[caption id="attachment_357561" align="aligncenter" width="560" caption="Gudeg Manggar khas Bantul"][/caption]
Yogyakarta identik dengan gudeg. Yogyakarta adalah kota gudeg. Kecuali yang tidak suka, setiap orang yang datang ke Yogya akan dengan senang hati merelakan lidahnya untuk mengecap gurih manisnya olahan gori atau nangka muda yang berpadu dengan pedasnya sayur krecek dan nikmatnya lauk telor bebek, ayam suwir atau tahu tempe bacem. Siang malam, 24 jam, gudeg senantiasa tersedia di tiap penjuru Yogyakarta. Gudeg telah menjadi bagian denyut nadi kehidupan Yogyakarta.
Tapi, belum banyak yang tahu bahwa gudeg tidak melulu tentang olahan nangka muda. Pernah tahu ada gudeg dari bunga kelapa? Gudeg ini lazim disebut sebagai gudeg manggar. Begitu langka yang menjual sehingga gudeg manggar tidaklah sepopuler gudeg nangka muda. Namun, bukankah yang langka itu selalu menggelitik rasa?
***
Pagi belum juga luluh dihalau ke siang saat saya tiba di rumah Bu Dullah yang sepi. Kenapa saya sebut rumah? Karena tempat yang terletak di Jebugan, Serayu, RT05, Desa Bantul, Bantul, Yogyakarta lebih mirip sebagai rumah dibandingkan sebagai warung gudeg Manggar. Sampai-sampai jika tidak ada orang yang duduk di beranda rumah, saya akan keliru menemukan lokasi gudeg manggar. Rumah Bu Dullah ini berhalaman asri dengan panorama sawah yang memanjakan jiwa. Tepat juga rumah Bu Dullah terletak di samping Kompleks Makam Bupati Bantul.
Saya diminta langsung ke dapur untuk memesan gudeg. Saat itu, hanya ada dua orang yang tampaknya sedang sibuk mempersiapkan pesanan gudeg Manggar dari pelanggan. Seorang memperkenalkan diri sebagai Uminah sembari memperkenalkan seorang satunya yang sudah sepuh, yakni Bu Dullah, sang tuan rumah dan pemilik usaha gudeg manggar.
“Kalau di rumah ya beginisepi.Karena memang pembeli lebih banyak memesan gudeg manggar untuk acara di luar atau dijadikan sebagai oleh-oleh daripada menyantap di sini.” ungkap Uminah.
Saya memesan sepiring gudeg manggar dengan berlauk ayam suwir dan telur bacem. Sungguh saya begitu memendam penasaran, ingin tahu apa istimewanya gudeg manggar dan apa rasa yang membedakan gudeg olahan gori dengan olahan manggar.
Voila, hidangan gudeg manggar datang. Tentu saja, saya memulai menyantap hidangan dengan mencicipi manggar karena ia lah sang daya tarik utamanya. Begitu mencicip manggar, saya mengamati dengan sangat seksama. Hasilnya, gudeg manggar lebih kaya rasa. Kenapa lebih kaya? Lidah saya mengecap tidak sekedar manis yang dominan, tetapi rasa gurih yang kuat bisa begitu elegen menyeimbangkan manis khas gudeg.
Namun, keterpesonaan saya paling mendalam pada cita rasa gudeg manggar adalah timbulnya kesan ‘krenyes-krenyes’ yang renyah ketika melekat di lidah. Kesan ‘crunchy’ tersebut muncul karena rupa manggar yang terdiri dari bebijianyang dilunakkan. Tatkala mencoba lauknya, saya rasa tidaklah ada perbedaan signifikan yang pantas dicap istimewa dibandingkan lauk yang disuguhkan gudeg nangka muda. Tetap saja yang paling istimewa adalah pada krenyes-krenyes gudeg manggar.
