Hukum tidak melulu soal peraturan yang tertulis di dalam kitab undang-undang, bisa juga berasal dari kebiasaan masyarakat yang dilakukan secara berulang-ulang yang tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan masyarakat.
Hukum diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia. Setiap negara merdeka, pasti menghendaki hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakatnya. Karena seiring perkembangan zaman, permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi manusia kian kompleks dan beragam.
Oleh sebab itu dibutuhkan hukum yang dapat mengatur kehidupan manusia seiring perkembangan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Pranata hukum tidak lain merupakan produk politik dari bangsa itu sendiri. Artinya bahwa hukum selalu terkait dengan politik, sehingga karenanya kebijakan hukum yang muncul sesungguhnya merupakan perwujudan dari kebijakan politik negara.
Indonesia merupakan negara majemuk, oleh sebab itu hukum nasionalnya bersumber kepada Undang-Undang Dasar 1945 serta mengandung nilai-nilai Pancasila.
Akan tetapi, sebagai negara yang mayoritas muslim, hukum Islam digunakan untuk mengatur beberapa aspek kehidupan Umat Islam dan memiliki Undang-Undang tersendiri senhingga memiliki kedudukan yang tinggi dalam sistem perundang-undangan Nasional.
Jika melihat fakta sejarah, sebenarnya telah terjadi dinamika dalam pemberlakuan hukum Islam di Indonesia yang sangat terkait dengan situasi sosial serta politik yang tidak bisa lepas dari kebijakan yang dibuat pemerintah sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi.
Eksistensi hukum Islam semakin jelas terlihat tatkala terbentuknya Undang-Undang bagi masyarakat muslim. Diantaranya Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 yang mengatur tentang Wakaf, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI) sebagai hukum terapan atau hukum material bagi Pengadilan Agama, kemudian perubahan UU Nomor 7 Tahun 1989, yaitu UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan yang keduanya, yaitu UU Nomor 50 Tahun 2009 yakni terkait perluasan wewenang Pengadilan Agama.
Dengan demikian, penerapan (positivisasi) Hukum Islam hanya terbatas pada aspek hukum formal saja, sehingga secara legal formal eksistensi hukum Islam di Indonesia termasuk lembaganya yakni Pengadilan Agama terlihat semakin kokoh (lebih kokoh jika dibandingkan masa sebelumnya).
Meskipun demikian, jika dilihat substansinya maka akan nampak bahwa penerapan hukum Islam hanya dilaksanakan secara prosedural saja.
Referensi