Lihat ke Halaman Asli

Kebingungan dan Pragmatisme Partai di putaran 2 Pilgub DKI

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13448380171717831796

Partai politik di Indonesia mempunyai kecenderungan untuk membentuk semacam "kartel" dan berkoalisi berdasarkan kepentingannya masing-masing, yang sering justru bertentangan dengan idealisme partai yang sesungguhnya merupakan identitaas terpenting sebuah lembaga partai politik. praktek seperti inilah yang kemudian melanggengkan oligarki kekuasaan, sehingga tidak jelas kelihatan mana yang koalisis mana yang oposisi. Jakarta, sebagai miniatur Indonesia, juga tengah mengalami hal yang sama. menjelang pendafataran cagub/cawagub, "tawar-menawar" antar bakal calon dengan partai pengusung begtu kental terasa. politik transaksional begitu nyata dilakukan di depan mata kita. oke, cukup dengan pendahuluan yg sok ilmiahnya! (bagi anda yang melewati pendahuluan di atas maka anda terbebas dari beberapa typo disana, saya ucapkan selamat! :D ) disini saya cuma mau bilang aja bahwa berkumpulnya partai-partai di putaran kedua pilgub DKI ini di kubu Foke itu predictable banget... posisikan diri anda sebagai pimpinan atau fungsionaris partai yang calonnya tersingkir. anda telah punya posisi tawar yang cukup jelas, yaitu perolehan suara kandidat yang anda usung, berapapun bagus/jeleknya, walaupun perolehannya kalah sama yang independen. (sori lho gokar, sama sekali ga ada niat ngeledek, sumpah). jumlah pemilih tersebut adalah modal untuk negosiasi lanjutan di putaran kedua (kita pura-pura acuh aja terhadap kenyataan bahwa peilih independen terhadfap instruksi partai, mereka lebih memilih figur). lalu apa yang dapat anda lakukan dengan kenyataan tersebut? (baca: gue bisa dapet apa?) angin sedang kencang ke jokowi-ahok. jelas orang awam pun bisa memprediksikan bahwa peluang terbesar dipegang oleh jokowi-ahok, apalagi pengamat beneran (yang sering bikin repot itu orang yang mengaku awam). maka pragmatisme akan secara gamblang akan diterjemahkan secara sederhana sebagai "mengalihkan dukungan ke jokowi-ahok yang peluang menangnya besar". namun mengapa yang terjadi justru bertolak belakang? apakah partai tidak pragmatis? ada apa ini? *pura-pura bingung* mengapa partai justru gamang mendukung jokowi ahok? menurut saya, justru partai-partai tersebut sedang mempraktekkan "pragmatisme yang sesungguhnya". apa sih yang sebenarnya dicari oleh partai? kandidat yang didukungnya bisa menang? oke, tapi untuk apa? tentu untuk mendapatkan suatu "balas jasa" yang bermanfaat bagi kelangsungan partai tersebut mari kita analisa. sosok jokowi dan ahok merupakan sosok yang selama ini "sulit dipegang", dalam artian saat mereka merasa harus melakukan A, maka A itulah yang mereka lakukan. sulit bagi partai untuk mendikte kedua orang ini, yang secara track record punya catatan yang relatif bersih dan berani bergelut demi hal yang mereka yakini (triomacan2000 will beg to differ, ya terserah aja sih kalo mau percaya sama penulis profesional (baca: bayaran) seperti itu, saya mah amit2.. ). so, mendukung jokowi ahok di putaran dua? oke sih, kemungkinan besar menang, tapi apa yang bisa didapat? minta jatah posisi kepala dinas? nggak akan dikasih... minta jatah proyek? Jokowi-ahok udah terlanjur menjanjikan pemerintahan bersih dan bebas dari praktek titipan2 seperti itu yang memang lazin di masa sebelumnya. mendukung jokowi-ahok "cuma" akan dapat image positif bahwa partainya mendukung sosok yang baik untuk menjadi pemimpin. namun sayangnya perilaku partai hingga saat ini masih sangat mengandalkan metode kampanye yang berbasis pemberian benefit langsung kepada pemilih (bahasa halus money politics). menurut hitung2an mereka, nggak masuk itu barang :) jadi ya pada akhirnya pragmatisme partai menunjukkan bahwa mendukung si incumbent, walaupun dengan risiko hancurnya kredibilitas dan banyak dibully di social media (akhi-ukhti pks, ane bukan lagi menyinggung antum2 semua lho), masih dapat memberikan benefit langsung yang lebih baik dibandingkan mendukung jokowi ahok yang gerakan kampanyenya justru banyak disokong relawan-relawan yang tidak dibayar secara profesional. apalagi 2014 semakin dekat. persiapan logistik tentu harus dipersiapkan dari sekarang :) kita lihat saja seperti apa gerakan yang akan mereka lakukan di putaran dua ini. satu hal yang patut dicatat, secara personal jokowi bukanlah orang dengan pribadi pendendam. mungkin partai-partai tsb juga sadar hal ini. karena itu mereka ambil risiko mendukung incumbent di putaran kedua ini, jadi walaupun kalah mereka bisa tetap eksis di percaturan politik Jakarta ke depan. jokowi tidak mungkin melancarkan balas dendam kepada mantan pesaingnya. hmm... mungkin itu yang ada di pikiran partai-partai tersebut saat ini. maksimalkan benefit jangka pendek dengan eksploitasi sumber daya incumbent yang jauh lebih menjanjikan, jaga jarak dan komunikasi dengan jokowi untuk "hedging" nasib mereka ke depannya. pemikiran yang cantik... tapi satu hal yang mungkin lupa mereka perhitungkan, bahwa kami para pemilih tidak akan pernah lupa kelakuan kalian ini... dan 2014 akan jadi arena pengadilan yang sesungguhnya :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline