Bulan April depan kita akan menghadapi Pemilihan Umum. Ada beberapa yang harus kita coblos. Ada Pilpres, dan ada Pileg. Sebagai warga Negara yang baik, hendaklah kita melakukan pemilihan dengan rasa senang menyambut pesta demokrasi yang lima tahun sekai itu.
Sejak tahun lalu, suasana memang sudah mulai gaduh terutama untuk Pilpres, sedangkan Pileg cndrung tak terlalu ramai kecuali pemasangan spanduk-spanduk di jalanan yang mengganggu pemandangan. Sedang untuk Pilpres suasana amat panas terutama di media sosial.
Dua pendukung Capres seperti dua pihak saling bersiteru. Saling memojokkan dan mengkritik buta. Juga saling menyerang sampai ke hal hal yang bersifat pribadi. Mereka tak segan untuk membongkar aib dan masa lalu kedua belah paslon untuk menjadi alat untuk saling menjatuhkan.
Itu tercermin pada narasi-narasi, pada grafis-grafis yang ditata sedemikian rupa dan lain --lain. Kadang mereka juga tak segan untuk memelintir ucapan-ucapan Paslon sehingga kesannya jauh dari esensi sebenarnya.
Dan pada Januari, tahap Debat Pilpres dilakukan lima kali sebelum Pemilu pada April 2019. Pada hari Kamis 17 Januari lalu merupakan debat putaran pertama dari dua calon pemimpin kita. Setelah debat kemarin usai, banyak orang menyatakan kecewa pada debat itu karena tidak sesuai dengan ekspektasinya.
Dalam benak mereka yang dibilang sebagai debat adalah tak ada bedanya dengan kelompok pendukung mereka yang sring melakukan provokasi tidak pada tmpatnya, yang membangun narasi-narasi dan tidak mengindahkan etika.
Kita harus sadar bahwa yang muncul pada debat yang disiarkan langsung oleh televisi sejatinya adalah cermin Negara kita. Sehingga debat sebenarnya harus membawa jiwa para capres itu untuk dipercaya mempimpin Negara lima tahun ke depan.
Jiwa atau ruh yang diperlukan oleh Indonesia yang sangat besar ini adalah semangat menjaga perdamaian, menjaga semangat persatuan sehingga bisa membangun Indonesia dengan lebih baik dan supaya lebih sejahtera, adil dan makmur.
Ruh yang harus dibawa oleh pemimpin adalah ruh yang jauh dari semangat membenci dan merusak apa yang sudah dibangun selama ini dengan susah payah. Kebencian sering menjadi pisau penghancur yang bisa menghancurkan sesuatu dalam sekejab.
Perbedaan yang pada awalnya pondasi dan perekat Negara kita , oleh beberapa pihak malah dijadikan pisau itu. Kita harus ingat bagaimana para pendiri bangsa membentuk dan menyatukan Negara kita ini. Yaitu dari perbedaan suku, bahasa dan lainnya, serta dihidupkan dengan ruh persatuan dan kesatuan.
Sehingga hal-hal itulah yang dibawa oleh para calon pemimpin Negara pada setiap langkanya. Pada ruh dan jiwanya. Jiwa itulah yang juga dibawa calon pemimpin Negara kita. Yaitu ruh perdamaian dan kesatuan Indonesia.