Lihat ke Halaman Asli

Mochamad Iqbal

TERVERIFIKASI

Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Harmoni Kemanusiaan, Mengurai Duka di Tengah Keputusasaan

Diperbarui: 23 Agustus 2023   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar oleh Brett Sayles dari pexel.com

Di bawah terik matahari, sebuah kota besar hidup dengan energi yang menggelora. Jalan-jalan dipenuhi oleh gelombang manusia yang bergerak dengan cepat, seperti sungai yang tak pernah berhenti mengalir. Bangunan tinggi menjulang, menangkis sinar matahari dan menciptakan bayangan yang berubah-ubah di trotoar yang ramai.

Suara klakson kendaraan dan hiruk-pikuk lalu lintas menciptakan sebuah simfoni urban yang tak henti-hentinya. Langkah kaki yang terburu-buru, suara obrolan dan tawa, serta deru mesin kendaraan semuanya berbaur dalam harmoni bising yang mewakili kehidupan kota ini. Di sudut-sudut jalan, para pedagang kaki lima menawarkan berbagai dagangan, menciptakan jajanan dengan aroma yang menggoda.

Warna-warna terang dari iklan dan etalase toko menciptakan palet visual yang memukau. Orang-orang berpakaian rapi berjalan tergesa-gesa mengejar waktu, sementara yang lain menghabiskannya di taman-taman kota dan juga caf yang menawarkan atmosfer kedamaian ditengah kesibukan, mereka mencari tempat untuk melarikan diri dari kebisingan. Langit biru yang cerah dan mentari yang hangat mencipatakn semangat dalam hiruk-pikuk kehidupan kota ini.

Dalam semua keriuhan ini, terdapat asa untuk hidup yang tak tertandingi. Namun, di balik kesibukan itu, tersembunyi keinginan sebuah momen ketenangan dan keheningan di tengah kelamnya hiruk-pikuk perkotaan yang tak pernah berhenti.

Aku adalah musisi jalanan yang sering tampil di trotoar yang sibuk, memainkan lagu-lagu yang mengajak para pendengar mengikuti emosi lantunan melodi gitarku. Namun, di balik senyumanku, ada serpihan rasa prihatin yang dalam terhadap permasalahan sosial yang melanda kota ini.

Suatu hari, ketika aku sedang memainkan melodiku yang mengalun merdu, aku melihat sekelompok anak-anak jalanan yang tengah berdiri di tepi jalan. Mereka tampak lesu dan kehilangan harapan. Tanpa ragu, aku menghampiri mereka.

"Hai, teman-teman. Apa kabar?" tanyaku.

"Apa yang kamu mau?" Anak jalanan itu melirikku merasa curiga.

"Saya hanya ingin berbicara dan mendengarkan cerita kalian. Mungkin saya bisa membantu kalian." jawabku.

"Kami sudah terlalu sering mendengar janji kosong. Kamu mau memberi kami uang?" sahut salah satu anak jalanan itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline