Aku duduk di depan laptop, menatap layar kosong, pikiranku pun sama kosongnya karena aku harus menulis cerita tentang hari Sumpah Pemuda. Aku tidak tahu harus mulai dari mana, bingung menyelimuti pikiranku. Aku juga merasa malu, karena aku tidak tahu banyak tentang sejarah bangsaku sendiri.
Aku sering melihat berbagai jenis informasi serta hiburan di media sosial, internet, dan televisi, aku juga memiliki banyak teman dari berbagai latar belakang dan daerah, tapi, entah mengapa rasanya aku kurang mengenal budaya dan tradisi Indonesia. Aku tidak tahu apa itu Sumpah Pemuda, yang merupakan salah satu tonggak penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Kuputuskan untuk mencari informasi di internet, lalu aku menemukan beberapa sumber yang menjelaskan tentang latar belakang, isi, dan dampak dari Sumpah Pemuda terhadap bangsa ini. Aku membaca semua informasi tersebut dengan seksama, lalu perlahan-lahan aku mulai tertarik dengan cerita-cerita heroik dari para pemuda yang berani mengucapkan sumpah untuk bersatu sebagai bangsa Indonesia, meskipun mereka berasal dari berbagai suku, bahasa, dan agama.
***
Merasa terinspirasi oleh semangat nasionalisme dan patriotisme mereka. Aku tergerak ingin rasanya menulis cerita yang menggambarkan bagaimana Sumpah Pemuda bisa menjadi contoh bagi remaja saat ini untuk bisa lebih menghargai dan menjaga kebhinekaan di Indonesia.
Perlahan aku mulai mengetik cerita dengan sudut pandang orang pertama. Ceritaku mengisahkan tentang seorang remaja bernama Raka, yang hidup di era digital, kuceritakan dengan sosok yang sama sepertiku. Raka mendapat tugas dari guru sejarahnya untuk membuat sebuah cerita tentang hari Sumpah Pemuda. Raka awalnya tidak tertarik dengan tugas tersebut, karena dia merasa sejarah adalah pelajaran yang sangat membosankan dan tidak relevan dengan kehidupannya sekarang. Dia lebih suka bermain game online, menonton film-film Hollywood, dan mendengarkan musik-musik barat.
Namun, ketika dia mencari informasi di internet, dia menemukan sebuah video yang menampilkan rekaman asli dari aktivitas heroik para pemuda saat itu, Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dia melihat bagaimana para pemuda dari berbagai daerah dan organisasi berkumpul di sebuah gedung di Jakarta. Dia mendengar bagaimana mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya. Dia menyaksikan bagaimana mereka mengucapkan sumpah yang berbunyi, "Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia."
Mendegar kalimat itu mengaung di telinga Raka, membuatnya gelisah, jiwa mudanya mendesir. Raka merasakan jiwa nasionalis yang membara di dalam hatinya, ia merasa bangga sekaligus hormat kepada para pemuda yang telah berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, ia menyadari tanpa sumpah tersebut, mungkin Indonesia tidak akan menjadi negara yang berdaulat dan beragam seperti sekarang, ia juga menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan mereka, perjuangan para pemuda dengan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Raka memutuskan untuk mengubah ceritanya menjadi sebuah surat kepada para pemuda yang telah mengucapkan sumpah tersebut. Dia menulis dengan penuh penghargaan dan rasa terima kasih. Dia juga menulis tentang harapannya untuk generasi muda Indonesia saat ini. Dia ingin agar mereka tidak melupakan sejarah dan budaya mereka sendiri. Dia ingin agar mereka lebih peduli dan toleran terhadap sesama warga negara yang berbeda suku, bahasa, dan agama. Dia ingin agar mereka lebih aktif dan kreatif dalam mengembangkan potensi diri dan bangsa.
Kepada: