"Aku mohon," ucap Denis, sorot matanya sayu, dia mengatakan kalimat itu dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia memohon pada Amara, "tolong... lepas aku."
Amara diam, pikirannya melayang jauh ke masa itu, kala itu waktu bersahabat dengannya dalam merajut untaian kebahagian, kenangan demi kenangan terlintas jelas di benaknya, Amara tersenyum, senyum itu bukan jawaban dari permintaan Denis, melainkan sebuah memori yang baru saja muncul di pelupuk matanya.
"Biarkan aku menjalaninya dengan tenang," Denis menunduk, dia menyesali pertemuannya dulu, andai saja Amara tidak hadir dalam kisah hidupnya, mungkin Denis tidak akan sekalut ini. Andai saja waktu dapat diputar, Denis ingin kembali ke masa itu, satu waktu yang mempertemukan mereka berdua, Denis akan menghindari perjumpaan dengan Amara, Denis akan lari, jauh, sejauh-jauhnya.
"Aku ini air yang selalu menyejukkan batinmu, Denis." tegas Amara sambil menatap Denis tajam, sorot matanya menusuk sanubari Denis yang sedang menunduk dan diliputi perasaan kalut, rasa bersalah yang amat besar.
"Ini salah Amara, kita salah... semua ini salah, Amara" Denis mengangkat kepalanya, sudah tak karuan ekspresi wajah Denis saat mengucapkan kalimat itu, ia hanya berharap semuanya berakhir segera, tapi tidak dengan Amara, ketika Denis mengatakan kalimat itu, sorot matanya semakin liar, bola mata Amara yang berapi, membara dengan tegas membuat Denis ciut.
"Di mana, salahnya di mana?" tanya Amara yang terlhat agak sedikit marah, Amara merasa hubungan mereka tidak salah, hubungan mereka adalah buah cinta yang Tuhan tanam di hati mereka berdua, bahkan Amara merasa bahwa cintanya seharusnya berlabuh di hati Denis, bermekaran indah di taman jiwanya Denis, begitulah mimpi Amara pada Denis.
"Aku harus pergi..." Denis berdiri, dia sama sekali tidak menatap Amara.
"Tunggu..." Amara menahan langkah Denis, tangan Amara menahan langkah Denis, "aku... aku mau menghabiskan malam ini, sama kamu..." pinta Amara dengan wajah memohon, kali ini Amara yang terlihat sedih, berbeda dengan Denis yang sejak tadi menekuk wajahnya, kini berubah marah.
Denis membuang wajahnya dari pandangan Amara, dia sama sekali tidak ingin melihat Amara, "Enggak... kita enggak boleh begini terus, kita harus berhenti," Denis berusaha melepas genggaman tangan Amara, "Tolong, lepas, aku harus pergi."
"Denis, aku tau kita enggak mungkin bisa bersatu, aku tau itu, Denis," Air mata Amara perlahan menetes, "aku cinta kamu Denis, aku yakin, aku tidak salah, sadar gak sih kamu, Tuhan selalu memberikan jalan untuk selalu bertemu denganmu?"