"Aku minta maaf, Rani. Aku tidak bermaksud menyakiti hatimu."
"Maaf? Itu saja yang bisa kamu katakan setelah apa yang kamu lakukan kepadaku? Kamu berbohong dan berkhianat kepadaku selama dua tahun. Kamu mempermainkan perasaanku. Kamu menghancurkan hidupku."
"Rani. Aku sangat menyesal. Tapi, apa yang bisa aku lakukan? Aku sudah terlanjur menikah dengan istriku sebelum bertemu denganmu. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Dia adalah ibu dari anak-anakku."
"Jadi, kamu hanya bersenang-senang dengan aku sebagai selingan saja? Kamu tidak pernah mencintaiku?"
"Bukan begitu, Rani. Aku juga mencintaimu, tapi tidak sebanyak aku mencintai istriku. Kamu adalah wanita yang cantik, pintar, dan baik hati. Kamu adalah wanita yang sempurna untukku. Tapi, aku tidak bisa memilihmu. Aku harus bertanggung jawab dengan keluargaku."
"Kalau begitu, kenapa kamu tidak bilang dari awal bahwa kamu sudah menikah? Kenapa kamu tidak jujur kepadaku? Kenapa kamu membiarkan aku berharap dan bermimpi tentang masa depan kita bersama?"
"Karena aku takut kehilanganmu, Rani. Karena aku ingin memiliki kamu, meskipun hanya sesaat. Aku egois dan lemah, aku sadari itu."
"Kamu memang egois dan lemah, Tan Kian Lie. Kamu juga licik dan kejam. Kamu tidak peduli dengan perasaan orang lain. Kamu hanya peduli dengan dirimu sendiri."
"Aku tahu, Rani. Aku tahu aku salah besar. Tapi, bisakah kamu memaafkanku? Bisakah kita tetap berteman?"
"Tidak, Tan Kian Lie. Aku tidak bisa memaafkanmu. Aku juga tidak mau berteman denganmu. Aku ingin melupakanmu. Aku ingin menjauh darimu."