Diawali pada Invitation Tournament Asian Games, saya ditempatkan di department akreditasi, tapi di Games Time kali ini saya mendaftar dan diterima di departemen Media and Public Relation bersama ratusan teman lainnya yang bertugas di masing-masing cabor atau media press center (MPC).
Job spesific training di Hotel Grand Mercure Jakarta Harmoni
Saya merasa sangat beruntung bisa masuk di dalamnya terlebih saya ditempat tugaskan di Istora Senayan, cabor bulutangkis dari tanggal 19 -28 Agustus 2018. Saya dan delapan belas teman saya lainnya memiliki job desk berbeda-beda, Marleve sebagai koordinator.
Ada Alvin dan Encik di F&B (food and beverage) tugasnya menyediakan makanan dan minuman wartawan. Ada Yasmin, Dinda, kak Luvi, dan Indah di Help desk. Marshall photo ada Andrie, kak Tiar, Dika, dan bang Aji yang mengawasi posisi fotografer di media tribune dan lapangan.
Marshall reporter ada Abdul dan mas Anta yang tugasnya mengawal fotografer yang ingin masuk field of play dan memerhatikan tiket fotografer. Alfi di press conference. Juga di Mixed zone ada Sasa, Kiky, Amien, Shofi, dan saya. Kami dibawahi oleh mbak Yuni Kartika sebagai Pic humas, kak Deri sebagai photo manager, dan kak Stephen.
Sebenarnya tugas kami tidak selalu seperti apa yang ditugaskan. Saya tadinya di F&B pindah ke mixed zone, Alfi di press conference sering juga help desk, marshall photo, dan mix zoned. Kami saling mengcover satu sama lain.
Briefing hari pertamadi Istora, Senayan, 9 Agustus 2018
Kegiatan kami setaip hari di mulai dari VPC. Hampir setiap pagi saya dan teman-teman di VPC mengganjal perut dengan makan pop mie.
Di sana teman-teman help desk ada yang memfotokopi jadwal pertandingan, hasil pertandingan, membantu membagikan bibs dan tiket pada wartawan dan lain sebagainya. Mereka, anak-anak help desk yang sangat tangguh.
Menerima keluhan wartawan, dimaki-maki wartawan, tapi mereka juga yang sering jadi model foto wartawan, dikasih pin NOC, dikasih makanan dan lain sebagainya oleh wartawan. Ini terbalik 361o dengan teman-teman yang bertugas di mixed zone. Karena saya bertugas di sana, saya ingin berbagi pengalaman saya ketika betugas di mixed zone.
Kami seakan jadi 'musuh' wartawan. Ada aturan yang tidak memperbolehkan wartawan untuk memfoto dan merekam video, hanya boleh merekam suara atlet untuk diwawancara. Kalau sudah terlanjur ada yang memfoto atau merekam video, tugas kami untuk mengingatkan dan memeriksa galeri foto mereka untuk segera dihapus.
Namun kadang wartawan ada yang tidak mau menghapusnya dan akhirnya kami malah kejar-kejaran, menelepon kak Deri sebagai jalan terakhir atau hanya sekadar kami foto ID Card mereka.