Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Iqbal

TERVERIFIKASI

Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Cerpen: Ini untuk Mama

Diperbarui: 24 Desember 2023   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar dari pexel.com

GURUN tandus itu, tempat di mana pasir menyimpan cerita-cerita yang terhembus angin, bagai lembaran-lembaran kisah yang terbang bebas di langit tanpa batas. Di antara debu dan riak-riak panas, terpaan matahari menjalin tarian dengan bayangan yang merindang, menghadirkan lukisan yang menggambarkan kesendirian dan keindahan yang tersembunyi.

"Oeeeee .... Oeeeeee." Suara tangisan seorang bayi yang merayap dalam keheningan gurun tandus. Tangisan yang terombang-ambing di antara pasir-pasir yang tak berujung. Jeritan kecil itu memantul di lembah pasir, menciptakan harmoni yang kontras dengan sunyi gurun yang meluas. Matahari yang bersinar terik menyaksikan panggilan tubuhnya yang lemah.

"Sabar sayang..." Di tengah panas terik padang pasir, ibunya sedang berjuang, jejaknya tertoreh di atas pasir yang terpanggang matahari. Dalam kehausan yang menyengat, langkah-langkahnya membawa harapan akan menemukan sumber air yang menghidupkan.

Dalam pencarian yang putus asa, ibunya berlari-lari di antara dua bukit kecil, Safa dan Marwah, mencari sumber air. Tujuh kali dia melakukan perjalanan bolak-balik antara dua bukit tersebut.

Pada pencariannya yang ke ketujuh, ketika ibunya sedang berdiri di dekat tempat bayinya berbaring, tiba-tiba muncul mata air yang melimpah. "Zamzam... Zamzam," pekiknya. Air ini adalah karunia dari Tuhan atas doa yang tulus dari seorang ibu.

***

AKU berdiri terpaku menatap wajahku di depan cermin. Rambutku helai demi helai terlihat memutih. Kulitku inchi demi inchi sudah berkerut. Tulang-tulangku sudah tidak seperti dulu yang mampu menopang beban yang berat.

"Ufi, kenapa?" Suara suamiku membuyarkan lamunanku yang terpaku menatap tubuhku dihadapan cermin.

"Engak apa-apa," balasku cepat, buliran air di ujung mata yang hampir jatuh segera kuhapus sebelum ia melihatnya.

"Sudah siap?" tanya suamiku. Ia mendekapku dari belakang, pelukan hangat yang menenangkan batinku yang sedang bergemuruh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline