Lihat ke Halaman Asli

Empati Problem Stunting, Mahasiswa KKN Kolaboratif 226 Turut Andil dalam Mensukseskan Program Posyandu

Diperbarui: 8 Agustus 2024   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: pribadi

Stunting adalah masalah kesehatan serius yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Di seluruh negara di belahan dunia pasti memiliki permasalahn tersebut dengan segala upaya pencegahannya. Sementara di Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya sehingga prevalensi (persentase) stunting berhasil turun setiap tahunnya. Meski terjadi penurunan yang tajam, Jawa Timur tidak bisa lepas dari perhatian utama pemerintah setempat karena masih tingginya angka stunting. 

 Dalam skala provinsi se-Jatim, prevalensi stunting Jember menjadi perhatian utama karena tingginya angka stunting sehingga dampaknya signifikan terhadap kualitas hidup anak-anak dan potensi masa depan mereka.

  Jika di tahun 2022 angka prevalensi stunting naik 11 poin sehingga mencapai 34,9% atau sekitar 35.000 balita (SSGI, 2022), sementara berdasarkan data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI), untuk tahun ini prevalensi stunting di Jember berhasil turun sekitar 5,2% dari 34,9% menjadi 29,7%. Angka ini masih menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan, meskipun terdapat upaya-upaya untuk menurunkannya. Mengingat pula di dua tahun yang lalu Jember sempat menduduki peringkat pertama atas tingginya angka stunting. Namun demikian penurunan yang nampaknya kecil itu menjadi bukti penurunan yang masuk akal dan berkelanjutan dari upaya pemerintah setempat. 

  Penyebab stunting di Jember sering kali melibatkan faktor dari banyak sisi (multifaset), yakni kekurangan gizi, sanitasi yang buruk, dan akses yang terbatas terhadap layanan kesehatan yang memadai. Berkaitan dengan hal ini, faktor ekonomi juga berperan besar di mana keluarga dengan pendapatan rendah mungkin tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi anak secara optimal. Selain itu, pola asuh yang kurang memadai, ketersediaan bahan makananan, budaya, dan kurangnya pengetahuan tentang nutrisi juga berkontribusi terhadap masalah ini. Maka meski wilayah pedesaan cenderung lebih banyak pervalensi stuntingnya, namun tak bisa dipungkiri bahwa terdapat pula wilayah perkotaan dengan angka stunting yang bertambah buruk dari tahun ke tahun.

  Dampak dari stunting tidak hanya terlihat dari aspek fisik, tetapi juga memengaruhi kemampuan kognitif dan motorik anak, yang dapat menghambat pencapaian pendidikan dan kualitas hidup di masa depan. Anak yang mengalami stunting berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan jangka panjang atau risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, penyakit jantung, dan sebagainya, serta memiliki potensi produktivitas yang lebih rendah di masa dewasa. 

  Fakta di lapangan tersebutlah yang menjadi alasan kuat para mahasiswa KKN kolaboratif kelompok 226 yang bertempat di kelurahan Mangli, untuk turut serta mengambil andil dalam membantu pihak posyandu memberikan edukasi stunting kepada masyarakat. Disamping para mahasiswa mengikuti kegiatan posyandu yang dilaksanakan di beberapa kelompok posyandu (aster), juga memberikan bantuan berupa MPASI kepada bayi yang telah berusia sekitar 6 bulan. 

Dengan senang hati mahasiswa KKN kolaboratif kelompok 226 membantu para ibu yang datang bersama bayi ataupun anak-anaknya untuk menggendong dan menenangkan ketika mereka menangis. Bahkan saat kegiatan berakhir, masih tersisa rasa senang karena berinteraksi dengan masyarakat, utamanya anak-anak. 

  Mengunjungi posyandu ini menjadikan bukti dari bentuk simpati dan empati mahasiswa kepada para kader yang bekerja demi pertumbuhan anak-anak yang optimal.  

  Tentu untuk mencapai keberhasilan mengurangi angka stunting, dibutuhkan kerjasama dari seluruh tatanan masyarakat. Tidak terkecuali para orangtua, pemerintah setempat, hingga pemerintah pusat. Karena masa depan Indonesia akan dijalankan oleh anak-anak yang hari ini dalam masa pertumbuhannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline