Lihat ke Halaman Asli

Iqbal Gholib

Mahasiswa UIN SMH Banten, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah

Penolakan Keberadaan Dan Perizinan Pembangunan Gereja Di Kota Cilegon

Diperbarui: 6 November 2023   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halaman Gereja, Tempat ibadah Umat Katolik. Foto: Pexels


Pada November 2022, Kota Cilegon menjadi sorotan masyarakat Indonesia, sampai viral di berbagai media sosial seperti tiktok, facebook dan Instagram. Influencer dan selebriti juga tidak tinggal diam untuk angkat bicara tentang konflik penolakan gereja di Kota Cilegon. Memang di Provinsi Banten tingkat toleransi beragamanya rendah. Kepala Kemenag Kota Serang yaitu H. Abdul Rozak, Pada 29 Desember 2021 mengatakan Provinsi Banten menempati urutan ke-32 sebagai daerah dengan toleransi terendah.

Ilustrasi indahnya toleransi beragama. Foto: Canva

Berdasarkan data resmi pemerintah pada tahun 2019, Cilegon memiliki 382 masjid dan 287 musholla, dan belum ada satu pun gereja, klenteng, vihara ataupun pura yang tercatat. Padahal, jumlah penduduk non-Muslim pada tahun yang sama tidak sedikit: Kristen 6.740 orang, Katolik 1.743 orang, Hindu 215 orang, Budha 215 orang, dan Konghucu 4.444 orang dari 7 orang. Dan mereka semua pasti membutuhkan tempat ibadah.

Tempat ibadah Umat Kristiani. Foto: Pexels

Dari data yang saya peroleh di atas dapat disimpulkan bahwa toleransi di Provinsi Banten khususnya di Kota Cilegon sangat rendah. Hal ini mungkin dikarenakan di Banten banyak terdapat pesantren, dan di pesantren tersebut para ustadz sangat aktif dalam mengajarkan pentingnya dakwah kepada para santri dan lupa untuk mengajarkan keindahan keberagaman agama. Meskipun tidak ada paksaan dalam beragama Islam, namun sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah 256 yang artinya "Tidak ada paksaan untuk mengikuti agama (Islam), sebenarnya ada perbedaan antara jalan yang benar dan jalan yang sesat".

Kemudian, ketika santri lulus dari Pesantren, mereka akan anti toleransi dengan agama lain. Dan setelahnya, ketika ada kelompok non-Muslim yang ingin membangun gereja, mengurus hak, dan lain-lain, maka santri tersebut akan bertindak, meminta Wali Kota Cilegon untuk tidak mendapatkan hak atau mengancam Wali Kota Cilegon.

Aksi damai penolakan keberadaan dan perizinan gereja. Foto: Pexels

Kejadian lain yang sering terjadi adalah ketika umat Katolik hendak berbuat sesuatu mengenai hak mendirikan gereja, maka umat Islam di Cilegon mengungkit Kepala Daerah Tingkat II Serang Nomor 189/Huk/SK/1975, Tertanggal 20 Maret 1975, tentang Penutupan Gereja/Tempat Jemaah bagi Agama Kristen dalam daerah Kabupaten Serang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline