Lihat ke Halaman Asli

Iraam Naafy

Mahasiswa

Warso Witono : Perintis Dari Anak Tukang Jahit dan Penjual Gorengan

Diperbarui: 16 Januari 2025   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Pribadi

Ayahku, Warso Witono, lahir pada 21 November 1974 di Bandung, Jawa Barat. Ia adalah anak pertama dari lima bersaudara dalam keluarganya. Sejak kecil, Warso Witono sudah menunjukkan sifat pekerja keras dan bertanggung jawab. Meskipun keluarganya tidak berada dalam kondisi ekonomi yang baik, Ia selalu berusaha untuk belajar dan membantu orang tuanya di tempat mereka berjualan. Semangatnya untuk meraih kehidupan yang lebih baik membawa nya ke tempat dimana Ia di bina untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, Warso Witono melanjutkan kehidupan nya dengan bekerja sebagai montir dan apapun yang sesuai dengan kemampuan nya. Dan kemudian setelah malang melintang bekerja, Ia pun mendapat tawaran untuk mengikuti program "Kensushei" dimana program tersebut adalah program untuk magang di negara Jepang. Tanpa berpikir lama Ia pun menerima tawaran tersebut karna Ia merasa bahwa dirinya harus merubah nasib nya dan mengangkat derajat keluarganya menjadi lebih baik. Walaupun pada saat itu orang tua nya sedang dalam kondisi ekonomi yang tidak baik.

Setelah lulus dari program tersebut, Warso Witono kemudian pergi meninggalkan keluarganya dengan sangat sedih menuju penempatan kerja di negara Jepang. Ia meninggalkan keluarganya selama kurang lebih lima tahun di Jepang. Selama di Jepang Ia yang saat itu sudah mempunyai gaji selalu menyisihkan gajinya untuk keluarganya di rumah, mulai dari kebutuhan rumah hingga membantu menyekolahkan ke empat adiknya. 

Dok.Pribadi

Setelah 5 tahun berlalu, Warso Witono pun pulang ke Indonesia dan sesampai nya di Indonesia Ia tidak langsung pulang ke tempat tinggal nya dan bertemu keluarga nya. Dikarenakan saat Ia pulang memang langsung di tugaskan untuk membangun perusahaan yang saat itu masih dalam tahap proses pembangunan. Ia menunjukkan dedikasi dan komitmen yang tinggi dalam pekerjaannya terhadap perusahaan tersebut, sehingga dalam waktu singkat ia diangkat menjadi manajer. Namun, meskipun kariernya semakin cemerlang, Warso Witono tidak pernah melupakan pentingnya keluarga. Ia selalu meluangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarganya.

Setelah itu ayahku Warso Witono menikah dengan ibuku, yang bernama Marnah Widyaningsih pada tahun 2000. Dari pernikahan mereka lahirlah tiga orang anak, yaitu aku, adikku yang pertama Hana, dan adikku yang terakhir Alesya. Ia selalu berusaha menjadi sosok panutan bagi kami. Ia mengajarkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan pentingnya pendidikan. Setiap malam, ia meluangkan waktu untuk membantu kami mengerjakan PR dan menjelaskan pelajaran yang sulit. Momen-momen tersebut menjadi kenangan berharga yang takkan pernah kami lupakan.

Selain sebagai ayah yang penyayang, Warso Witono juga aktif dalam kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggal kami. Ia sering terlibat dalam kegiatan bakti sosial dan penggalangan dana untuk membantu anak-anak yang kurang mampu ataupun anak-anak yatim di desaku. Kini, di usianya yang ke-50, ayahku masih bekerja di perusahaan yang sama, meskipun sampai saat ini ayahku masih memiliki jabatan diperusahaan, Ia tetap rendah hati dan tidak pernah melupakan asal-usulnya. Setiap kali ada kesempatan, ia selalu berbagi pengalaman dan pelajaran hidup kepada generasi muda, berharap mereka dapat mengambil hikmah dari perjalanan hidupnya yang pahit dan penuh rintangan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline