Pola pikir bekerja sebenarnya sudah dianggap berbeda oleh generasi kini termasuk dalam memilih pekerjaan. Alasannya beragam seperti harus ke kantor pagi-pagi buta sambil melawan macet dan pulang jelang petang hari. Ide ini membuat para generasi millenial memilih pekerjaan yang mengubah tradisi pergi pagi pulang petang.
Salah satunya bekerja secara freelancepilihannya, dengan sistem bekerja secara fleksibel dan remote membuat freelancebegitu digemari. Orang tua terdahulu lebih sering mengikuti siklus yang berlaku seperti harus sekolah setingginya, bekerja di instansi atau perusahaan besar dan kemudian menikahi orang yang paling dicintai. Lalu hidup bahagia selamanya ibarat film dongeng.
Kini sistem tersebut mulai luntur dan membuat para millenial mencari pekerjaan yang ia sukai sesuai minatnya. Dibandingkan menghabiskan sepertiga hari hanya di kantoran saja. Apalagi perkembangan freelance era kaitannya dengan teknologi yang sangat pesatnya saat ini.
Akhir-akhir ini banyak berdirinya perusahaan freelance.Perusahaan tersebut punya misi untuk mempertemukan pemberi kerja dan penerima kerja dalam satu wadah online. Bila pemberi kerja memiliki pekerjaan dan uang yang dibayarkan untuk para freelance, beda dengan freelance yang punya kemampuan dan waktu untuk menerima pekerjaan tersebut.
Cukup dengan CV online yang memuat dengan keahlian yang dimiliki, lalu lamarkan ke pekerjaan yang diperlukan pada perusahaan atau pemberi kerja terkait. Nantinya Anda akan diterima dan semua hanya berbekal dengan perangkat gawai dan aplikasi panggilan video Hanya duduk rapi sambil menatap gawai dan rapat bisa dilaksanakan secara jarak jauh.
Mungkin stigma negatif berdatangan khususnya asyik di rumah saja, apalagi pelaku freelanceadalah seorang lelaki. Anggap masyarakat bahwa lelaki ialah orang yang mencari nafkah pagi hari dan pulang petang hari untuk membawa pulang hasilnya. Asyik di rumah saja dan menghasilkan duit jelas bertentang dengan kodrat. Masyarakat menganggap negatif, seperti pengangguran atau bila hasilkan duit dianggap ternak tuyul.
Pada sebuah tajuk yang ditulis oleh Brenna Clarine di situs Social Media Week. Ia menuliskan bahwa ada sekitar 53 juta penduduk USA yang banting setir ke menjadi freelanceatau sepertiga dari pekerja di sana. Angka itu pasti akan terus bertambah dari waktu ke waktu dan di tahun 2020, Breanne memprediksi ada sekitar separuh warga USA yang jadi Freelance.
Tak cukup dari situ saja, Kate Taylor pada Forbes mengatakan ada sekitar 60% generasi millenial yang mengundurkan dari pekerjaannya saat ini. Mereka memilih jalan freelancedalam bekerja. Jelas perusahaan akan kesulitan mencari pekerja yang masih menuntut bekerja secara jam konvensional.
Mungkin angka tersebut tidak sebesar di tanah air, namun berkat perkembangan teknologi makin banyak anak muda yang mau bekerja freelance. Asalkan halal dan sesuai minat bakat siapa yang tidak tertarik. Cara ini juga mengaktualisasikan diri dan mengasah kemampuan yang sering diabaikan oleh perusahaan konvensional.
Berbagai alasan menyeruak ke permukaan dan menjadi alasan kuat mereka cabut dari pekerjaan saat ini. Alih-alih fokus dengan karier yang gemilang hingga menjadi orang besar di instansi atau perusahaan tersebut. Generasi millenial memandang dari sudut lain, terutama dalam menikmati hidup.
Para tetua mereka tidak seru dalam bekerja, kaku dan kurang bertualang. Lalu menurut Taylor, dari 72 % generasi millenial yang memilih jalur sebagai freelance. Mereka tak senang hanya bekerja dan menyandang status karya di sebuah instansi atau perusahaan. Tapi ingin mendapatkan pekerjaan yang punya dapat besar buat sekitar, itu jadi sebuah kebahagiaan sendiri.