Semilir angin pedesaan khas Bantul membisiki saya untuk tak tergesa-gesa menyantap Gudeg Manggar. Betul-betul setiap suapan yang tersusun dari nasi, gudeg manggar dan telur atau ayam suwir, saya nikmati penuh penghayatan. Sesekali teh manis sepet yang mewangi melati saya teguk untuk menjeda buaian nikmat gudeg. Ah, romantika menyantap gudeg manggar yang lezat dan jauh dari hiruk pikuk kota membuat suguhan ini pantas dinilai sempurna.
***
Gudeg manggar telah ada sejak 500 tahun lalu. Sejarah Gudeg Manggar bermula dari racikan Puteri Pembayun yang merupakan istri dari Ki Ageng Mangir, pemimpin perdikan Mangir. Puteri Pembayun merupakanputri Panembahan Senopati, pendiri sekaligus sultan Mataram Islam pertama. Puteri Pembayun dinikahkan ayahandanya sebagai strategi ‘penaklukan’ Perdikan Mangir yang saat itu selalu berseberangan dengan Kesultanan Mataram Islam yang baru berdiri.
Melihat di daerah Mangir pohon kelapa banyak tumbuh dan sebagai lahan penghidupan utama, Puteri Pembayun memiliki ide untuk menciptakan gudeg manggar. Mulanya gudeg manggar hanya bisa ditemui di daerah Mangir saja. Gudeg manggar juga mulanya disajikan hanya dalam acara-acara tertentu seperti perayaan hari raya agama, pesta keluarga dan acara khusus lainnya.
Seiring berjalannya waktu, gudeg manggar kemudian menyebar ke seluruh daerah Bantul dan menjadi suguhan sehari-hari masyarakat Bantul. Terlebih saat musim paceklik di zaman penjajahan, gudeg manggar menjadi makanan penyelamat masyarakat Bantul. Meski begitu, sejalan dengan makin membaiknya kondisi dan makin sedikitnya bunga kelapa yang tersedia, gudeg manggar ditinggalkan oleh masyarakat. Ada masa ketika gudeg manggar hampir punah.
[caption id="attachment_357562" align="aligncenter" width="560" caption="Manggar atau bunga kelapa yang sedang dimasak. Perlu sehari semalam untuk bisa jadi gudeg"]
[/caption] [caption id="attachment_357563" align="aligncenter" width="560" caption="Suasana dapur milik Gudeg Manggar Bu Dullah, Bantul"]
[/caption]
Sudah dua puluh tahun ini Bu Dullah berjualan gudeg manggar dari rumahnya, yang bagi saya tidaklah mudah untuk menemukan rumahnya kalau tidak suka ‘blushukan’. Bu Dullah bisa jadi adalah salah satu orang yang mulai menggiatkan lagi gudeg manggar sebagai kuliner ‘ndeso’ yang pantang untuk ditelan oleh modernitas zaman.
Selain Bu Dullah, terdapat juga beberapa penjual gudeg manggar yakni di daerah Mangir dan daerah Srandakan yang juga masih merupakan wilayah Bantul. Kopitiam Oey milik Pak Bondan di kota Yogyakarta juga menyuguhkan gudeg manggar pada pilihan menunya setiap Sabtu dan Minggu.
Selesai menyantap gudeg manggar, saya tertarik untuk menelusuri lebih dalam dapur Bu Dullah yang saat itu sedang semarak mengebul. Untunglah Bu Dullah begitu ramah dan terbuka sehingga saya dipersilakan untuk melihat seisi dapurnya sekaligus bertanya-tanya.
Sewajan besar manggar atau yang dikenal juga dengan mayang (bunga kelapa) sedang direbus di atas tungku perapian. Karena hari masih pagi, saya lihat rebusan manggar masih tampak rupa aslinya, masih putih agak kekuningan. Terlihat belum diresapkan dengan bumbu baceman. Di tungku lain sedang dimasak sewajan ayam dan telur yang akan dipersiapkan sebagai lauk untuk esok harinya. Satu wajan lagi sebagai tempat membuat sambal.
“Sehari semalaman mas untuk memasak manggar hingga bisa jadi gudeg. Baru nanti maghrib diberi bumbu baceman“ ungkap Uminah yang sesekali menuangkan air berbumbu ke dalam rebusan manggar agar tidak kering.
Dalam sehari Bu Dullah paling tidak membutuhkan 20 kg manggar pilihan untuk dimasak menjadi gudeg. Jika saat lebaran jumlahnya bisa membengkak dua kali lipatnya. Pengolahan gudeg manggar punya tingkat kerumitan yang tinggi karena dalam memilih bunga kelapa tidak boleh sembarangan. Hanya pohon kelapa yang kurang produktif yang manggarnya boleh diambil dan berada di daerah kurang subur. Dengan manggar yang diambil, pohon kelapa akan kembali rajin berbuah dengan daun yang semakin lebar.
Ketersediaan manggar sebagai bahan baku utama adalah tantangan yang paling besar untuk membuat dapur Bu Dullah selalu mengepul. Tidak setiap hari bisa dijumpai manggar di pasaran tergantung penjual yang menyetor ke Bu Dullah. Uminah mengatakan si pemasok bahkan harus mencari ke seluruh pelosok Bantul untuk bisa mendapatkan manggar pilihan.
Bagi saya, keterbatasan jumlah manggar ini juga ada daya tariknya. Paling tidak bisa menjadikan gudeg manggar menjadi kuliner langka paling istimewa yang pantas diburu dan ketika didapatkan gudeg manggar merupakan sesuatu yang sangat berharga. Tidakkah yang langka biasanya membuat suatu makanan makin istimewa?
Bondan Winarno, pakar kuliner Indonesia ini yang terkenal dengan sabda kuliner “Mak Nyuss dan Top Markotop” sangat menggemari gudeg manggar. Gudeg manggar ini ditahbiskan masuk dalam buku daftar “100 Makanan Tradisional Indonesia Maknyus ala Pak Bondan sebagai kuliner yang mewakili Yogyakarta. Dan, Gudeg Manggar Bu Dullah adalah favorit Pak Bondan.
Keistimewaan gudeg manggar juga diakui oleh pakar kecantikan tradisional Indonesia, Mooryati Sudibyo. Tokoh yang juga kerabat kraton Yogyakarta ini mengatakan menu masakan gudeg manggar bisa menimbulkan kecantikan luar dan dalam. Wajah si penyantap akan bercahaya dan klimis dalam bahasa Jawanya. Mooryati saat ini rajin mempromosikan gudeg Manggar ke seluruh dunia.
“Orang-orang dari kraton sangat suka dengan gudeg manggar. Biasanya kami melayani pesanan kraton. Atau rombongan kraton biasanya langsung datang ke sini. Biasanya kalau datang bisa seratusan orang” ungkap Bu Dullah tetap tampil sederhana meski telah menjadi langganan keraton.
***
Cita rasa gudeg manggar telah melegenda seusia 500 tahun lebih, hampir seusia Kesultanan Mataram yang kini terwarisi ke Kesultanan Yogyakarta. Kelezatan dan keistimewaannya telah diakui oleh kalangan kraton hingga pakar kuliner nasional dan mulai digaungkan ke pentas internasional. Gudeg manggar juga akrab dengan kalangan jelata karena para pemasak dan penikmatnya adalah masyarakat biasa, termasuk saya.
Namun, saya yakin belum banyak orang yang melirik gudeg manggar sebagai tujuan kulinernya saat berkunjung ke Yogyakarta. Jadi, tertarikkah Anda untuk mencoba gudeg manggar?
Galeri foto selengkapnya di http://diasporaiqbal.blogspot.com/2014/08/gudeg-manggar-yang-langka-nan-istimewa.html
[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Penampakan Warung Gudeg Bu Dullah. Seperti rumah biasa saja."]
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Sajian langka Gudeg Manggar yang istimewa"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H