Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Iqbal

TERVERIFIKASI

Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Pohon Sukun Keramat

Diperbarui: 14 Mei 2024   15:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar oleh Shanin Khalaji dari pexel.com

SEJAK pertama kali menginjakkan kaki di desa itu, Sutarji sudah nampak gelisah. Desa terpencil yang terletak di tengah rerimbunan pohon-pohon lebat itu sedang menyimpan seribu misteri yang tak ingin diketahui oleh siapapun. Udara dingin yang menusuk tulang, suara angin yang mendesir di antara ranting dan daun-daun yang rapat, serta bayangan-bayangan aneh yang kerap melintas di sudut mata Sutarji, membuat bulu kuduknya meremang. Namun, Sutarji tetap melangkah maju, mencoba menepis ketakutan yang perlahan-lahan menyergapnya.

Saat itu, matahari perlahan tenggelam setelah lelah bertengger sepanjang hari, matahari memberikan nuansa merah keemasan yang memudar perlahan, cahaya megah akan segera digantikan oleh kegelapan yang pekat. Ketika Sutarji menginjakkan kakinya di rumah tua yang nampaknya telah lama tidak dihuni, dia merasakan ada sesuatu yang mengawasinya dari dalam kegelapan. Rumah itu besar dan megah pada zamannya, namun kini terlihat seperti bayangan suram dari masa lalu, penuh dengan debu dan sarang laba-laba.

"Kalian semua bermalam di sini, rumah ini memang sering di pakai oleh mahasiswa yang datang ke desa ini untuk KKN," ucap Pak Surono, Kepala Desa Jiwamati. Dengan tangan gemetar, Sutarji membuka pintu besar rumah tua yang berderit keras. Bau apek menyeruak seketika memenuhi hidungnya.

"Ji... ko yakin, kita bakal aman tinggal di sini?" Ranto menepuk pundak Sutarji sambil berbisik di telinganya, sorot mata Ranto terlihat sangat ketakutan, untuk urusan klenik seperti ini, Ranto memang bukan ahlinya, bahkan Ranto tidak pernah berani tidur di kosan kalau tidak ada Sutarji, dia pasti mengungsi ke kamar sebelah, bahkan dia rela tidur di lantai asalkan tidak sendirian.

Sutarji tidak menjawab pertanyaan Ranto, lebih tepanya, dia tidak ingin membuat Ranto ketakutan, karena dia masih berusaha berfikir secara jernih, menganalisa dengan akal sehatnya, dan memastikan, apakah rumah yang di tawarkan oleh Pak Surono benar-benar aman.  

"Ayo, masuk... di rumah ini ada tiga kamar, satu di bawah, dua di atas," Pak Surono menyeringai, "kalian bukan cuma berdua, kan?" tanya Pak Surono sambil menatap Ranto tajam.

Sutarji tidak memperhatikan kata-kata Pak Surono, ia merasakan sesuatu yang menganjal hatinya, langkahnya terasa berat saat memasuki ruangan utama rumah itu, dinding-dinding kayu yang lapuk dan lantai berderit di setiap pijakan mebuat suasana sore itu semakin mencekam.

"Ji... itu ko ditanya!" Ranto menyikut rusuk Sutarji.

"Apa?" bisik Sutarji.

"Dari surat yang saya terima, kalian ada..." Bukan hanya Ranto, suara Pak Surono pun membuyarkan analisa panjang Sutarji, "ada empat belas orang?" ucap Pak Surono yang kembali menatap Ranto tajam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline