Lihat ke Halaman Asli

Ira Oemar

TERVERIFIKASI

Astaga! Afriani Ternyata Memang Cuek Banget!

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1327384561708005316

Ada hal menarik di acara AKI Pagi TV One, yang menahan saya untuk tak beranjak dari depan TV. Pagi tadi TV One menyajikan wawancara dengan keluarga korban meninggal serta kesaksian dari saksi mata yang mengalami langsung kejadian nahas di Tugu Tani pada hari Minggu menjelang siang, 22 Januari 2012. Sebenarnya sejak Minggu sore sudah banyak berita tentang ini dan Senin sore hampir semua TV berita menyiarkan wawancara dengan keluarga korban dan saksi mata. Tapi kali ini lebih kepada mengkonfirmasi niatan keluarga korban – utamanya korban meninggal warga Tanah Tinggi – yang bermaksud akan “menuntut balas” kepada pelaku tabrakan maut, jika kelak hukuman yang dijatuhkan kepada Afriani dianggap terlalu ringan.

Rupanya ketidakpercayaan yang begitu besar dari masyarakat – terutama keluarga korban – membuat mereka merasa perlu untuk mengawal proses hukum atas kasus ini dengan sebuah ancaman. Seorang bapak yang tak lain bapak angkat dari korban Ari – seorang bocah kelas 3 SD yang sehari-hari usai sekolah mengamen dan sore harinya bekerja sebagai penjaga parkir – bahkan sempat mengatakan bahwa dia pun sanggup untuk membuat “perhitungan” dengan pelaku. Keluarga korban mengaku bisa mengikhlaskan kepergian anggota keluarganya, namun penyebab dari kecelakaan maut itu tetap harus diberikan hukuman yang setimpal.

Selain keluarga korban, TV One juga menghadirkan Zulhendri – remaja yang sejak pemberitaan langsung dari lokasi kejadian sudah dijadikan nara sumber oleh wartawan TV – yang tak lain adalah teman para korban yang sama-sama usai bermain futsal. Juga ada telewicara dengan seorang Bapak bernama Suwarto, saksi yang sudah pulang ke Surabaya, tapi mengaku siap jika diminta datang sebagai saksi. Pengakuan Pak Suwarto inilah yang menarik dan baru kali ini saya dengar.

Pak Suwarto – lelaki paruh baya, saya taksir usianya sudah pertengahan 50-an tahun – pada saat kejadian ada di lokasi dan termasuk yang selamat dari sambaran Xenia maut. Sejenak beliau mengaku shock dan begitu shock-nya hilang, Pak Suwarto langsung mendekati mayat-mayat yang bergelimpangan. Beliau memastikan mana mayat yang sudah tewas seketika, yaitu yang sudah tak ada lagi detak nadinya. Lalu mayat-mayat itu disedekapkan tangannya, seperti posisi jenazah dalam agama Islam. Sedangkan yang dirasa masih ada denyut nadi, langsung dinaikkan ke mobil bak terbuka untuk dilarikan ke RS. Masih ada seorang Ibu yang posisinya di dekat halte, pada saat didekati Pak Suwarto, katanya mata Ibu tersebut masih terbelalak.

Usai memperlakukan para korban tewas, Pak Suwarto langsung menuju ke Xenia, mengetuk kacanya dan meminta pengemudi keluar. Kalimat pertama yang meluncur dari bibir Pak Suwarto : “Mbak, Mbak-nya mabuk ya?”. Lelaki paruh baya yang tampak sabar itu justru mengaku balik dimaki oleh Afriani. Tapi Pak Suwarto tidak bisa memahami dengan jelas maksud makian Afriani, karena menurutnya diucapkan dalam bahasa yang dia tidak mengerti. “Lha saya orang Jawa, Mbak” kata Pak Suwarto kepada host acara AKI Pagi. Lho, kalau tak tahu artinya, bagaimana Pak Suwarto tahu Afriani memaki? Dari mimik muka dan ekspresi Afriani! Bukankah komunikasi bukan hanya verbal?

Menurut Pak Suwarto, Afriani menatapnya dengan tatapan mata menantang dan seolah merendahkan. “Sombong” kata Pak Suwarto, “ Sepertinya menganggp saya ini gembel”. Mungkin di mata Afriani yang terbiasa bergaul dengan sesama party goers dari kalangan tajir, penampilan Pak Suwarto “gak level” dengannya. Itu sebabnya Afriani bisa balik memaki Pak Suwarto. Setelah membentak Pak Suwarto, Afriani dengan santai mengambil jilbab dan mengenakannya.

Kendati demikian Pak Suwarto lah yang menyuruh Satpam di Departemen Perdagangan untuk mengamankan Afriani agar tak diamuk massa. Pak Suwarto pula yang memberitahu Afriani bahwa ia sudah menabrak mati banyak orang. “Bagaimana kalau keluargamu yang jadi mayat seperti itu?”, tanya Pak Suwarto yang sama sekali tak dijawab Afriani.

Polisi baru datang ke TKP sekitar 20 menit kemudian, karena dilapori oleh salah satu remaja yang juga usai bermain futsal, dia mencari polisi yang sedang bertugas di sekitar TKP. Setelah Afriani dibawa ke kantor Polisi, saksi Zulhendri dan beberapa orang diberi kesempatan oleh Polisi untuk melihat pelaku. Menurut keterangan Zulhendri, saat itu ia dan teman-temannya sudah akan berdiri dan memukul pelaku, tapi ditenangkan oleh Polisi. Kesan Zulhendri, Afriani itu santai bahkan masih cengengesan dan tidak merasa bersalah. Tampak jelas dalam tayangan TV bagaimana Afriani dan rekan-rekannya justru asyik memencet-mencet gadgetnya.

Saya tak tahu, apakah pengaruh narkoba bisa se-ekstrim itu? Dari cerita dan alasan beberapa artis dan komedian yang pernah menjadi pengkonsumsi narkoba, tampaknya narkoba selalu jadi jalan keluar untk mendapatkan rasa percaya diri dan keberanian. Itu sebabnya mereka beralasan memakai narkoba saat hendak manggung, baik untuk pentas nyanyi maupun melawak. Pilot Lion Air yang tertangkap nyabu 2 minggu lalu, kabarnya juga selalu mengkonsumsi shabu untuk memulihkan staminanya. Semakin dia harus terbang dengan jadwal yang padat, makin tinggi dosis yang dikonsumsi. Benarkah begitu? Narkoba jadi semacam obat kuat : kuat sakit, kuat malu, kuat takut dan kuat mental melihat penderitaan orang yang meregang nyawa sekalipun!

Afriani Susanti mengaku mengkonsumsi beberapa jenis narkoba, ecstasy dan shabu. Sedangkan 3 temannya juga mengkonsumsi narkoba, yaitu mengisap ganja. Menurut seorang penelpon yang memberikan pendapatnya secara interaktif di TV, efek dari mengisap ganja meski hanya sedikit sudah bisa membuat orang naik motor saja bergetar tak keruan. Nah, kalau demikian, akankah Panji Pragiwaksono – host acara Provocative Proactive – dan beberapa orang lainnya masihkah bisa berbangga mengkampanyekan agar ganja dilegalkan saja? Karena menurut mereka ganja sama sekali tidak berbahaya, masih lebih berbahaya rokok!

Mendengarkan kesaksian Pak Suwarto dan Zulhendri akan ke-cuek-an Afriani, dan membaca berita di sini : http://m.detik.com/read/2012/01/23/191217/1822702/10/di-tahanan-afriyani-enjoy-dan-tak-terlihat-shock, saya benar-benar tak mengerti manusia macam apa Afriani ini. Terbuat dari apakah hatinya? Tiba-tiba saya ingat lagu Ruth Sahanaya yang populer pertengahan dasawarsa ’80-an, judulnya ASTAGA! Berikut penggalan syair lagi Uthe yang pas untuk Afriani dan teman-teman :

Sementara yang lainnya hidup seenaknya.

Seakan waktu tak ‘kan pernah ada akhirnya.

Hanya mengejar kepentingan diri sendiri lalu cuek akan derita sekitarnya

O…oh…, astaga! Apa yang sedang terjadi?!

O…oh…, astaga! Hendak kemana semua ini?!

Bila kaum muda sudah tak mau lagi peduli.

Mudah putus asa dan kehilangan arah…. Oh astaga!!!

Saya berharap Polisi bisa berlaku adil dan menuntut pelaku dengan pasal berlapis agar tak terbuka peluang bagi Afriani untuk dihukum ringan. Sebab jika tidak demikian, sama saja Polisi mengijinkan pengadilan massa yang bergerak. Rasa sakit hati dan kehilangan serta duka mendalam keluarga korban mungkin akan sedikit terobati jika pelakunya dihukum setimpal. Tapi jika sampai dihukum ringan – karena ada indikasi pelaku di becking orang kaya yang bisa membeli hukum – itu sama halnya dengan menaburkan garam ke luka hati keluarga korban.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline