Culture shock dilingkungan kampus merupakan hal yang acap kali terjadi. Berbagai universitas tersebar di seluruh kota sehingga bercampurnya mahasiswa dengan identitas budaya yang berbeda-beda dalam suatu daerah bukan menjadi hal baru yang terjadi di Indonesia. Perbedaan budaya, suku bangsa, adat istiadat dan sebagainya menjadi potensi mahasiswa perantau dapat mengalami culture shock atau kekagetan budaya.
Culture shock merupakan tuntutan penyesuaian yang berada pada level kognitif sosio-emosional, perilaku dan psikologi yang dialami oleh seseorang yang berada pada budaya yang berbeda (Indrianie, 2012).
Berbagai macam permasalahan proses komunikasi dan interaksi yang terjadi diakibatkan dari beragamnya kebudayaan diantara mahasiswa. Akibat budaya yang berbeda maka tipe pergaulan antara satu sama lain juga jelas berbeda, dengan begitu akan ada batasan diantara satu sama lain, maupun itu dari segi bahasa, perilaku, serta kebiasaan-kebiasaan. Perbedaan yang mendasar ini tentunya akan dapat menimbulkan kecemasan dalam berkomunikasi dan menyebabkan terganggunya proses komunikasi mahasiswa perantau. Seseorang yang mengalami culture shock akan merasa cemas, bingung dan frustasi karena kehilangan tanda dan cara bergaul yang diketahuinya dari kultur asalnya.
Seseorang yang memiliki kebudayaan yang berbeda maka akan lebih besar tingkat kehati-hatian nya untuk berkomunikasi, semakin besarnya tingkat kehati-hatiannya maka semakin besar pula tingkat kecemasannya dalam menyampaikan sesuatu, dikarenakan takutnya perbedaan nilai dan persepsi yang akan ditimbulkan. Dari pengalaman dan observasi dengan lingkungan sekitar, saya melihat bahwa semakin berbedanya bahasa yang digunakan dan semakin besar perbedaan kebudayaan yang dimiliki diantara mahasiswa maka semakin sulit juga komunikasi untuk dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H