Kesempatan pulang ke Surabaya kemarin, sudah saya niatkan untuk menyempatkan diri berkunjung ke Kebun Binatang Surabaya (KBS) yang belakangan ini ramai dibincangkan banyak media massa, bahkan sebuah tabloid luar negeri, Daily Mail, menjulukinya kebun binatang terkejam di dunia. Anehnya, segala macam keburukan KBS itu baru mencuat belakangan ini, ketika KBS sudah diambil alih pengelolaannya oleh Pemerintah Kota Surabaya yang sekarang dipimpin ibu Tri Rismaharini. Sangat tak masuk di logika akal sehat saya, sebab Bu Risma yang sejak jadi Kadis Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya, sudah dikenal sebagai penggagas konsep kota yang lebih hijau dan asri. Jadi kalau beliau punya concern yang besar terhadap pentingnya flora, rasa-rasanya janggal kalau beliau membiarkan tindak kekejaman pada fauna terjadi di KBS.
Awalnya saya janji bertemu sahabat Kompasianer Aridha Prasetya di KBS. Sayangnya Bu Aridha mendadak mendapat kabar kalau ada keluarganya yang meninggal dunia di Gresik, sehingga kami batal bertemu. Bu Aridha lalu mengenalkan saya pada temannya, Mbak Sutini, yang bekerja di bagian akunting KBS. Mbak Sutini dengan ramah menerima telepon saya, lalu berjanji akan mempertemukan saya dengan Humas KBS esok paginya jam 9. Sayangnya, ketika Selasa, 11 Pebruari 2014, jam 9 pagi saya sudah di KBS, Bapak Agus Supangkat, Humas KBS belum bisa ditemui karena kesibukannya sampai siang hari. Saya pun terpaksa pulang karena ada urusan lain yang harus diselesaikan. Tapi tak ada yang sia-sia, karena hari itu saya bisa memotret sejumlah satwa dalam perawatan dan ngobrol banyak hal dengan para ‘keeper’ satwa – pekerja level paling bawah dalam struktur kepengurusan KBS – dan mendengarkan opini mereka yang cukup menyentuh hati saya.
[caption id="attachment_312463" align="aligncenter" width="461" caption="Salah satu rombongan siswa TK dan para ortu dan guru mereka yang saya temui dari beberapa rombongan anak sekolah."][/caption]
Petang harinya saya hubungi Pak Agus langsung ke ponselnya yang nomornya diberikan Mbak Sutini, Alhamdulillah beliau bersedia bertemu saya esoknya jam 10 pagi. Keesokan harinya, saat saya telepon Pak Agus, beliau rupanya sedang meeting, kami baru bisa bertemu sekitar jam 11.20-an. Banyak jurnalis, baik yang resmi mengenakan kartu pers maupun yang tidak, lalu lalang di sekitar kantor Sekretariat KBS. Pak Agus menerima saya di beranda bagian informasi, sehingga kami bisa santai sambil menikmati segarnya udara dan gemericik air dari air mancur.
Saat ini, KBS yang sudah ada sejak tahun 1916 adalah kebun binatang yang memiliki jumlah satwa terbanyak dari seluruh kebun binatang di Indonesia. Koleksi satwanya berjumlah 3.459 satwa yang terdiri dari 199 jenis satwa. Sebanyak 84 satwa di antaranya, kini dalam kondisi sakit, cacat, dan sudah tua. Bahkan 40 satwa di antaranya sudah dalam posisi tua dalam artian telah melebihi batas life spent-nya. Misalkan singa life spent-nya 15 tahun, sedangkan yang ada di KBS usianya bisa mencapai 17 tahun. Salah satu penyebab kematian satwa adalah kondisi tua dan sakit.
Sebenarnya, menurut Pak Agus, upaya-upaya untuk membuat satwa lebih sejahtera justru serius dilakukan sejak pengelolaan KBS diambil alih Pemkot Surabaya pada 15 Juli 2013, melalui PD TS KBS (Perusahaan Daerah Taman Satwa Kebun Binatang Surabaya). Salah satu penyebab sakitnya satwa, berdasarkan penelitian laboratorium, adalah karena kualitas air minum yang tidak bagus. Sejak berdiri hampir seabad yang lalu, KBS menggunakan sumber air dari Kali Surabaya. Tentu seabad yang lalu kualitas airnya masih sehat, bersih, segar. Namun sekarang kualitas air sudah tercemar. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, sejak diambil alih Pemkot, air minum satwa dipasok dengan air dari PDAM, sambil menunggu selesainya pembangunan water treatment.
Jika dulu banyak terkendala masalah pendanaan, kini tidak lagi, sebab dibantu dengan dana APBD Kota Surabaya. Upaya pembenahan kandang satwa terus dilakukan. Saya melihat sendiri beberapa tukang yang bekerja merenovasi kandang, termasuk membangun sarana bagi satwa, seperti di kandang komodo, misalnya. Luas lahan KBS sekitar 15 hektar, saat ini, pasca ditangani Bu Risma, sudah ada 50 titik rencana pengembangan KBS hingga 5 tahun ke depan. Termasuk renovasi akuarium menjadi under sea world.
Soal fenomena matinya beberapa satwa yang marak diberitakan akhir-akhir ini, Pak Agus menunjukkan data yang selama ini tak pernah dipublikasikan oleh media mainstream pada umumnya. Ibarat suatu kota, tiap bulan pasti ada penduduknya yang lahir dan yang mati, begitu pula KBS, setiap bulan ada saja satwa yang lahir dan yang mati. Data statistiknya sebagai berikut:
TAHUN
SATWA MATI
SATWA LAHIR
2006
479
276
2007
528
207