyat Banten telah mencabut mandatnya terhadap Atut.

[caption id="attachment_304560" align="aligncenter" width="624" caption="Masyarakat Pembaruan Banten menggunduli rambutnya setelah Atut ditetapkan ditahan (foto : nasional.kompas.com)"]

1389087656131313738

[/caption]

Bagian 2 dapat dibaca di sini : LEGISLATUT VS MANDAT RAKYAT

Rujukan :

1.news.detik.com : Paripurna DPRD Banten Hujan Interupsi Soal Angket Pemakzulan Atut

2.www.beritasatu.com : Fraksi PPP DPRD Banten Desak Atut Segera Mundur

3.www.beritasatu.com : Pemakzulan Atut Menuai Pro Kontra di Internal DPRDP Banten

4.tribunnews.com : Himpunan Mahasiswa Banten Dukung Pemakzulan Atut

5.nasional.kompas.com : Jawara di Banten Tak Ada Legislatif Tapi Legislatut

6.jaringnews.com : Pengamat di Banten Yang Ada Legislatut Bukan Legislatif

7.lensaindonesia.com : Di Banten Tidak Ada Legislatif Adanya Legislatut

8.news.okezone.com : Banten Hanya Ada Legislatut Bukan Legislatif




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline