Oleh : Rahmat Widianto dan Muhammad Iqbal Fanani Gunawan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan salah satu komponen penting dalam proses pengolahan produk pangan. BTP dibagi berdasarkan fungsi khususnya dalam produk pangan, contohnya pemanis, pengatur keasaman, pengawet, pengental, dsb.
Masyarakat pada umumnya mengasumsikan penggunaan BTP sebagai suatu hal yang negatif. Namun, BTP menjadi aman dikonsumsi jika penggunaannya mengikuti aturan ambang batas yang telah ditentukan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
Serat pangan merupakan komponen bahan pangan yang resisten atau tahan terhadap enzim-enzim pencernaan. Serat pangan terbagi menjadi 2, yaitu serat pangan larut air (soluble fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble fiber).Serat pangan tidak larut air contohnya yaitu, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat pangan larut air sering digunakan sebagai pengental karena memiliki karakteristik dapat menyerap air dan membentuk gel, contohnya yaitu pektin, agar, karagenan, alginat, dan gum.
Salah satu sumber serat pangan yang baik adalah rumput laut. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki potensi rumput laut yang sangat melimpah.
Masyarakat Indonesia sudah sangat akrab dengan berbagai olahan rumput laut, antara lain dodol, permen, jelly, dan sebagainya. Salah satu jenis rumput laut yang sering dijumpai yaitu Eucheumasp. yang berasal dari kelompok ganggang merah (Rhodophyta). Eucheuma sp. merupakan salah satu kelompok rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan. Adapun jenis karagenan yang dihasilkan Eucheuma sp. terutama adalah kappa karagenan.
Penggunaan Eucheuma sp. sebagai BTP umumnya dalam bentuk kering atau serbuk, sehingga akan lebih mudah untuk digunakan. Menurut Peraturan Kepala BPOM No. 15 Tahun 2013, batas maksimum penggunaan produk turunan Eucheumasp. sebagai pengental, sebagian besar tidak memiliki nilai nominal, tetapi dalam bentuk batas maksimum CPPB.
CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) atau yang biasa dikenal dengan Good Manufacturing Practicesdalam Bab 1 Pasal 1 Nomor 9 Peraturan Kepala BPOM No. 15 Tahun 2013 dijelaskan bahwa jumlah BTP yang diizinkan terdapat pada pangan yaitu dalam jumlah secukupnya yang diperlukan untuk menghasilkan efek yang diinginkan. Namun, batas maksimum dapat berupa nilai nominal dalam satuan milligram per kilogram berat badan bergantung pada cara pengolahan BTP tersebut sehingga dikhawatirkan menimbulkan resiko efek merugikan pada kesehatan.
Karagenan yang terdapat dalam Eucheuma sp. dapat digunakan untuk mengontrol kandungan kolesterol dalam makanan. Karagenan memiliki efek hipokolesterolemik, karena kemampuannya dalam menyerap asam empedu dalam lumen usus. Singkatnya, asam empedu merupakan pembawa dan pengedar lemak dalam darah.
Asam empedu mampu disintesis dari kolesterol tubuh, sehingga apabila asam empedu berikatan dengan serat pangan lalu dibuang melalui feses, hati akan menggunakan kolesterol tubuh untuk memproduksi asam empedu. Kolesterol dalam tubuh akan berkurang seiring dengan terjadinya proses sintesis asam empedu.
Serat pangan juga dapat menambah volume feses dalam usus. Laju pergerakan feses dalam usus menjadi lebih lambat sehingga penyerapan nutrisi menjadi lebih efektif.