Lihat ke Halaman Asli

Iqlima Hatta Wardhani

Halo, saya seorang perempuan 22 tahun yang suka menuliskan pemikiran saya di Instagram, Medium, dan blog pribadi, beberapa kali tergabung dalam project Nulis Bareng yang diadakan beberapa penerbit indie. Karya saya telah menjadi bagian dari 9 buku antologi bersama teman-teman dalam event.

Autentik

Diperbarui: 23 Maret 2024   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

source: pixabay

 "Siapa yang dapat mengetahui pikiran kita, yang kita bagi menjadi mitologi-mitologi kecil kita sendiri? Pikiran, citra, dan gambaran kita terbang dengan bebas. Kuncup hati kita tak dapat digoyahkan oleh apa pun.

            Dunia kecil kita meluas dengan bertambahnya tempat dan orang-orang baru. Ketika kita mengatakan "Aku", kita mengacu pada sesuatu yang sangat unik, berbeda dari orang lain." (hal. 236)

            Shabira tiba di bab tujuh, buku bersampul putih berisikan 471 halaman yang tulisannya kecil-kecil. Saat kuliah dulu, tugas me-review Life Span Development hanya dikerjakannya sekilas --otomatis membacanya tentu juga sekilas. John W. Santrock, nama sang penulis bahkan baru ia dengar di semester pertama, saat kelas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang menurutnya lumayan sulit alih-alih menarik.

            Jadi malam ini, setelah empat tahun menjalani perkuliahan PGSD yang tak benar-benar dinikmatinya, ia baru membaca kembali Life Span Development dengan 'sedikit' kesungguhan. Atau lebih tepatnya, karena kini Shabira bosan dan tak punya buku bacaan lagi selain buku ini.

            Dia bokek, mana punya uang buat beli buku baru?

            "... Ketika kita mengatakan "Aku", kita mengacu pada sesuatu yang sangat unik, berbeda dari orang lain."

            Shabira tertegun di bagian itu, kalimat pembuka di awal bab tujuh tersebut seolah menamparnya. Meski juga sedikit memberi penghiburan bahwa dirinya normal untuk berbeda. Unik. Walau bagaimana pun, ia menyadari bahwa kadang penyebutan kata 'unik' alih-alih 'berbeda' terasa lebih manusiawi.

            Unik berarti kau autentik.

            Berbeda kerap berarti kau terpinggirkan dari dunia.

            Shabira menganggap dirinya berbeda. Aneh. Pada satu waktu ia akan berbicara panjang lebar dengan tempo yang cepat sekali, lalu ketika lawan bicaranya meresponnya dengan tatapan bingung, mendadak ia menjadi seseorang yang bahkan seperti tak mengenal kosa kata. Shabira diam seperti patung dan berhari-hari setelahnya akan hilang minat untuk bicara. Lalu ketika ada yang membuat hatinya senang---memuji tulisan atau gambar kreasinya indah, ia akan begitu bergairah dan kembali berbicara dengan semangat menggebu-gebu seakan-akan tak ada kejadian apa pun kemarin.

            Gadis itu tahu ia dianggap aneh oleh teman-temannya karena suasana hatinya yang sesaat seperti air beriak dan berisik, lalu sesaat kemudian menjelma air danau yang begitu 'diam'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline