Lihat ke Halaman Asli

Iqbal Alfajri

Filmmaker

Renungan 6 Ramadan: Bahagia yang Sejati

Diperbarui: 17 Maret 2024   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahagia yang sejati adalah bahagia yang berguna bagi masyarakat. (Dok. pexels - harun benli)

Menurut Tolstoy (1828 - 1910), pujanggan Rusia yang terkenal itu, bahagia terbagi dua. Ada bahagia yang waham-waham saja dan ada pula bahagia yang sejati. Bahagia yang waham-waham saja adalah bahagia yang dicari untuk diri sendiri atau pribadi. Sedangkan bahagia yang sejati adalah bahagia yang berguna bagi masyarakat.

Bahagia yang sejati menurut Tolstoy ialah bahwa kita mencintai sesama manusia sebagaimana mencintai diri sendiri. Dan kita akan merasa lebih bahagia jika orang-orang di sekitar kita telah merasakan cinta yang sama dengan apa yang kita rasakan. Maka akan terciptalah kehidupan yang aman, teratur, dan kedamaian terwujud dalam keseharian kita. Tidak ada pertentangan dan permusuhan karena semua orang merasa dirinya adalah bagian dari masyarakat.

Konsep bahagia menurut Tolstoy ini ternyata sejalan dengan ajaran Islam. Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 103: "Berpeganglah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah atas kamu, seketika kamu bermusuh-musuhan telah dipersatukan-Nya hati kamu semuanya, sehingga dengan segera kamu telah menjadi bersaudara dengan sebab nikmatnya."

Dalam surat Al Maidah ayat 5 tersebut pula, "Bertolong-tolonglah kamu atas berbuat baik dan takwa, janganlah kamu bertolong-tolongan atas dosa dan permusuhan."

Hadits Nabi, "Seorang mukmin dengan seorang mukmin itu laksana rumah batu, yang satu menguatkan yang lain." (HR. Bukhari, Muslim, dan At Tarmidzi dari Abu Musa Asy'ary).

Dalam salah satu sabda Nabi, "Tidaklah beriman seorang kamu, sebelum ia cinta kepada saudaranya, sebagaimana cinta kepada dirinya sendiri." (HR. Bukhari dan Anas)

Menurut Tolstoy dengan dasar itulah tercipta kebahagiaan dalam masyarakat. Setelah tercipta kebahagiaan seperti itu barulah sempurna kebahagiaan diri sendiri. Hilanglah prasangka, terhapusnya ketakutan, dan timbullah keinginan memberikan jiwa menempuh bahaya karena berkhidmat bagi masyarakat.

Disarikan dari Tasawuf Modern karya Prof. Dr. Hamka




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline