Lihat ke Halaman Asli

M. Iqbal

Part Time Writer and Blogger

Manusia dan "Machine Learning", Bisakah Berkolaborasi?

Diperbarui: 29 Maret 2019   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: mix.com

Apa yang ada di benak kita saat mendengar Machine (mesin)? 

Semuanya pasti menjawab: benda mati yang hanya bekerja secara optimal di tangan manusia, bila tidak ia tak akan bisa bekerja. Manusia punya kontrol penuh terhadap mesin di masa lalu dan ia bekerja secara tak mandiri. Kemudian manusia punya terobosan besar dalam mengubah mesin bisa belajar atas apa yang ia ajarkan. Istilah yang kemudian dikenal dengan Machine Learning (disingkat; ML).  

Saya menganalogikan mengajarkan mesin layaknya seekor anak kucing yang baru saja lahir. Ia masih sangat buta akan segala hal, mulai dari tempat makan, minum hingga lokasi tumpukan pasir untuk pup. Seakan pikirannya akan memprogram apa yang boleh dan tidak dari si majikan, kini majikan mempunyai kucing menggemaskan nan pintar.

ML serupa, ia akan bekerja sesuai dengan data yang sudah majikan (manusia) yang memprogramkannya. Ia sangat membutuhkan data dalam belajar layaknya seekor kucing mungil yang butuh banyak pembiasaan agar tahu segalanya. Sifatnya lebih dinamis dan kompleks, dibandingkan dengan cara kerja mesin biasa. 

Mungkin kita tak asing dalam tugas robot di dalam pabrik, semenjak era industri yang mengandalkan robot pintar dalam merakit mobil dan beragam pekerjaan lainnya. Ia bikin bekerja secara konstan tanpa dan minim error dibandingkan dengan manusia. Hanya saja robot di pabrik hanya sebatas sepotong machine, bukan machine learning.

Mereka di program sedemikian rupa hanya sesuai dengan instruksi si pembuatnya. Gerakannya punya statis sesuai algoritma yang diprogramkan. Tidak ada upaya dan program dalam belajar seperti yang ada pada ML.

Data seakan jadi landasan buat menjadi lebih pintar, karena ML akan menganalisa dan menemukan jawaban terbaik dan melakukan tindakan. Tetap saja tidak semua masalah berhasil dipecahkan, tapi ia mampu berpikir lebih cepat dan pintar dalam menganalisa setiap masalah.

Manusia perannya dinilai sangat besar saat ini, bukan sebatas robot pabrik biasa. Tapi mampu berpikir cerdas dan memudahkan pekerjaan manusia. Kolaborasi keduanya membuat manusia terbantu dalam banyak hal, apalagi saat ini ada banyak penerapan ML secara kompleks.

Sejarah lahirnya Machine Learning yang Pantang menyerah belajar
Akhir perang dunia kedua seakan jadi masa revolusi yang besar di dunia komputasi. Dulunya komputer hanya digunakan oleh lembaga inteligen saja. Tetapi saat harga komputer terjangkau oleh banyak masyarakat seakan melahirkan beragam program pintar. Salah satu ide lahir dari Arthur Samuel di tahun 1952, ia menciptakan game berbentuk papan yang bergerak secara diagonal. 

Arthur berhasil melahirkan game bernama Game of Checkers pada sebuah komputer IBM. Game of Checkers sebelumnya dimainkan oleh dua orang, tapi Arthur membuatnya bisa dimainkan hanya seorang dengan komputer cerdas.

Pada game ini ia dapat mempelajari setiap gerakan untuk memenangkan game Checkers tersebut. Si game tersebut mengingat gerakan yang ia ajarkan tadi dan menyimpan pada memorinya tersebut. Mengulangi kembali setiap gerakan tersebut serupa terhadap yang ia terima dan kemudian mempraktikkan seperti semula.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline