dompet dhuafa pendidikan
Beberapa waktu lalu, Indonesia diingatkan kembali akan kelahiran bapak pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara. 2 Mei yang diperingati sebagai hari pendidikan nasional ramai dimeriahkan oleh berbagai sekolah dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Hal ini tidaklah tanpa tujuan semata, karena sejatinya pendidikan yang berkontribusi penuh dalam menentukan sikap, perilaku, pola fikir hingga bagaimana seorang manusia mengambil sebuah keputusan. Maka Ki hajar Dewantara pernah berpesan dalam Peringatan Taman Siswa ke-30 Tahun yaitu anak-anak harus perpikiran sendiri dan bebas dengan begitu mereka menjadi orisinal dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan dianggap berhasil ketika anak mampu mengenali tantangan apa yang ada di depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya.
Lalu apa hubungannya dengan judul “Memperingati hari pendidikan ala ekonomi & keuangan syariah? “.
Dalam hal ini jika dihubungkan pola pendidikan dan pola keuangan syariah berbanding terbalik, mengapa demikian? Indonesia sebagai Negara mayoritas muslim dengan 85% namun berbanding terbalik dengan market share hanya 5% dari industri keuangan syariah yang selama 20 tahun berjalan. Jika diamati pada pemaparan sebelumnya, pendidikan adalah hal yang mempengaruhi dalam pengambilan sikap dan perilaku. Maka dengan masih minimnya market share industry keuangan syariah dapat disimpulkan bahwa amat minimnya pendidikan mengenai hal ini. Bagaimana tidak, pelajaran agama yang diajarkan disekolah hanya mempelajari mengenai ibadah yang bersifat ritual dan keseharian.
Padahal jika dicermati dalam Al Quran banyak ayat yang menjelaskan mengenai mata uang, cara transaksi, cara menyikapi hutang hingga cara pencatatan dalam konsep islam. Bahkan dalam rukun Islampun terdapat elemen keuangan syariah yaitu zakat yang berorientasi sosial ekonomi. Minimnya pendidikan keuangan syariah tidak hanya dijumpai pada lembaga sekolah-sekolah nasional saja bahkan dalam kalangan pesantren yang notabenenya berorientasi dirosah islamiyah atau pelajaran pelajaran Islam. Hal ini dibuktikan dengan hasil riset tugas akhir mahasiswa strata satu pada salah satu Universitas di Bogor yang meneliti tingkat pemahaman dan pengetahuan mengenai keuangan syariah dan ekonomi Islam para beberapa penghafal Quran di salah satu pondok. Hasilnya kebanyakan dari mereka tidak memahami dan bahkan rata-rata masih menggunakan bank-bank non syariah untuk melakukan berbagai transaksi perekonomian. Padahal mereka dapat dikatakan menguasai dan menghafal Al Quran
instargam BJB Syariah
Sehingga sangat wajar ketika Indonesia yang notabenenya muslim namun market share industry keuangan syariahnya sangat sedikit. Lalu bagaimana solusinya? Menurut saya ada beberapa langkah aplikatif yang harus segera diambil.
- Pemerintah atau dalam hal ini DEPAG (departemen agama) alangkah baiknya mulai menerapkan kurikulum berbasis ekonomi keuangan syariah. Hal mudahnya mengganti materi-materi yang berbasis ekonomi dan hukum dalam buku-buku rujukan pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA) dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan keuangan syariah. Seperti dalam pelajaran agama, pelajaran sejarah Islam, pelajaran ekonomi untuk MTS dan MA. Sehingga dari sejak dini, anak-anak sudah mengenal mengenai tata cara bertransaksi sesuai Islam hingga industri keuangan syariah.
- Mengenalkan akad-akad dalam keuangan syariah dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya : biasanya anak-anak SD/MI mempunyai tabungan yang dikumpulkan kepada wali kelas atau guru, dari sini seharusnya mulai dikenalkan akad apa yang dipakai dalam menyimpang uang di tabungan dan bagaimana ketika akad itu selesai. Sehingga dari hal yang terkecil anak-anak sudah terbiasa dengan akad-akad dalam keuangan syariah. Bahkan sejatinya anak-anak merupakan market share yang bisa digarap oleh industri keuangan syariah sehingga dapat meningkat dan berdampak untuk perekonomian Indonesia.
- Study visit ke lembaga keuangan syariah, kegiatan semacam ini sangat bermanfaat bagi para peserta didik dari sekolah dasar bahkan hingga perguruan tinggi. Sehingga nantinya setiap individu muslim khususnya dapat mengetahui pengaplikasian dan tatacara industri keuangan syariah berjalan dari hulu hingga hilir. Hal ini secara tidak langsung memupuk kesadaran dan kepedulian akan pentingnya keuangan syariah dan secara tidak langsung menggugah untuk mulai menginggalkan industri keuangan konvensional yang berbasis kapitalisme menuju keuangan syariah.
- Industri mengajar keuangan syariah, hal ini kebalikan dari study visit sebelumnya. Mengadopsi dari kegiatan Indonesia Mengajar yaitu program para pekerja dengan latar belakang profesi meluangkan waktu untuk mengunjugi sekolah untuk mengajar dan mengajak anak-anak murid untuk bercita-cita tinggi. Agenda ini juga memiliki konsep yang dibilang hampir mirip. Industri mengajar keuangan syariah bisa dilakukan selama satu hari saja yakni seluruh elemen yang berada di industri keuangan syariah turun ke kelas-kelas pada tiap sekolah dan memaparkan profesinya dan apa saja yang mereka kerjakan dan kontribusi yang diberikan. Sehingga hal ini menambah edukasi dan semangat para anak-anak didik untuk lebih mengenal industri keuangan syariah.
- Mengenalkan transaksi sesuai syariah pada setiap event-event sekolah, karena dewasa kini isu entrepeneur semakin digalakan oleh sekolah-sekolah. Bahkan disekolah teman saya, setiap satu bulan sekali mengadakan event pasar sekolah dan penjualnya dari kalangan murid guna menumbuhkan jiwa entrepeneur. Oleh karena itu harus dipengaruhi dengan sistem transaksi yang sesuai dengan ajaran agama Islam.
5 langkah terkesan sangat pendek jika diaplikasikan dengan jarak, namun sejatinya sebuah keberhasilan selalu dimulai dengan langkah-langkah kecil. Semoga dengan 5 langkah tersebut pendidikan khususnya keuangan syariah dapat menjadi impian dan membumi di Indonesia. Selamat hari Pendidikan Nasional !!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H