Lihat ke Halaman Asli

Iqbal Endiarto

Mencari pengalaman dalam menulis

Politik Hukum Agreria di Indonesia

Diperbarui: 16 April 2022   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penulis:Iqbal Endiarto

Nim:204102030020

Di indonesia sering terjadi sengketa tanah yang melibatkan masyarakat, pemerintah/negara dan juga swasta, perlu kejelasan dalam memelihara, mengawetkan, memperuntukkan, mengusahakan, mengambil manfaat, mengurus dan membagi tanah dan sumber alam lainnya termasuk hasilnya untuk kepentingan kesejahteraan rakyat dan Negara maka dari itulah perlunya politik hukum agraria.

Dalam ruang lingkupnya agraria menurut UUPA meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Akan tetapi pada kali ini fokus utamanya adalah tanah, dimana dalam kamus besar bahasa indonesia agraria berarti urusah pertanian atau tanah pertanian.

Politik hukum agraria merupakan kebijakan pemerintah di bidang agraria untuk mengatur penguasaan, peruntukan dan penggunaan tanah agar lebih menjamin perlindungan hukum dan peningkatan kesejahteraan. 

Di indonesia sendiri sumber hukum agraria tertulis dalam UUD NKRI 1945 pasal 33 ayat 3 yang berbunyi "bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat" dan diatur juga dalam UU no 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria (UUPA). Hukum agraria sendiri memiliki 2 sifat yaitu sifat publik dan sifat privat, sifat publik tercantum pada pasar 33 ayat 3, sementara pasal privat bisa berbentuk peralihan hak atas tanah atau dikenal dengan jual beli tanah.

Dalam sejarahnya masalah politik hukum agraria seperti sengketa ditangani oleh peradilan adat yang salah satu kompetensinya menyelesaikan sengketa pertanahan antara masyarakat dengan masyarakat (individu maupun kolektif) dan antara individu/masyarakat dengan penguasa. Setelah indonesia merdeka dibentuklah Pengadilan landreform melalui Undang-Undang

No. 21 Tahun 1964 yang bersifat khusus mengadili sengketa yang timbul dari pelaksanaan program landreform. Akan tetapi tak berlangsung lama dengan runtuhnya orde lama dan berganti orde baru maka akhirnya landreform dihapus pada tahun 1970 oleh pemerintah Orde Baru karena dipandang menghambat program

pembangunan ekonomi yang kapitalistik oligarkis. Dengan dihapusnya landreform maka bermunculan beberapa masalah agraria sehingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) bersama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria mendorong dibentuknya Komisi Nasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNuPKA) yang secara khusus menangani konflik-konflik agraria di masa lalu. 

Komisi ini sebagai lembaga transisi untuk menangani konflik-konflik agraria ditengah tidak adanya peradilan agraria sementara konflik agraria terus terjadi, akan tetapi dari pihak pemerintah masih belum memberikan respon terhadap pembetukan KNuPKA dan membuat banyak permasalahan agraria. Sehubungan dengan hal tersebut, Komite I DPD-RI memandang perlu

menyusun Rancangan Undang-Undang Pengadilan Agraria yang secara khusus akan mengatur dan menangani sengketa dan konflik agraria. Jadi secara yuridis konstitusional kehadiran Pengadilan Agraria

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline