Pergi ke manapun, sudah pasti anak muda ingin terlihat eksis, tangan sulit rasanya lepas dari gawai. Aktivitas macam update status, nonton Youtube, baca berita sampai sharing segala informasi sekitarnya. Itulah gambaran anak kekinian, lebih akrab disebut generasi milenial, generasi yang begitu kuat akan pengaruh teknologi.
Lokasi mereka nongkrong tidak bisa lepas dari cafe atau kedai kopi. Suguhan minuman yang menggugah selera dan membangkitkan ide. Anak milenial terkenal dengan kreativitas dan inovatif, segelas kopi yang masih panas di ujung gelas memecahkan masalahnya.
Di daerah saya tingga yakni Aceh, begitu terkenal dengan suguhan lagi di daerah saya Aceh. Ada banyak makanan yang mampu menggoyangkan lidah, rasanya kadang cukup pedas untuk orang awam yang tidak terbiasa dengan taburan rempah-rempah. Memulihkan rasa pedas itu, air dari botol mineral jadi salah satu pilihan.
Mirisnya, ada begitu banyak botol plastik yang ada di atas meja kedai dan cafe setelah pengunjung pulang. Kemudian masuk ke dalam kantong sampah yang menggunung di tempat pembuangan sampah. Belum lagi yang dibuang sembarangan, menyumbat selokan kala musim hujan tiba.
Pemandangan tumpukan botol sampah bahkan bisa ditemui di pesisir pantai. Masih rendahnya kesadaran masyarakat yang rela membuang sampah botol plastik berbagai ukuran di pesisir. Tugas membersihkan sampah hanya diperuntukkan bagi pemilik usaha di pantai, sedangkan masyarakat masih ada yang membuang sampah sembarang.
Mungkin saja ingatan kita masih sangat segar dengan penemuan bangkai matinya Paus di sebuah pantai di Wakatobi. Tubuhnya yang mulai melemah, tak ada pilihan lain kecuali mencari perairan dangkal sampai akhirnya harus merenggang nyawa.
Ada fakta yang mengejutkan dalam penemuan Paus terdampar tersebut. Ada begitu banyak sampah ditemukan di lambungnya. Ada sebanyak 4 botol ditemukan di dalam lambung, dengan berat mencapai 150 gram dari total 5,9 kilogram dari beragam sampah plastik yang ditemukan peneliti di dalam lambung Ikan Paus.
Menurut data WWF, ada 8 juta ton sampah yang hanyut di dalam laut. Butuh waktu lebih dari 400 tahun mengurai secara sempurna. Sejak pertama sekali plastik ditemukan dan digunakan dalam industri, belum ada yang terurai sempurna di alam. Bisa dibayangkan berapa banyak botol plastik yang ada di alam, mencemari dan bahkan mengganggu habitat hewan di lingkungannya.
Apalagi Aceh terkenal sebagai daerah migrasi begitu banyak ikan Paus dan habitat hewan laut lainnya. Penemuan berbagai Ikan Paus di tahun 2017 kemarin membuktikan perairan kita menjadi jalur pilihan mamalia terbesar itu. Sampah plastik bisa menjadi ancamannya saat berada di dekat perairan.
Pada sebuah channel Youtube SeaTurtleBiologist yang diunggah beberapa tahun lalu. Memperlihatkan para ilmu para ilmuwan sedang berupaya untuk mengeluarkan sebuah sedotan plastik yang menyumbang hidup penyu. Sungguh tragis dan berbahaya bagi banyak hewan laut lainnya, awalnya mereka kira makanan nyatanya itu jebakan plastik yang mengancam hidup mereka.
Di beberapa negara maju, konsumsi jumlah botol minum plastik mulai dibatasi jumlahnya. Ukurannya hanya pada ukuran tertentu dengan ukuran lebih besar. Mungkin kita sering melihat jajanan minum berukuran gelas, di sejumlah negara sudah dibatasi atau bahkan dihilangkan. Bahkan sedotan juga sudah hilangkan, karena berisiko besar andai hanyut di laut dan ditelan oleh makhluk laut.